Chapter 24

8.2K 535 5
                                    

"Benar, Pak, tapi apa Bapak gak papa?" tanya Rachita, dia tak mau merepotkan, tetapi entahlah hati kecilnya merasa dia mau diantar meski bisa saja memesan taksi.

"Tidak apa, saya memang ada urusan dekat sana, dan lagi anak-anak hari ini Jumat kebersihan. Jadi jelas kami para guru belum waktunya mengajar."

"Uh, lagi-lagi saya ngerepotin Bapak, makasih banyak, ya, Pak."

"Enggak kok, Bu. Mari." Mobil besar yang membawa mobil Rachita datang, lalu mereka pun menuju parkiran samping sekolah untuk Adnan mengambil mobilnya. Keduanya masuk di posisi masing-masing.

Dengan hati-hati, Adnan menjalankan mobilnya keluar dari parkiran, dan saat di jalanan menggunakan kecepatan stabil.

"Oh ya, Pak, kalau boleh tau. Ada keperluan apa di dekat kantor saya?" Rachita berbasa-basi.

Adnan tertawa pelan. "Sebenarnya sepele, tapi saya selalu aja kehabisan." Mendengarnya, Rachita agak bingung. "Di dekat kantor kamu, ada kan toko kecil yang berjualan kue-kue basah, selalu ramai di sana dan saya enggak ada waktu ke sana, kalau ada pun saya selalu kehabisan. Padahal itu enak-enak."

"Oh, itu." Rachita ikut tertawa. "Saya tahu, memang enak banget, Pak. Saya jadi mau beli buat orang kantor sama Banyu. Oh ya, gimana kalau Bapak saya traktir? Hitung-hitung, rasa terima kasih saya selama ini."

"Baik, saya terima, tapi next time saya ngajak Ibu dan Banyu, saya yang akan traktir. Apa hari Minggu Ibu libur? Saya dan Tanaya berencana ke kebun binatang, kalau iya saya pesankan tiket buat kalian."

"Baiklah, deal, sudah lama saya dan Banyu enggak jalan-jalan."

Berhenti di toko kue yang dimaksud, memang sesuai rumornya, ramai, untunglah keduanya kebagian. Setelahnya, Adnan mengantarkan Rachita ke depan kantornya.

"Biar saya bawakan, Bu."

"Eh, gak usah, Pak." Rachita tak enak ketika Adnan keluar.

"Ah, gak masalah, jam mengajar saya masih lama."

"Baiklah, terima kasih banyak, ya, Pak."

"No problem, Bu. Oh ini dibagikan ke orang kantor kan? Sekalian saja kita bagikan?"

"Boleh, kita mulai dari sana." Rachita menunjuk satpam kantor.

Keduanya dengan senang hati membagikan kue-kue basah untuk semua karyawan yang ada, semua karyawan dan karyawati menyambut hangat uluran tangan atasannya dan sebenarnya, di satu sisi, bertanya-tanya.

"Bu Rachita ada roman apa bagi-bagiin kue?"

"Itu siapa si pria tampan itu? Jelas bukan supir kan?"

"Mereka cocok banget, apa jangan-jangan kue ini ... mereka ...."

Cocoklogi terjadi, soal membagikan kue tanpa tanda-tanda lain, dan membawa seorang pria tampan di sisinya. Apa ini sejenis undangan pesta tunangan atau pernikahan? Atau sejenis tradisi sebelum melaksanakan itu? Tak ada yang berani berkomentar sampai akhirnya mereka sampai di atas.

Semua kebagian, dan sisanya untuk ....

"Pak, ini untuk Bapak." Sekretaris dan asisten Rachita.

"Bu, Ibu terlambat beberapa menit tak seperti biasanya dan ternyata membagikan kue ke para karyawan? Kenapa tak ditugaskan ke OB saja?" katanya, bukannya mengucap terima kasih. Wajah Adnan yang bahagia seketika berubah, entah kenapa ada hawa-hawa tak menyenangkan dan biasanya firasatnya benar.

"Sepertinya gak masalah, lagipula kan enggak ada jadwal penting pagi ini," jawab Rachita santai.

"Tetap saja, Ibu banyak pekerjaan." Ia menekankan, bahkan seakan tak menyadari ada Adnan di sini.

"Iya iya, baik. Pak Adnan, terima kasih banyak sudah mengantarkan saya, ya." Rachita tersenyum manis.

"Tak masalah, Bu. Terima kasih juga soal kuenya. Saya permisi dulu." Adnan pamit, ia berbelok ke arah lift.

"Bu, apa itu kekasih Ibu?" tanya sang sekretaris tiba-tiba.

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

Pak Guru, Mau Jadi Papahku? ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang