Jika saja uang bukan menjadi sebuah hal yang sangat penting di dunia ini. Karena uang hidup Minho seperti neraka, andai dia bisa memutar waktu dan tidak berurusan dengan uang.
Banginho Fanfiction
- Warning 21+
- Penyiksaan
- Tidak untuk anak-anak
"Ahh Tuan sakit ahh cukup" kata Minho saat Chan terus menggenjot lubangnya. Kini permainan mereka dilakukan di ruangan tamu milik Chan.
"Buka kaki mu lebih lebar" kata Chan. Minho nampak menurut dan Chan semakin masuk ke dalam. Suara desahan itu memenuhi seluruh ruangan tamu.
"Kenapa kau sangat membosankan?" Gumam Chan saat Minho hanya diam seperti batu.
"Ahhh Tuan terlalu dalam ahh" Minho membuka mulutnya tersentak karena dorongan itu.
"Jika kau hanya diam, aku tidak akan pernah melepaskannya" kata pria itu. Minho pun mendekat dan berusaha melakukan feedback. Dia tiba-tiba mendekatkan wajahnya dan mencium Chan.
"Hah sakit" kata Minho tiba-tiba melepaskan ciuman itu. Padahal hanya sekilas tapi cukup membuat Chan bergairah. Dia pun menahan tubuh pria itu dan menautkan bibir mereka. Permainan itu berbeda dari biasanya. Biasanya hanya Chan saja tapi sekarang Minho juga itu berpartisipasi.
Suara napas terengah-engah itu terdengar saling bersahutan. Cairan putih itu sudah membasahi tubuh mereka satu sama lain. Minho kini tersandar di dada Chan dengan menutup mata.
"Rasanya sangat berbeda" gumam Chan sambil bangun dan menggendong Minho lalu membawanya pergi dari sana.
***
"Duh kenapa sih dia bisa hamil?" Gumam Chan yang nampak frustasi saat itu.
"Memangnya kau tidak pakai pengaman saat bermain?" Tanya Changbin. Chan langsung menggeleng, entah kenapa melihat pria itu memberontak membuat Chan kehilangan akal.
"Bin apa yang harus aku lakukan?" Tanyanya.
"Iya aborsi aja" katanya. Chan pun menaikan wajahnya.
"Dokter mengatakan tidak bisa" kata Chan putus asa.
"Artinya kau akan segera menjadi seorang ayah" jawab Changbin lagi. Chan pun menggeleng, bagaimana bisa masa mudanya direnggut.
"Lagipula kau kan sudah 30 tahunan jadi memiliki anak dan menikah itu wajar" katanya.
"Aku tidak kau menikah" katanya lagi. Chan dari dulu sudah berkomitmen tidak akan menikah apalagi memiliki anak.
"Tapi sudah terlanjur kecelakaan, lebih baik kau terima saja" kata Changbin. Chan pun menghela napas, berbicara dengan pria ini membuat dia semakin stres.
***
Minho duduk di sofa itu sambil membayangkan betapa enaknya ea krim yang pernah diberikan oleh rekan kerjanya dulu. Akhir-akhir ini dia kerap menginginkan makanan.
"Sudah cukup, aku hanya bisa memikirkan saja" kata Minho. Dia pun mengisap bibir sepertinya air liurnya keluar.
Chan tiba-tiba datang dengan setelan formalnya. Wajahnya dingin seperti biasanya, dia langsung pergi melalui Minho. Si manis tak ambil pusing dan berusaha menatap ke arah lain.
Tak berselang beberapa menit, tiba-tiba pria itu datang kembali dengan pakaian yang agak santai.
"Ayo keluar" katanya dengan dingin.
"Ke mana?" Tanya si kamis. Chan pun menghela napas.
"Jangan banyak tanya, cepat ganti baju. Pakai yang bagus dan rapi" kata pria ini.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
***
Minho untuk pertama kalinya keluar dari rumah milik Chan. Hampir satu bulan lebih dia seperti di kurung di sana. Suasana ramainya kota membuatnya sangat rindu.
"Mau makan apa?" Tanya pria itu sambil melepaskan kacamatanya. Minho meneguk salibanya, dia sangat ingin semuanya.
"Apa boleh?" Tanya si manis.
"Jangan banyak bicara sebelum aku berubah pikiran" katanya. Minho pun berjalan dan diikuti oleh majikannya itu. Mereka makan banyak, mulai dari makanan berat sampai makanan manis.
"Ini benar-benar membuang waktu ku, ayo cepat" katanya. Minho yang masih makan pizza mengangguk dan mempercepat makanya.
"Tuan tidak mau?" Tanya si manis. Chan hanya diam sambil memainkan ponselnya. Tak lama setelah itu, tiba-tiba hening. Saat Chan menoleh Minho tak ada di sana.
"Aiss di mana sialan itu" gumamnya marah. Pria kekar itu berusaha mencarinya. Tak lama setelah itu seorang pegawai mendekati Chan.
"Anda mencari seorang pria?" Tanyanya. Chan mengangguk.
"Dia ada di kamar mandi, saya mendengarnya dia muntah-muntah sepertinya dia sedang sakit" katanya. Chan pun mengangguk dan menyusul Minho. Dan benar saja pria manis itu kini ada di depan keran air dengan wajah pucat.
"Kenapa tidak bilang?" Tanya Chan menghampirinya dan mengambil tisu.
"Aku tidak mau menganggu Tuan" katanya. Chan mengusap bibir Minho dengan tisu. Wajahnya sangat pucat seketika.
"Kita pulang saja" kata Chan tiba-tiba menarik dirinya dengan paksa.
"Tidak Tuan, tunggu aku baik-baik saja" katanya. Minho benar-benar tidak mau dengan cepat kembali ke dalam rumah itu.
"Lalu apa mau mu?" Tanya Chan ketus.
"Aku ingin jalan-jalan di taman, tolong Tuan setelah ini aku akan menuruti mu" kata Minho. Chan menghela napas dan mengangguk.
Minho terlihat kembali ceria saat sampai di taman itu. Baru saja mengijakan kaki ya di sana dia sudah pergi ke sebuah kedai permen.
"Awas saja jika muntah lagi" kata Chan dingin tapi Minho nampak tak peduli.
"Tuan mau?" Tanya si manis sambil menyerahkan permen dengan batang panjang itu.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Aku tidak level dengan makanan murahan seperti itu" katanya. Minho agak kecewa tapi dia berusaha tidak peduli dan makan sendirian.
"Sejak kapan kau berani tersenyum pada ku?" Kata Chan lagi. Minho pun mengangguk pelan.
"Saya tidak akan mengulanginya lagi" katanya.
***
Saat Minho akan masuk ke kamar, tiba-tiba pria itu menarik dirinya dan membawanya ke kasur. Minho langsung berusaha memerontak saat pria itu berusaha melucuti dirinya.
"Tuan ini masih siang" katanya kemudian. Chan terlihat tersenyum miring, siang ataupun malam tidak akan menghentikan dirinya.
"Terus kenapa?" Tanyanya. Minho berusaha menurup dirinya yang sudah setengah telanjang.
"Kau harus memuaskan ku, aku sudah memberikan apa yang kau inginkan tadi. Jadi sekarang giliran mu" katanya.