Empat

661 111 12
                                    


Harusnya hari itu menjadi hari yang paling membahagiakan bagi Anin dan Andaru. Andaru baru saja mendapatkan gelar sarjana teknik dari universitas paling bergengsi di Yogyakarta. Bagus Andaru Wicaksono, S.T. Dia bisa menyelesaikan studinya tepat waktu dan akan segera melanjutkan ke jenjang strata 2. Setelah Anin menyelesaikan S1-nya nanti, mereka akan menikah dan bahagia untuk selama-lamanya seperti kisah di dongeng.

Sayangnya kisah yang diharapkan akan happily ever after seperti kehidupan di dongeng harus berakhir sore itu.

Sore itu, selepas prosesi wisuda Andaru yang melelahkan, mereka berencana menghabiskan waktu di Kaliurang. Di sana ada vila milik ayah Anin. Rencananya mereka bersama beberapa teman akan mengadakan pesta barbeku sebagai syukuran atas kelulusan Andaru. Selain Daru dan Anin, ada Stella, Pramudya, Mika, Helmi, dan masih banyak teman yang lain. Anin tak khawatir tempatnya tak muat. Villanya luas, banyak kamar di sana.

Bapak sudah begitu mempercayai Andaru sehingga tak khawatir jika mereka menginap. Apalagi mereka bersama dengan banyak teman. Tak akan ada yang terjadi, pikir Bapak. Dan memang tak terjadi hal yang tak diinginkan karena Andaru selalu memegang komitmen untuk menghargai Anin sebagai perempuan.

Sayangnya tengah malam Andaru mendapatkan kabar kalau ayahnya terkena serangan jantung. Mau tak mau, Andaru sebagai anak lelaki satu-satunya pulang untuk menemani ibunya di rumah sakit.

Anin memaksa menemani Ndaru. Tak tega ia membayangkan lelaki yang dikasihinya menembus hujan dan kabut yang mulai turun. Hujan bulan Desember turun dengan derasnya di sepanjang perjalanan mereka.

Andaru mencoba sekuat tenaga untuk tetap fokus ke depan. Namun, pandangannya buram karena wiper tak sanggup membuat kaca menjadi lebih jernih lagi. Ditambah pula, kondisinya lelah dan mengantuk. Konsentrasinya terganggu. Ketika ada turunan dan tikungan tajam, mendadak ia tak bisa menguasai kemudi. Kecelakaan pun tak terhindarkan. Mobil mereka terjun ke jurang yang gelap.

Kondisi keduanya cukup parah dan segera dilarikan ke rumah sakit. Mereka masuk ke rumah sakit yang sama dengan tempat ayah Andaru dirawat. Andaru menderita luka memar di tulang rusuknya karena terhantam setir. Adapun Anin, menderita patah tulang kaki. Tak hanya itu, karena pertolongan datang agak terlambat, darah yang mengalir dari tubuhnya lumayan banyak. Ia harus mendapatkan transfusi darah.

Sayangnya golongan darah Anin termasuk langka.

"B rhesus negatif dan saat ini jenis ini tidak tersedia di PMI DIY. Kita masih kontak dengan PMI cabang kota lain," kata petugas yang menemui bapak Anin. "Atau, Bapak atau Ibu ada yang golongan darahnya sama?"

Ketika itu yang berada di unit gawat darurat ada beberapa orang. Selain Anin dan Andaru yang berada di brankar, ada ayah dan ibu Anin, ibu Andaru, sahabat-sahabat mereka juga juga ikut menyusul. Sayangnya tak ada seorang pun yang golongan darahnya cocok dengan Anin.

Ketika bantuan darah akhirnya datang, dari seseorang yang tak bisa disebutkan namanya, dan operasi Anin berjalan dengan sukses, tanya yang tersimpan dalam benak semua orang akhirnya keluar juga.

"Kalau golongan darah Mbakyu Nastiti dan Mas Suryo sama-sama A, mengapa Anin bisa memiliki golongan darah B?" tanya R. A. Widyarini, ibunda Andaru.

Kali ini dia tidak berbasa-basi bertanya karena pertanyaan itu sudah mengendap di otaknya selama berhari-hari. Karena, menurut ilmu yang pernah dipelajarinya, jika kedua orang tua memiliki golongan darah A, maka tak mungkin anaknya bergolongan darah B, apalagi rhesus negatif yang langka itu.

Wajah R. A. Nastiti pias. Tak pernah terlintas dalam pikirannya, ia akan mendapatkan pertanyaan semacam itu. Siapa yang mengira bahwa rahasianya akan tersibak hanya karena perbedaan golongan darah antara dirinya, suami, dan anaknya? Tepatnya, anak yang diakui sebagai anak kandungnya?

Maka karena ia tak bisa lagi mengelak, katanya,"Anin adalah anak Mas Surya dengan perempuan lain."

Kalimat itu diucapkan pelan dan dingin. Wajah Nastiti mengeras mengingat pengkhianatan yang pernah dilakukan suaminya. Sebetulnya, dalam lingkungan mereka, poligami bukan hal tabu. Tapi, dipoligami dengan rakjat jelata macam ibunya Anin tentu saja penghinaan yang luar biasa.

Widyarini yang mendengarnya kalimatnya memucat. Ini tak bisa dibiarkan. Ia tak mau punya menantu anak seorang pelakor meskipun anak itu kini sudah diangkat menjadi anak istri sah. Apalagi perempuan yang menjadi ibu kandung Anin itu tidak memiliki darah bangsawan.

Jadi, tanpa menunggu Anin sembuh dari patah kakinya, keluarga Andaru memutuskan pertunangan mereka. Anin tak berdaya. Selain patah kaki, ia juga patah hati.

Andaru pergi meninggalkannya. Melanjutkan S2 di luar negeri agar Anin tak bisa menyusulnya. Ibunya datang untuk memutuskan ikatan pertunangan.

Anin hancur. Lebur. Kakinya butuh waktu berbulan-bulan supaya bisa pulih kembali. Hatinya butuh waktu bertahun-tahun untuk pulih, tapi sampai sekarang tak bisa pulih. Jiwanya telanjur rusak. Ia tak bisa lagi mencinta. Ia tak bisa lagi memercayai orang lain. Ia tak pernah percaya lagi bahwa cinta bisa membuatnya bahagia. Karena ia pernah mencoba, namun sia-sia.

Prahara Mahendra pernah ia tarik ke dalam kehidupannya. Mencoba menegakkan diri dengan harga diri yang tersisa. Sayangnya hatinya belum pulih sepenuhnya. Bayang-bayang Andaru tetap menguasai hatinya, padahal ada bayi kecil yang hadir dalam hidupnya.

Anindita hancur. Ia membenci dirinya karena lahir dari perempuan yang merusak rumah tangga orang tuanya. Ia membenci dirinya yang membuat ibu yang membesarkannya tak bahagia. Ia membenci dirinya karena tak kuasa menahan Andaru untuk tetap berada di sisinya. Ia membenci dirinya. Ia tak bisa mencintai dirinya, apalagi mencintai orang lain.

Bayi kecilnya, suaminya, adalah orang-orang yang menjadi korban keegoisannya. Hingga akhirnya ia memutuskan pergi. Ke luar negeri. Mencari Andaru untuk menuntaskan masa lalu mereka.

Andaru berada di Inggris. Maka ia menyusulnya ke sana. Sayangnya, di depan apartemen yang ditinggali Andaru, ia melihat lelaki itu bersama dengan seorang perempuan yang tengah menggendong bayi. Mereka tampak bahagia sekali. Senyum lebar terpampang di wajah mereka. Senyum itu, yang membuat Anin akhirnya balik kanan dan menyelesaikan masa lalunya dengan Andaru.

Tapi ia terlalu malu untuk kembali ke Yogya pada anak dan suaminya. Karena tak ada cinta lagi di hatinya yang bisa dicurahkan kepada anak dan suaminya. Jadi, ia ke Jerman. Menyembunyikan diri di sana. Menyembuhkan hati, meskipun di Indonesia ada suami dan anak yang tengah menantinya. 

Melukat SekatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang