Chapter 9

943 164 31
                                    

Aloha

Mumpung masih ada jatah chapter dan habis ini aghu mau revisian plus lanjut bab baru. Jadi bakal agak sibuk. Hehehe

Selamat membaca (btw aku suka banget deh bacain komentar kalian. Thanks ya!)

“The longer and more carefully we look at a funny story, the sadder it becomes

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“The longer and more carefully we look at a funny story, the sadder it becomes.”
—Nikolai Gogol—

Pernikahan Airlangga dan Marwah berjalan dengan khidmat. Gue bersyukur karena Airlangga nggak beneran mengundang terlalu banyak tamu—meskipun beberapa teman Marwah yang cantik dan jadi bridesmaids terus berkerumun seolah diri ini merupakan pusat gaya magnet. Ada banyak alasan yang gue gunakan untuk menghindari mereka. Tapi di antara semua alasan yang ada, alasan paling ampuh adalah dengan ngebawa Bianca kemana-mana dan bilang kalau mamahnya lagi nggak ada. Gue nggak bohong karena Kiara emang (lagi) nggak bisa mengemong anak keduanya itu sepanjang waktu; terutama dalam keadaan hamil muda meskipun dia nggak merasakan urgensi buat muntah-muntah.

Kiara baru memberi tahu setelah ijab kabul dan acara inti selesai—nggak mau mencuri momen yang seharusnya jadi milik pengantin sepenuhnya. Tapi istilah semacam itu sama sekali nggak ada dalam lingkaran pertemanan kami. Ketika Kiara ngasih tahu kabar gembira tersebut, Airlangga dan Windu langsung heboh, mulai bersaing buat jadi ‘uncle’ favorit buat bayi yang masih berumur delapan minggu. Bagas berhasil mengamankan posisi sebagai uncle favorit Christopher—meski sesekali bakal melipir ke Airlangga karena dia bisa sulap. Sementara Bianca yang udah tahu mana orang ganteng dan kaya banget sejak orok sama sekali nggak bisa dipisahkan dari gue. Bahkan dia lebih suka digendong sama gue ketimbang bapaknya sendiri. Theo yang selalu rapih nggak perlu mencurigai hal yang enggak-enggak antara gue dan Kiara; istrinya itu terlalu setia dan gue juga bisa dibilang sangat setia sama Si Dia yang menolak buat bersama.

Kosa kata Bianca masih terbatas. Tapi dia tahu gimana cara mengekspresikan diri dengan baik. Lalu, meskipun lahir dan dibesarkan di New York, surprisingly dia punya sedikit logat Prancis ketika ngomong beberapa kata seperti ‘tante’ dan ‘uncle’. Mungkin karena Kiara banyak memperdengarkan lagu-lagu Prancis dan ngebacain buku cerita dalam Bahasa Prancis juga. Selain itu Theo juga pernah tinggal selama beberapa tahun di Strasbourg—bakan ketika ngomong Bahasa Inggris dan Indonesia pun dia masih punya aksen yang sedikit asing. Tiap kali ngelihat Kiara dan Theo, gue selalu ngerasa sedikit iri karena mereka kelihatan sangat sempurna untuk satu sama lain. Mungkin gue juga sempat mengiginkan hubungan seperti ini: menikah dengan orang dicintai.

Ngomong-omong tentang orang yang dicintai, sampai satu jam setelah ijab kabul, Rose masih belum menampakkan batang hidungnya. Padahal gue sedikit mengharapkan kehadirannya—tetap merindukan Si Dia yang ninggalin tanpa penjelasan apapun. Mungkin dia lagi sibuk, mungkin juga nggak mau hadir karena udah memprediksi kalau gue juga pasti bakalan hadir. Ya sudah lah. Gue mau ngasuh Bianca aja—mau membantu tugas Kiara yang saat ini lagi sibuk pacaran sama suaminya sambil ngobrol dengan teman yang lain. Lillian dan Bagas barusan lagi main kejar-kejaran sama Christopher; bahkan Clara yang hadir bersama Catarina pun ikut bergabung buat ngobrol sama bintang utama hari ini (selamat Airlangga akhirnya lo melepas status jomblo yang nggak gue sangka bakal terjadi juga).

Before The Sun Sets ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang