Cerita ini tuh kayak curhat. Tapi cuma 10 persen, 90 persen sisanya fiksi. Ehehehe
—
“I think you still love me, but we can’t escape the fact that I’m not enough for you.”
—Haruki Murakami—Lebih daripada siapapun, kayaknya enggak ada yang lebih tersiksa dengan kehadiran orang tua Juan selain dirinya sendiri. Sejak kedatangan orang tuanya yang nggak terduga ke Edinburgh dua hari lalu, Juan sepenuhnya kehilangan kesempatan buat kumpul bareng anak-anak lain. Bahkan di malam takbiran, batang hidungnya sama sekali nggak kelihatan. Satu jam sebelum shalat Eid, dia mengabari kalau orang tuanya datang cuma buat bertemu Clara.
Kata temen-temen Juan—yang resmi gue temui dua minggu lalu saat acara buka bareng—kemungkinan besar hubungan mereka udah dapat restu. Orang tua Juan itu keduanya sibuk, mereka nggak akan meluangkan waktu untuk hal sepele yang terkesan enggak perlu. Mereka juga bukan tipe yang bakal menemui anaknya cuma buat ngerayain Idul Fitri; Juan menghabiskan bertahun-tahun di California dan mereka nggak pernah sekalipun datang saat Idul Fitri. Dalam kasus ini, karena Juan nggak sengaja ngejawab pertanyaan Clara waktu dia lagi telponan sama mamahnya, sang orang tua akhirnya memutuskan buat mengenali ‘si calon mantu’ secara langsung.
Selepas shalat eid, gue dan temen-temen Juan langsung meluncur ke flat Bagas. Lillian juga ikut, enggak mau melewatkan jenis gosip apapun terutama yang bersangkutan sama Juan Kafka Janitra. Dia enggak pernah tertarik secara romantis sama Juan. Tapi menurutnya, di antara semua Indonesian students, Juan itu punya setumpuk gosip paling mantap yang nggak pernah bikin bosen buat didengerin atau diceritain. Intinya, Lillian itu suka gosip. Dan menurutnya lagi, gosip tentang Juan itu selalu seru buat didengerin karena terkesan lebih dramatis. Maksudnya, siapa coba yang bakalan didatangin orang tuanya secara mendadak cuma karena masalah percintaan? Enggak ada. Cuma Juan.
“Lagian Juan kenapa harus tinggal sama ceweknya pas bulan puasa sih? Sekarang urusannya jadi repot, mereka pasti bakal dinikahin!” Windu yang punya perawakan tinggi tegap dan kulit sawo matang nyerocos sebelum kupat yang disantap melewati tenggorokan.
Dari sampingnya, Airlangga yang pakai kacamata dan suka matematika menyahut dengan suara paling sopan yang pernah gue denger, “Jangan ngadi-ngadi deh, mereka nggak tinggal bareng. Cuma kebetulan Clara lagi nginep aja.”
“Juan tuh emang tipe yang ibadah jalan maksiat jalan banget,” Bagas nimbrung sambil geleng-geleng kepala. Tanpa diminta, dia menyodorkan semangkuk sup buah buatannya ke gue. “Lo kok kelihatan makin kurus sih? Makanya sering-sering datang ke flat gue, nanti gue masakin. Nih sop buah dulu. Bentar gue bawain ketupat sama opor dulu. Eh, mau dipakein rendang nggak? Gue sama Airlangga masak tadi malem. Enak banget.”
“Parah body shaming.” Lillian menanggapi—dia duduk tepat di sebelah Windu. Dari cara mereka bertukar kata dan tatapan, orang-orang di ruangan ini sangat yakin kalau keduanya ‘menjalin’ hubungan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Before The Sun Sets ✔️
Fanfiction[COMPLETED] Which one is better between being single or committed into the relationship with the man whose family cannot be kept up with? Rose tries to define the relationship she is barely committed into; creating so many perceptions and theories a...