Heya, it's been a long time~~
It's five in the morning here, it's so stressful because the night time is rather shorter as the summer approaches, and I find it hard to sleep at night hour. I'll go to sleep around three or four, and I hate the idea of waking up late because it makes me sulky all day. Rumit memang manusia.
Therefore, I'll drop the new chapter here. Selamat membaca 😊😊😊
—
“Sometimes good people make bad choices. It doesn’t mean they are bad people. It means they’re human.”
—Ishida Sui—Sayangnya Rose nggak bisa datang bulan ini. Informasinya nggak dadakan, dia bilang sekitar tiga minggu lalu. Masalah visa belum approve dan segala rupa. Agak disayangkan memang. Tapi kalau udah menyangkut regulasi serta segala macam tetek-bengeknya, kita nggak bisa apa-apa. Sebenarnya bisa aja sih—apalagi gue punya banyak koneksi. Sekali lagi tapi, berhubung Rose ini orangnya sangat patuh hukum dan agak kurang fleksibel sama masalah langar-melanggar, jalan ini nggak direkomendasikan. Nggak apa-apa, lagian gue cuma harus nunggu selama dua sampai tiga minggu.
Sebenarnya ‘nggak apa-apa’ hanya sebuah sugesti yang gue harap dapat berguna. Akan tetapi, memang agak disayangkan, karena rupanya hal tersebut nggak cukup berguna. Gue merindukan Rose—faktanya memang begitu. Berusaha ditahan dan dialihkan dengan bekerja dan olahraga teratur pun nggak ada gunanya. Ketika balik ke rumah, rasa rindu itu justru semakin besar. Selain itu, perbedaan waktu juga jadi masalah. Bohong kalau bilang perbedaan waktu enam jam itu bukan masalah besar; seringkali kami kesulitan menyamakan waktu buat sekadar nelpon dan kangen-kangenan. Alhasil, gue jadi sering curhat sama Timothee meskipun yang bersangkutan nyaris nggak memberikan tanggapan. Satu-satunya respon yang selalu Timothee kasih cuma senyum—sangat tipis namun sarat akan ketulusan yang tak terbantahkan.
Hari ini gue nggak ada rencana buat ketemu Timothee; bahkan gue nggak akan kerja terlalu lama karena mau ketemu sama anak-anaknya Madame Kiara. Uncle duty; salah satu kegiatan yang gue sukai akhir-akhir ini (dan tentu saja disukai sama kedua orang tua para bocil karena mereka jadi punya waktu buat berduaan terus Kiara yang gampang capek karena lagi hamil jadi punya waktu buat istirahat). Agak iri dikit. Tapi lebih baik ngasuh anak-anak Kiara ketimbang menghabiskan waktu sendirian di rumah yang dingin dan sepi. Kalau ada anak-anak, rumah jadi lebih hidup dan hangat, terus gue jadi bisa menghabiskan uang buat membeli hal lain yang nggak gue butuhkan tapi nggak bikin sia-sia karena udah dikeluarkan. Intinya ngejajanin anak-anak Kiara (meskipun dari orang tuanya nggak pernah kekurangan apapun) itu sangat menyenangkan.
“I got a new friend today,” Chris langsung curhat tepat setelah naruh tasnya di atas sofa. Dia ngebuka jaketnya—disimpen di sebelah tas dengan rapih. Mungkin karena dia anak pertama dan Theo juga sebenarnya cukup tegas kalau mendidik anak-anaknya, tapi Chris kelihatan sangat dewasa terutama saat ngebantu Bianca merapihkan barang-barang bawaannya. “Alright, you can play now, B.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Before The Sun Sets ✔️
Fanfiction[COMPLETED] Which one is better between being single or committed into the relationship with the man whose family cannot be kept up with? Rose tries to define the relationship she is barely committed into; creating so many perceptions and theories a...