Camilla pov
"Mil? Es krimmu engga dihabisin? Lagi mikir apa hm?" Suara Justin membuat lamunanku buyar dalam sekejap.
Aku pun menggeleng pelan dan menatapnya sambil tersenyum. "Engga lagi mikir apa-apa kok," sambungku.
Kemudian, aku mulai melahap sisa es krim di tangan kananku perlahan. Di saat yang sama, Justin kembali berujar, "Beneran? Aku tahu lho, kamu lagi mikirin sesuatu."
Aku yang baru selesai menghabiskan es krim vanilla bourbon menanggapi, "Serius. Aku engga lagi mikirin hal serius. Ujian juga baru selesai, Tin."
"Mil." Justin menyebut namaku sambil menatap wajahku lekat. Dari dua manik kehitamana itu, aku dapat memahami bila ia ingin aku lebih terbuka tentang banyak hal.
"Iya, Tin?" Aku merespon singkat sambil mengedarkan pandang pada deretan butik-butik yang memamerkan sejumlah baliho diskon yang menggelitik mata ini.
Tanpa terduga sebelumnya, Justin melepas pegangan tangannya pada jemariku dan menangkup wajahku lembut, dengan kedua telapaknya yang hangat.
"Kalau ada hal yang mengganjal di hati, jangan disimpan sendiri. Aku siap buat dengerin kok, apa pun itu." Justin menjawab dengan ulasan senyum yang selalu sukses membuat pikiran dan perhatianku teralihkan. Bahkan, saat ini, aku mulai lupa jika sedang berada di tempat umum yang ramai akan pengunjung.
Aku tak langsung menjawab ucapan tersebut. Terlebih dahulu, aku memastikan diri ini sanggup untuk lebih terbuka pada sosok laki-laki yang sifatnya jauh berbeda dari mantan kekasihku sebelumnya.
Beberapa detik, setelahnya, aku merespon, "Bahkan, kalau aku punya keluhan soal Kevlin, kamu engga masalah buat dengerin?"
Aku menanyakan hal itu bukan karena ingin memanas-manasi laki-laki berhati hangat di hadapanku ini. Namun, aku ingin mengetahui reaksinya jika saja aku melontarkan hal-hal yang berkaitan dengan Kevlin.
End of pov
-**-
Justin yang semula terlihat mengulum senyum tampak sedikit terganggu ketika mendengar nama lelaki lain terlontar dari bibir sang wanita pujaan. Ia juga berprasangka bahwa Camilla masih belum bisa melupakan sosok Kevlin yang menurutnya tak begitu cocok dengan wanita tersebut.
"Apa kamu belum bisa melepaskan laki-laki itu?" Justin memusatkan pandangan pada wajah lawan bicaranya itu. Dari sorot matanya, ia tampak menelisik kebenaran jika dugaannya memang memiliki bukti, meski faktanya belum tentu sesuai.
"Bukan. Aku hanya masih terbayang sedikit hal tentangnya. Soal move on, dari segi perasaan, aku sudah cukup merelakannya. Toh, dia juga sudah sama Renata 'kan." Camilla menggeleng pelan dan meyakinkan Justin sambil menggenggam kedua tangan lelaki yang mulai memalingkan pandangan dari wajahnya itu.
"Hmm. Ternyata, meski engga begitu cocok, kenangannya cukup kuat ya." Justin berkomentar. Dari nada bicaranya, laki-laki berkulit putih itu sepertinya sedikit merasa pesimis jika dirinya bisa membuat Camilla seutuhnya melupakan Kevlin.
"Hanya kenangannya yang melekat," terang Camilla dengan binar penuh harap jika lawan bicaranya itu mau memahaminya untuk kesekian kali meski terasa sulit.
Kemudian, Justin kembali menoleh dan menatap wajah Camilla dengan ulasan senyum kecil yang menyiratkan jika dirinya tak merasa terbebani. "Kalau begitu, aku sama kamu harus punya kenangan lebih indah," lanjutnya.
Camilla pun terkejut dengan ucapan Justin yang menurutnya tak terbaca di pikiran. Lalu, ia mengangguk dan menanggapi, "Selama kamu sama aku punya tujuan yang sama, pasti ada kenangan yang melekat."
Ujaran dari bibir sang wanita membuat suasana hati laki-laki itu kembali riang. Dengan spontan, ia meraih jemari ramping Camilla dan berkata, "Makan yuk. Katanya, kita mau makan hotpot hari ini."
"Yuk." Camilla mengangguk dan mengeratkan genggaman tangannya pada jemari Justin.
Kemudian, mereka melangkah bersisian dengan tangan bertaut. Sesekali mereka bertukar pandang dan senyuman satu sama lain.
-**-
Di restoran dengan papan nama yang bertuliskan 'Hotpot King', Camilla dan Justin tak sengaja berpapasan dengan Renata dan Kevlin yang baru saja memasuki restoran.
Kala itu, Camilla dan Justin sedang menentukan kumpulan menu yang akan digunakan untuk campuran kuah hotpot dengan dua varian rasa. "Oh, kalian. Hai Re, Kev," Camilla menyapa dengan air muka dan senyum canggung.
"Halo, Mil." Renata menyapa dengan senyum lembut menghiasi wajah kecilnya. Hal tersebut sangat berbeda dengan Kevlin yang hanya menatap mantan kekasihnya dan Renata bergantian.
Namun, interaksi canggung di antara Kevlin dan Camilla segera berlalu. Hal tersebut disebabkan oleh Justin yang meraih tangan Camilla dan berujar, "Mil, kita pesan dulu menu-menunya ya. Kalau kamu masih mau ngobrol sama mereka, nanti aku ijinin kok."
Camilla pun mengalihkan perhatiannya dari Kevlin dan menanggapi dengan ulasan senyum kilat, "Eh iya, Tin. Aku nyaris lupa."
Di waktu yang sama, Kevlin yang semula terlihat tegang melirik Renata sekilas dan berujar dalam hati, "Setidaknya, dia engga lagi nyampurin urusanku meski aku sama Mila engga putus dengan alasan yang baik."
"Kev, kamu mau makan ala carte atau hotpot?" Renata menyikut lengan kekasihnya seraya berbisik. Hal tersebut membuat lamunan Kevlin akan sang mantan sirna seketika.
Lalu, Kevlin menggandeng tangan Renata sembari melangkah menuju salah satu meja kosong yang terletak di bagian dalam restoran. "Lagi pengen makan menu ala carte, tapi kalau dari berita yang aku dengar, restoran ini spesialnya di hotpot," jelasnya.
"Hmm, gimana kalau kita makan dua-duanya?" Renata mengusulkan.
"Maksudmu, kita panggil menu hotpot sama ala carte, gitu?" Kevlin meneliti ucapan wanitanya dengan kening berkerut.
"Iya, 'kan katanya kamu lagi pengen makan menu ala carte. Sekalian aja 'kan, daripada engga keturutan." Renata mulai duduk di kursi dan meletakkan tasnya di sisi kanan.
Kevlin yang masih berdiri di dekat meja mengulas senyum miring sejenak dan menggoda, "Terus, kamu yakin bisa habisin menu hotpot dan ala cartenya? Porsi menu di sini lumayan banyak meski ukurannya medium."
"'Kan ada kamu kalau engga habis." Renata yang paham jika dirinya sedang digoda balik menjawab diiringi seringaian kecil di bibirnya. Kala itu, sepertinya, ia sedang menahan tawa karena membayangkan dirinya dan sang pujaan hati berada dalam kondisi terlalu kenyang setelah makan siang.
Lalu, Kevlin pun merasa gemas dengan jawaban dari lawan bicaranya itu. Dengan spontan, ia mengacak rambut Renata dan berkata, "Dasar jahil kamu, Re! Hahahaha."
Renata yang menerima perlakuan itu hanya bisa tertawa ringan. Hal serupa juga dilakukan oleh Kevlin. Dengan air muka senang yang terpancar di wajah masing-masing, keduanya terlihat santai meski belum memanggil waiter dan memesan makanan.
Sekitar dua menit kemudian, mereka mulai memesan menu yang sudah disepakati satu sama lain. Berbeda dari rencana sebelumnya, Kevlin dan Renata memilih untuk memesan sebagian menu hotpot yang tertera di buku menu. Sementara, untuk menu ala carte, Kevlin memutuskan untuk memanggil satu porsi kecil ayam goreng madu. Hal itu dilakukannya agar makanan yang dipesan tidak berlebihan atau terbuang jika tidak termakan hingga tuntas.
TO BE CONTINUED..
Udah ada yang dengerin whiplashnya Aespa belum? Keren ya. Kaya berasa lagi iklan sampo 😄
Siapa yang setuju kalo cerita ini punya season 2? Komen ya 🤓
KAMU SEDANG MEMBACA
Hold You Forever
RomanceAwalnya, Renata mengira bahwa Kevlin akan terus menanti dan bersabar terhadap sikap Camila yang terbilang kurang sabaran dan cukup posesif. Akan tetapi, satu hingga sekian peristiwa membuat Kevlin mengutarakan keluh kesah padanya. Renata yang diam-d...