Chapter 25

8.7K 532 4
                                    

"Uh, oh, bu-bukan, Pak. Itu guru anak saya, sekaligus ayah dari teman dia," jawab Rachita agak terbata.

"Oh, begitu, baguslah. Ibu harus berhati-hati, tak ada pria sebaik Pak Usain zaman sekarang, apalagi kalau tahu Ibu pemimpin perusahaan ini. Bisa jadi pria-pria seperti itu mengincar harta dan tahta Ibu saja," nasihatnya dengan penuh keyakinan.

"Hm iya ...." Meski Rachita merasa Adnan tak akan sepicik itu. Tak mungkin. Lagipula, mereka tak ada hubungan apa-apa.

"Sekarang, mari kita kembali bekerja."

Rachita menghela napas panjang, pasrah dengan semua.

Dan saat mereka berjalan menjauh, tak mereka sadari jika Adnan masih ada di sana, mendengarkan apa yang dibicarakan orang itu bersama Rachita. Dia mendengkus pelan. Jujur, rasa curiganya terlalu besar pada pria itu, sangat tidak nyaman memikirkannya.

Namun, Adnan akhirnya memilih beranjak karena sebentar lagi acara bersih-bersih kelas selesai dan dia harus mengajar.

Hari Jumat berjalan baik ....

Dan saat pulang, Pak Adnan menjemput putrinya dari kelas, dan tak hanya itu.

"Banyu, kamu bisa ikut Bapak? Kemarilah, bawa tas kamu sekalian." Banyu awalnya heran maksud Adnan, teman-temannya kelihatan sama herannya, tetapi dia tetap mengekori Adnan dan Tanaya.

"Kita mau ke mana memangnya sama Ketua Kelas, Yah?" tanya Tanaya, dari arahnya mereka sepertinya menuju ....

"Ayah mau mengantarkan Banyu pulang, soalnya mobil ibunya mogok," kata Adnan, dan keduanya kaget bersamaan. Dua anak kecil itu bertukar pandang.

Lalu keduanya tersadar oleh suara dering ponsel milik Banyu.

"Nah, sepertinya itu Ibu kamu memberitahu sesuatu," kata Adnan lagi.

Banyu buru-buru membuka, dan memang benar, itu sang ibu.

"Banyu, Mamah minta maaf karena gak bisa jemput kamu, soalnya mobil Mamah mogok. Pak Adnan bilang dia mau antarkan kamu pulang, kamu sama Pak Adnan aja ya, Sayang. Mamah akan pulang nanti setelah kerjaan beres.

Peluk cium, Mamah."

Benar ....

Kini, mereka telah tiba di parkiran, Pak Adnan dan Tanaya masuk mobil, sementara Banyu, dia merasa ragu sebentar, tetapi akhirnya masuk juga. Banyu duduk sendirian di bangku belakang.

"Tanaya, kamu duduk di belakang temani Banyu, Sayang." Adnan meminta.

Tanaya menggeleng. "Gak mau ah, aku mau di samping Ayah."

"Gak usah, Pak. Gak papa aku sendirian di sini." Banyu juga ogah duduk di samping Tanaya.

"Baiklah kalau begitu, pakai sabuk pengaman kalian, kita jalan ...." Adnan menjalankan mobilnya dengan kecepatan stabil menuju rumah Banyu.

Suasana tenang dan damai, kalut dalam kegiatan masing-masing, sampai ....

"Ayah mau?" tawar Tanaya, entah makanan apa yang tengah disodorkan ke ayahnya.

"Suapin Ayah," kata Adnan, Tanaya dengan senang hati menyuapi sang ayah. "Mm enak."

"Ketua Kelas mau?" Kali ini, Tanaya menoleh ke belakang, dia nyatanya menawarkan kentang goreng.

Banyu awalnya mau menolak, tetapi kentang gorengnya kelihatan enak, jadi dia mengambil beberapa.

"Makasih." Banyu sedikit mengulas senyum.

"Mau saus pedas, atau manis?"

"Manis aja, deh."

Dan siapa sangka, Tanaya tertawa. "Ih, lemah deh, aku aja makan yang pedas," ejeknya tiba-tiba.

"Tanaya ...." Ayahnya menegur Tanaya yang menggodai Banyu.

Namun, diabaikan mereka.

"Ya udah sini yang pedes! Aku tahan kok yang pedes!" Banyu tak mau kalah.

"Nih, nih, yang banyak sausnya!" Tanaya semakin menggodai, dia meremehkan Banyu seraya ketawa-ketiwi.

Banyu dengan penuh keyakinan mencelupkan kentang gorengnya ke saus pedas, sangat banyak bahkan sampai tangannya ikut terendam sedikit, tetapi keyakinannya luruh ketika ingin memasukkannya ke mulut.

"Tanaya, kamu gak boleh gitu sama teman, itu pedas banget lho kamu aja gak makan yang pedes!"

"Ih, Ayah, sssstttt!" Dan ketahuanlah, kejailan Tanaya, Banyu menatap kesal anak itu dan Tanaya hanya bisa nyengir lebar dengan tanda peace di tangan.

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

Pak Guru, Mau Jadi Papahku? ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang