Chapter 4 🍂 Hidup tanpa jiwa

34 20 13
                                    

"Aku berusaha membangun kembali sebuah jiwa, tak berhenti meskipun perih, demi dirimu yang pergi dan takkan kembali."

🍂🍂

Happy reading

🍂🍂


Sinar matahari yang samar-samar memantulkan cahaya ke arah ku, membuatku perlahan membuka mata.

Ternyata hari sudah pagi saja, tidak terasa aku sudah melewati satu hari berada di sini.

Aku melihat keluar jendela, lalu melangkah dan duduk di kursi dekat jendela. Aku mengulurkan tanganku ke arah luar jendela, merasakan setiap cahaya matahari yang merambat ke telapak tanganku

"Ray, ayo sarapan," kata Una di belakangku.

Aku tak menjawab hanya terus menatap tanganku.

"Kalau kamu gak sarapan nanti kamu sakit."

Entah kenapa hari ini aku tidak bernafsu untuk makan, tidak ada hal yang ingin aku lakukan. Diam tak melakukan apa-apa, mungkin itu yang ingin kulakukan?

Una menghembuskan nafasnya sedikit pasrah pada diriku yang masih keras kepala tidak ingin sarapan. Ia pun pergi dari kamar meninggalkanku.

Hening, tenang, begitulah suasana di kamar ini setelah kepergian Una, aku beralih tempat menuju kasur seraya melihat makanan yang diletakkan Una tadi dengan tatapan sayu.

"Mau sampai kapan kamu seperti ini Diraya, hidup tanpa jiwa."

Perlahan aku meraih makanan tersebut, menyantap satu per satu dengan suapan kecil tanpa nafsu.

Samar-samar aku teringat kenangan di masa lalu, kenanganku bersama Kansa.

Air mata mengalir tanpa permisi kala aku mengingat hal itu. Tangisan yang tidak bisa aku hentikan terus menjadi-jadi, rasanya benar-benar menyedihkan.

Una sudah kembali dari luar, saat ia masuk ke dalam ia melihat diriku yang sudah dibanjiri air mata alhasil ia berlari ke arahku dan memelukku.

"Udah Ray udah, kamu harus ikhlas."

Perkataan Una yang terdengar di telingaku membuatku tambah merasa menyedihkan.

Jujur aku belum siap menghadapi kejadian seperti ini terulang lagi menimpa orang-orang tersayang di sekitarku.

🍁🍁🍁🍁

Tanggal berapa sekarang?

Sudah berada lama aku di tempat ini?

Satu Minggu? Dua Minggu? entahlah, aku tidak menghitung hari. Tapi yang pasti selama aku berada di sini tidak ada hasil yang kudapatkan, Kansa sampai saat ini tidak juga ditemukan.

Aku beberapa kali bolak-balik ke TKP, tapi ucapan tim SAR masih tetap sama. Berapa lama lagi aku harus menunggu?

Apakah sekarang saatnya aku mengikhlaskan dirimu dan pergi dari sini, tanpa menoleh lagi ke belakang?

"Mau sampai kapan kamu kek gini?" Pertanyaan yang membuyarkan lamunanku.

Aku menatap orang yang ada di hadapanku.

"Kita sudah dua Minggu di sini dan hasilnya nihil, kamu mau terus di sini? terus gimana dengan pekerjaan kamu? anak murid kamu? mertua kamu?" ucap Una yang sedikit emosi.

"Plis Ray, aku tau kamu kehilangan untuk kedua kalinya, tapi apa kamu juga mau berada di titik terendah untuk kedua kalinya?" lanjutnya.

Aku tak mampu berkata-kata, aku merasa sedikit egois, tidak, aku memang egois.

DearRaya [ On Going ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang