Chapter 38

7.2K 498 12
                                    

Tanaya yang istirahat duduk di tengah-tengah sang ayah dan Rachita, dia tengah minum dan makan-makan cemilan yang dibawa mereka. Ini waktu istirahat dan Tanaya harus mengisi tenaganya sebanyak mungkin.

"Tante, abis ini Banyu tampil ya?" tanya Tanaya, menatap wanita di sampingnya.

"Sepertinya, kita tunggu aja dia tampil." Rachita mengeluarkan sapu tangan, menyeka keringat-keringat yang ada pada Tanaya. "Kamu tadi keren banget, deh."

"Hehe, makasih Tante." Tanaya menyengir lebar.

Adnan tersenyum melihat kedekatan mereka, dan Tanaya sekilas menoleh ke sang ayah dengan cengiran penuh arti.

"Ssttt ...." Ayahnya berdesis geli.

Tanaya diam-diam terkikik.

MC mengungumkan lomba berikutnya, musik. Di mana setiap anak akan menunjukkan bakatnya di ragam alat musik atau nyanyian yang mereka bisa. Entah solo, duo, atau band, peserta pertama tampak membawa ukulele dan bernyanyi di sana.

Ukulele yang manis serta suara khas anak-anak itu, Banyu yang melihatnya menarik embuskan napas gugup. Saingannya benar-benar berat.

Namun, matanya menatap ke arah depan, dari balik tirai samping panggung, ada Tanaya, Adnan, dan Rachita sang ibu di sana. Benar, dia harus optimis, dia pasti bisa. Adnan selama ini jadi guru private-nya, meski baru beberapa bulan kemampuan Banyu sungguh baik.

Ya, dia termasuk anak jenius kata Adnan, karena mudah sekali memahami dan menghafal.

Dia pasti bisa ....

"Peserta berikutnya, Banyu Usain!"

Namanya ....

Tepuk tangan riuh, piano digeser panitia ke tengah, Banyu yang gugup untuk sekali lagi menetralkan napasnya. Tenang, tetap tenang, anak itu pun lalu melangkah ke depan, ke atas panggung.

Semua penonton yang riuh menghening, mata Banyu menatap keluarganya yang tersenyum, serta menyemangati dengan isyarat. Banyu membungkuk hormat sebelum akhirnya duduk di kursi, tepat di depan piano.

Mulai, jemari kecil yang lentik itu, memainkan apa yang selama ini dia pelajari dari Adnan. Jangan gugup, percaya diri, dan anggaplah dia di rumah, sendirian, hanya ada dia, pianonya, dan melodi indah itu.

Lembut, halus, penuh penghayatan.

Banyu terus memainkan dengan lihai pianonya, sampai akhirnya ....

Riuh penonton bersorak sorai, dia mengakhiri itu dengan baik, Banyu melakukan penghormatan lagi dan kembali ke balik tirai samping panggung. Namun, siapa sangka, ada Adnan, Rachita, dan Tanaya juga di sana.

"Kamu hebat, Sayang." Banyu mendapat pelukan dari sang ibu erat.

"Pasti Ketua Kelas menang, iya kan Yah?" Tanaya berkata penuh percaya diri.

"Bapak bangga sama kamu." Adnan kini mengusap puncak kepala Banyu.

"Makasih semuanya."

Acara kembali berjalan, setelah istirahat, lomba bela diri dilanjutkan. Tanaya harus menghadapi anak yang badannya dua kali lipat besarnya, Adnan dan Rachita jadi khawatir Tanaya kenapa-kenapa. Banyu pun bahkan berdoa agar kakaknya itu tak benyek karena anak itu.

Dan siapa sangka, kejadian tak terduga!

Tanaya, meski kalah dalam segi badan, tetapi kelincahan dan kelihaian tak bisa dianggap remeh, Tanaya berhasil merubuhkan lawannya yang lebih besar darinya. Semua takjub.

Tanaya sudah berusaha kuat, dia akan jadi pemenang!

Dan kini, tersisa dia, dan seorang anak lagi, di babak final.

Lawannya kali ini, jelas lebih berat, karena memenangkan pertandingan sama seperti Tanaya sebelumnya. Namun, Tanaya sudah bertekad, dia akan menang.

Semua tegang akan final tersebut.

"Mulai!"

Dan keyakinan serta kerja keras Tanaya berbuah manis, Tanaya berhasil menjuarai bela diri karate antar sekolah kategori putri. Mendali emas, piala, serta hadiah, akan dia bawa pulang hari ini. Adnan bahkan sampai naik ke panggung, menggendong tinggi Tanaya ke udara, Banyu juga bersorak di atas sana bersama Rachita, wanita itu juga tak lupa memotret dirinya bersama hal tersebut untuk kenang-kenangan.

Terlihat sangat amat bahagia.

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

Pak Guru, Mau Jadi Papahku? ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang