Chapter 22

8.4K 551 2
                                    

Rachita bersyukur ada Adnan, yang menerangkan cara memilih piano yang baik, terutama yang cocok untuk Banyu. Ternyata lumayan ribet juga, tetapi Adnan bisa menerangkan dengan hal yang mudah dipahami.

Cukup lama memilih, deal terjadi, pilihan Rachita jatuh pada piano elegan dengan kualitas terbaik, karena dia ingin yang terbaik selalu untuk anaknya.

Omong-omong, sepanjang toko, dia tak melihat orang lain, katanya ini toko milik kerabat Adnan.

"Mm Pak Adnan, ini kan toko kerabat Bapak, kerabat Bapak mana?" tanya Rachita, celingak celinguk.

Bahkan, Adnan sendiri yang mengurus ini itu di pembayaran.

Pria itu menghela napas panjang. "Dia lagi nyulik Tanaya saya, dan nyuruh saya buat jagain toko dia." Wajah Adnan terlihat dongkol, dan itu kelihatan lucu hingga Rachita tertawa.

Adnan juga ikut tertawa.

"Oh, begitu, Pak." Lalu, Rachita menghela napas. "Saya kira saya bakalan pusing tujuh keliling, sampai berminggu-minggu pusing memilih hadiah piano yang cocok untuk Banyu."

"Benar, Bu. Oh ya apa ini hadiah untuk ulang tahun Banyu?"

"Bukan, Pak. Ini hanya hadiah kejutan saja, karena Banyu benar-benar membuat hati saya bahagia. Untuk ulang tahunnya, masih ada yang lain." Rachita tersenyum. "Saya berencana membuat kue, sebanyak mungkin, dan kemudian diberikan ke teman-teman sekolah Banyu. Seperti yang Bapak lakukan saat ulang tahun Tanaya."

"Ah, begitu, memang menyenangkan melihat anak-anak bahagia. Kalau Ibu membutuhkan bantuan saya, saya siap sedia."

"Terima kasih banyak, Pak. Maaf selalu merepotkan Bapak."

"Tidak, tidak sama sekali, saya bahagia melihat anak-anak didik saya bahagia." Keduanya saling melemparkan senyum hangat.

Dan entah kenapa, keduanya terpaku satu sama lain ....

Suara kendaraan besar terdengar di luar, menyadarkan mereka dari tatap menatap tersebut.

"Oh, sepertinya pihak pengantar barang sudah datang," kata Adnan, tersenyum manis.

"Cepat sekali." Keduanya tertawa hangat.

Dua orang masuk ke toko, terlihat mereka akrab dengan Adnan yang ada di sana, mereka mengangkat piano yang dimaksud dengan hati-hati sesuai prosedur yang ada. Semua dilakukan dengan baik dan tinggal membawanya ke rumah baru.

"Sekali lagi terima kasih ya, Pak Adnan." Rachita berkata, tersenyum manis ke Adnan.

"Sama-sama, Bu." Adnan membalas, keduanya bersalaman.

Sebuah mobil datang, keduanya menoleh ke sana dan tampaklah, Tanaya yang berlari keluar dari mobil. "Ayaaaah!" teriaknya, berlari ke arah sang ayah sambil membawa mainan kincir angin. "Eh, ada Tante! Halo, Tante!"

"Halo juga, Sayang." Rachita menyapa, tangannya mendadahi kecil Tanaya.

"Eh, ada siapa itu?" Lalu, seorang pria, hampir seumuran mereka, lebih muda, menghampiri. "Wah, siapa ini Mas Adnan?" Dia tampak menggodai Adnan.

"Mm ini Bu Rachita, salah satu orang tua murid di sekolah Mas, Banyu, temannya Tanaya."

"Ooh ...." Mereka bersalaman.

"Dan Bu Rachita, ini Eko, adik mendiang istri saya."

"Salam kenal, Bu Rachita."

"Salam kenal juga, Pak Eko."

"Jadi, Bu Rachita di sini baru beli piano, buat Banyu." Eko mengangguk mengerti.

"Senang berbisnis, Bu Rachita. Semoga suka." Eko tersenyum hangat.

"Iya, Pak. Pak Adnan membantu tadi memilihkan piano, saya yakin Banyu akan suka." Rachita balas tersenyum. "Sekali lagi, terima kasih, ya, Pak. Keknya Banyu nungguin saya nih di rumah. Sampai jumpa lagi. Dah Tanaya!"

"Ya, Bu, hati-hati di jalan. Kalian juga hati-hati membawa pianonya!"

"Siap, Bos!"

"Dadah, Tante!" Tanaya melambaikan mainan kincir angin di tangannya.

Rachita memasuki mobil, pun menjalankannya dengan kecepatan sedang, sementara kendaraan besar itu jalan lebih dahulu dengan penuh kehati-hatian. Ketiganya masih memperhatikan kepergian tersebut.

"Mas Adnan, itu Ibunya Banyu yang pernah Mas ceritain itu, kan? Katanya dia single parent sama kek Mas?" Adnan menoleh ke Eko yang bertanya.

"Yah, memang." Adnan mengangguk seraya tersenyum penuh arti, dan melihat itu Eko juga ikut senyum meski kelihatan sangat menyebalkan. "Kenapa kamu senyum begitu?" Adnan yang sadar ditatap demikian balik memandang heran.

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

Pak Guru, Mau Jadi Papahku? ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang