-40-

93 7 0
                                    

Keesokan harinya, Kevlin yang ingat dengan janjinya untuk menjemput Renata di pagi hari. Maka dari itu, setelah meneguk segelas susu dan melahap selembar roti gandum, laki-laki bertubuh tinggi dengan tangat berurat itu langsung melangkah cepat menuju mobilnya.

Namun, sebelum ia benar-benar berlalu, ia tak lupa berpamitan pada sang mama, "Aku berangkat dulu ya, Ma. Udah ditunggu Rena."

"Hati-hati ya bawa mobilnya. Titip salam buat, Rena," tandas Arettha pada putra bungsunya yang baru saja mengecup pipinya lembut.

"Oke, ma." Kevlin membuat huruf O dengan jari telunjuk dan ibu jarinya yang melengkung dan memasuki mobilnya dengan segera.

Dalam hitungan menit, mobil sedan putih yang baru satu bulan menginap di garasi besar milik Keluarga Wilson itu melaju dengan anggun di jalan raya.

Sekitar kurang daru satu jam kemudian, Kevlin tiba di rumah Renata. Di kala dirinya selesai memindahkan transmisi dari mode D ke P, kedua matanya tertuju pada Renata yang baru saja keluar melewati pagar. Di saat itu juga, Kevlin turun dari mobil dan membukakan pintu untuk kekasih barunya itu.

"Kev, aku bisa buka pintu dan naik sendiri," ucap Renata dengan air muka cerah sembari menatap Kevlin dengan binar kebahagiaan yang terpancar.

"Iya, tapi aku pengen bukain pintu buat kamu. Masa engga boleh?" Kevlin menanggapi dengan ekspresi wajah yang juga tak kalah cerah dari wajah sang wanita.

"Act of service ceritanya?" Renata memastikan sambil naik dan duduk di jok kursi penumpang bagian depan.

"You'll know it, more than this later." Kevlin menjawab dengan aksen Amerika sambil menutup pintu perlahan. Rupanya, ia ingin memperlakukan kekasih barunya dengan predikat sangat baik, atau lebih tepatnya ia tak ingin mengecewakan seseorang yang sudah lebih dahulu mencintainya sejak lama.

-**-

Sekitar satu jam kemudian, mobil sedan yang ditumpangi oleh Renata dan Kevlin tiba di parkiran kampus yang mulai ramai dengan kendaraan roda dua. Bahkan, di situasi itu juga Justin dan Camilla tiba, namun mereka sedang berada di parkiran khusus motor.

"Kita sudah sampai, babe," ujar Kevlin sambil membukakan pintu untuk Renata yang tersenyum malu. Ia belum begitu terbiasa dengan panggilan sayang yang dilontarkan oleh sang pujaan hati.

"Jangan gitu, Kev. Malu," bisik Renata pelan.

"Malu apa? Kita memang pacaran 'kan." Setelah menutup pintu mobil bagian depan, Kevlin langsung menggandeng tangan Renata mesra. Hal itu tentu saja membuat rona di kedua pipi sang wanita semakin tampak.

"Iya, tapi aku engga kebiasa berduaan kaya gini sama kamu." Renata masih berbisik dan enggan menatap laki-laki yang kini melangkah di sebelahnya.

Merasa gemas dengan tingkah laku wanita yang mencintainya secara utuh, Kevlin pun menghentikan langkah dan menangkup kedua tangannya pada bahu mungil Renata.

"Re, ini hubungan kita. Kamu engga perlu takut sama penilaian orang-orang tentang kita. Okay?" Kevlin menegaskan seraya mengusap bahu Renata lembut.

Renata yang merasa gugup tak berani melakukan kontak mata dengan laki-lakinya itu. Ia malah membiarkan rasa minder masih menetap dalam hatinya dengan berkata, "Tapi, nanti mereka bilang kita.."

Perkataan dari wanita bertubuh mungil itu segera disela oleh Kevlin, "Kita main belakang? Engga Re. Jarak aku putus sama Camilla dan jadian sama kamu engga terlalu dekat. Kalau ada yang bilang begitu sama kamu, langsung bilang ke aku ya."

"I-iya, Kev." Renata mengangguk pelan sambil tergagap. Meski ia paham jika lelakinya itu sedang berusaha membuat dirinya merasa aman, tapi di satu sisi, ia merasa jika Kevlin sepertinya akan terlihat menakutkan jika sudah marah atau marah besar.

"Hm, yang aku baru sadar sekarang, dia mungkin bisa meledak jika ada seseorang atau siapa pun yang tak sengaja mencari masalah denganku." Renata bergumam dalam hatinya.

-**-

Di sudut berbeda, Camilla yang sedang melangkah bersama Justin tak sengaja melihat Renata dan Kevlin sedang bergandengan tangan dengan mesra.

"DEG..DEG.." Degup jantung Camilla pun berdetak lebih cepat. Mendadak, ia dihinggapi rasa bersalah karena sebelumnya, ia pernah mengagumi laki-laki lain saat masih menjalin hubungan dengan Kevlin.

"Jadi, ini yang dirasakan oleh Kevlin saat melihatku sedang berduaan dengan Justin? Kesal bercampur cemburu. Tapi, aku sudah engga sama Kevlin. Kenapa aku ngerasain ini??" Camilla berujar dalam hatinya. Berusaha mencari jawaban pasti, namun tak dapat menemukan jawaban dari ucapan atau statemen meyakinkan bahwa dirinya memang sudah tak memiliki perasaan terhadap laki-laki yang pernah mengaguminya itu.

Justin yang menyadari air muka tegang dari wajah Camilla berkomentar, "Mil? Kamu kok tegang gitu? Kenapa??"

Camilla mengalihkan pandangannya dan menyunggingkan senyum miring. "Oh, engga kok, Tin. Aku cuman rada gugup aja, soalnya nanti aku harus presentasi ide usaha di depan kelas."

"Oh, ada yang mau presentasi ya. Semangat kalau gitu," ujar Justin sambil mengusap lembut kepala Camilla. Ia juga menyunggingkan senyum hangat yang jarang diperlihatkannya pada perempuan lain, selain wanita yang kerap ditemuinya itu.

Camilla yang merasa terkejut karena Kevlin dan Renata di satu sisi merasa tenang karena kehadiran Justin. Memang, ia hanya memiliki sedikit rasa terhadap laki-laki berkulit putih di hadapannya untuk saat ini. Akan tetapi, hal itu sepertinya akan membuat dirinya melupakan kenangan dirinya saat bersama Kevlin di kemudian hari.

"I-iya, Tin. Thanks," jawab Camilla sambil mengalihkan pandangan dari tatapan Justin padanya.

"Kenapa lihat ke lain tempat? Lihat aku, Mil." Justin mengerutkan kening dan bertanya pada Camilla.

"Aku gugup, Tin." Mila beralasan dengan senyum tipis yang menghiasi wajah kecilnya.

Tanpa di sengaja, Justin pun mengedarkan pandang ke sekitar dan menangkap kebersamaan yang terjadi di antara Kevlin dan Renata, sebelum keduanya memasuki ruang kelas yang sama.

"Oh, gara-gara dia lagi??" Justin memahami sebab mengapa wanita pujaannya terlihat gugup.

Hal itu tak ditanggapi oleh Camilla secara langsung. Ia memilih untuk melangkah dan meninggalkan Justin seorang diri. Sementara, Justin yang merasa didiamkan langsung menyusul dan menahan lengan Camilla pelan.

"Jawab dulu, Mil. Gara-gara mereka 'kan kamu gugup? Atau kamu justru sakit hati lihat mantanmu jalan berdua sama perempuan lain?" Justin kembali menghujani Camilla dengan pertanyaan-pertanyaan yang membuat sang wanita tak berani beradu pandang dengannya.

Meski ditanyai untuk kesekian kalinya, Camilla masih mengatupkan bibirnya. Ia berada dalam situasi yang bisa saja menyakiti dirinya dan juga Justin. Maka dari itu, ia tetap melepaskan pegangan tangan Justin dari lengannya dan kembali melangkah menuju lantai dua.

"Maaf, Tin. Aku masih merasa cemburu dengan kedekatan Kevlin yang jelas udah engga ada hubungan apa-apa sama aku. Semakin aku jujur di depanmu, aku juga semakin terlihat buruk karena belum bisa berjiwa besar dengan masa lalu," ucap Camilla dalam hatinya.

TO BE CONTINUED..

Hai semuanya, aku up lagi nih! Engga kerasa ya udah pertengahan tahun lagi. Kalau cerita ini, aku pindah di Karyakarsa gimana? Ada yang setuju? Komen ya!

Hold You ForeverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang