Chapter 9🍂 Maksud dibaliknya

50 17 9
                                    

"jika kita memberikan sesuatu, alangkah baiknya tulus dari dalam hati, bukan karena ada sesuatu, yang hanya menguntungkan diri"

🍂🍂

Selamat membaca

🍂🍂






Aku kembali ke ruanganku, setelah merasa cukup mengisi makanan yang diberikan Bu Desi tadi, untungnya para ibu-ibu di sana tidak melanjutkan pembicaraan mereka, sehingga aku bisa kembali ke ruanganku. kalau boleh jujur aku merasa risih di antara para ibu-ibu tadi, apa lagi mereka membicarakan orang lain.

Gerakanku terhenti ketika melihat sebuah paper bag berada di atas meja kerjaku, aku meraihnya, mengambil secarik kertas yang sang pemilik tinggalnya. Nama Pak Widya tertera dalam kertas itu membuatku sedikit terkejut setelah membacanya.

Apa maksudnya? kenapa beliau memberikan ini kepadaku? pertanyaan penuh tanda tanya terus mengisi benakku.

Alarm dari ponselku berdering menandakan waktu mengajarku segera tiba, aku akhir-akhir ini selalu memasangnya agar aku tidak lupa. Baiklah kita lupakan tujuan Pak Widya memberikan paper bag berisi makanan ini untuk sejenak, saat ini aku harus segera pergi ke kelas, anak muridku pasti sudah menunggu.

Kulangkahkan kakiku menuju kelas, meninggalkan rasa penasaran terhadap paper bag tersebut.

🍁🍁🍁🍁

Ya Allah, apa maksudnya semua ini. Keempat kalinya aku mendapatkan makanan yang diberikan Pak Widya tanpa tau maksudnya. Aku tidak ingin suudzon, tapi jika terus seperti ini aku malah berpikir yang tidak-tidak. Awalnya aku mengira beliau memberikan ini hanya sebagai bentuk kebaikan atasan kepada bawahannya, namun jika hal ini terulang berturut-turut bukankah terlalu berlebihan?

Maka dari itu, hari ini aku memutuskan untuk pergi menemui Pak Widya, sebenarnya aku takut, tapi aku mencoba tuk memberanikan diri.

"Assalamualaikum, permisi." Kuketuk perlahan pintu ruangan Pak Widya. Tak lama terdengar suara dari dalam yang mempersilahkanku masuk.

Terlihat Pak Widya tengah duduk di kursi dengan kacamata bacanya. "Bu Diraya," Pak Widya berkata kepadaku.

"Maaf sebelumnya, menganggu waktu kerja Bapak."

"Tidak perlu meminta maaf, mari duduk." Beliau bangkit dari kursi lalu berjalan ke arah sofa, mempersilahkanku duduk di sana.

"Saya sudah menduga anda pasti akan datang menemui saya, namun saya tidak mengetahui anda akan datang hari ini," sambung Pak Widya.

Benarkah begitu? Jadi semua ini sudah direncanakan oleh beliau? batinku.

"Maaf jika saya lancang, saya ingin menanyakan pasal makanan yang sering Bapak kirim akhir-akhir ini. Jujur saya resah hati saat menerimanya. Apakah ini ada hubungannya dengan menjadi Dosen pembimbing?"

Pak Widya terdiam, ia tidak langsung menjawab pertanyaan yang kutanyakan. Apakah dugaanku itu benar? pikirku. Namun kemudian, bibirnya perlahan terbuka untuk mengucapkan sebuah kalimat.

"Ibu benar, ini soal itu. Sejujurnya, saya melihat anda dan Regan di taman kampus tempo hari."

Tempo hari? apakah sewaktu diriku memberikan salep kepada Regan? sungguh, aku tidak menyadari keberadaan Pak Widya di sana.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 01 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DearRaya [ On Going ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang