Chapter 1 🍂 Teman hidup

59 18 14
                                    

'Semesta, aku tidak tau lagi harus berkata apa. Kebahagiaanku saat ini tidak bisa kuungkapkan hanya dengan kata-kata, kau pasti mengetahuinya bukan.'


🍂🍂

Happy reading

🍂🍂




Suara alarm membuat aku terbangun dari tidur, perlahan aku membuka mataku. Hal pertama yang kulihat adalah wajah seorang pria yang sudah tak asing di mataku. Ia memiliki kulit putih bersih, hidung yang mancung nyaris membuatku iri, dan bulu mata yang lentik seperti seorang wanita. Kadang aku heran, bagaimana bisa seorang pria memiliki bulu mata yang lentik seperti itu? aku saja tidak punya. Namun setelah melihat ibu, aku mengerti mengapa dia memilikinya. Ternyata gen Ibu lebih dominan daripada Ayah.

Ia masih memejamkan matanya, kadang aku masih terkejut saat terbangun melihat dia berada di sampingku. Namun aku tersadar, kalau ternyata dia adalah suamiku.

Sudah sebulan lebih kami menikah, tapi aku kadang tidak percaya bahwa dia kini sudah menjadi suamiku.

Padahal dulu aku sering beranggapan bahwa kita tidak akan bisa bersama, karena hubungan kita yang seperti adik-kakak. Namun kamu berhasil menepis anggapanku itu.

"Udah tidur lagi," kata Kansa dengan suara serak seraya memelukku dengan sangat erat.

Senyumku mengembang, lalu membalas pelukannya. Pelukan yang diberikan Kansa membuatku nyaman hingga aku kembali memejamkan mataku.

🍁🍁🍁🍁

Pukul tujuh pagi aku sedang membantu ibunya Kansa yang kini resmi menjadi ibuku juga, kami tengah memasak makanan untuk sarapan.

"Nduk," panggil ibu membuatku berhenti sejenak ketika memotong wortel.

"Iyah Bu."

"Kapan kalian akan bulan madu?" Ibu bertanya. Namun tak langsung kujawab.

Kalimatnya sudah kudengar untuk kesekian kali, memang selama sebulan ini aku dan Kansa tidak pernah pergi bulan madu. Biasanya pasutri baru akan pergi bulan madu setelah menikah bukan? tapi tidak denganku, menurutku dan Kansa kami tidak memerlukan hal itu, karena bagi kami setiap harinya terasa seperti bulan madu. Tapi bukan dalam artian kami melakukan hal itu setiap hari.

"Sepertinya aku dan Kansa tidak perlu itu Bu, kami baik-baik saja seperti ini. Bahkan, kami lebih senang menghabiskan waktu di sini," jawabku lalu memeluk ibu singkat.

"Iss kalian ini." Ibu terlihat kesal, ia mencubit pipiku, bukan sakit yang kurasakan melainkan geli.

"Akrab banget dua bidadari cantikku ini," ucap Kansa yang baru saja datang setelah selesai mandi.

"Ibu sedang tanya tentang bulan madu kalian," ujar ibu sambil memotong sayurannya yang tadi sempat terhenti.

"Memangnya Ibu bisa jauh dariku," balas Kansa lalu memeluk ibu dengan manja.

"Kalian ini sama saja, sukanya menggoda ibu."

Aku tersenyum kala mendengar ucapan Ibu. Allah sangat baik kepadaku, menghadirkan orang-orang seperti ini di hidupku yang sebatang kara. Aku bersyukur karenanya.

Setelah selesai sarapan, aku membantu Kansa memasang dasi. Kansa bekerja di sebuah perusahaan, sementara diriku menjadi seorang dosen di sebuah fakultas. Sebenarnya Kansa menyuruhku untuk berhenti bekerja, tapi aku sedikit keras kepala karena menjadi dosen adalah impianku dari dulu, tidak mungkin aku berhenti begitu saja. Dan akhirnya Kansa membiarkanku melakukan pada yang kumau asal selalu lapor bila terjadi apa-apa.

DearRaya [ On Going ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang