22. Siapa Tamu Istimewa Itu?

489 93 7
                                    


Sekar melangkah memasuki sebuah rumah berlantai satu yang masih cukup baru. Rumah itu tidak terlalu luas, tetapi halamannya asri, dipenuhi bunga-bungan yang terawat rapi. Ruangannya tak banyak, hanya ruang tamu kecil, dua kamar tidur dengan kamar mandi dalam, dapur, dan ruang tengah yang cukup luas dengan kapasitas 20 orang. Rumah ini bisa dibilang sederhana, berbeda sekali dengan rumahnya yang besar. Namun, meskipun sederhana, rumah ini menjanjikan kehangatan. Berbeda dengan rumahnya yang terasa kosong dan lengang.

Ini adalah rumah ibu kandungnya. Dulu, maminya tinggal di Jakarta bersama keluarga barunya. Namun, karena adik-adik Sekar—anak Mami dari suami yang sekarang—menetap di Yogyakarta, maminya memutuskan untuk ikut tinggal di sini. Meskipun berbeda rumah, ia bisa dekat dengan anak-anaknya. Termasuk dengan Sekar, anak perempuan yang ditemukannya kembali secara tidak sengaja karena menantunya ternyata mantan suami Sekar. Sebuah kenyataan yang cukup dramatis hingga cocok untuk dijadikan judul sinetron azab.

Awalnya ia canggung untuk masuk dalam keluarga yang tak dikenalnya, tetapi semuanya terkikis oleh kehangatan dan penerimaan yang tulus dari keluarga barunya. Ia bahkan sangat akrab dengan Didi, adik sekaligus istri dari mantan suaminya, ibu sambung Ami yang berhasil meyakinkan suaminya untuk memberinya kesempatan untuk dekat kembali dengan anak yang sudah ditinggalkannya sejak lahir.

Belakangan ini, ia juga memberikan kepercayaan kepada Laras, saudara kembar Didi, untuk mengelola resornya di Gunungkidul karena ibu muda itu butuh udara bersih untuk mendukung tumbuh kembang Rania, salah satu anak kembarnya yang sedikit kurang sehat. Laras tidak seberuntung Didi yang memiliki suami siaga. Suami Laras meninggal ketika anak-anaknya masih dalam kandungan. Meskipun demikian, Sekar tahu, ada lelaki muda yang dengan setia memantau Laras dan kedua anaknya. Ia adalah Kemal, yang kini ia percaya juga untuk mengembangkan resornya. Sayangnya lelaki itu hanya berani memandang Laras dari kejauhan, hanya untuk sekadar memastikan keselamatan Laras dan kedua anaknya.

Sekar turut berbahagia dengan keadaan kedua adiknya yang memiliki lelaki-lelaki yang sangat menyayangi mereka. Ia sadar bahwa di antara banyaknya lelaki brengsek di sekitarnya, ada orang-orang yang tulus mencintai pasangannya. Contohnya Agung, ayah tirinya, yang mencintai Mami, Prahara yang mencintai Sekar, Raja yang mengorbankan nyawanya untuk Laras, dan kini, Kemal yang setia memastikan keamanan dan kesejahteraan Laras, meskipun hanya dari jauh.

Ia harusnya melupakan tentang Bapak yang mengkhianati Ibu, Andaru yang meninggalkannya, dan si brengsek Badai yang tega memaksanya makan wortel. Ah, rasa sebal Sekar akibat paksaan makan wortel itu ternyata tak bisa hilang dengan mudah. Gara-gara Badai, ia terjebak di tengah hutan karena kehabisan bensin. Gara-gara dia pula, ia mesti kembali berinteraksi dengan Andaru, seseorang yang paling ingin dihindarinya.

Dua hari ini emosi Sekar rasanya terperas karena tiba-tiba saja ia berhadapan kembali dengan orang-orang dari masa lalunya. Pertama Badai yang sepaket dengan Ningsih. Kedua, Andaru. Jelas, nama ini bisa dipastikan akan menguras energi Sekar karena banyak energi negatif yang harus diatasinya. Sayangnya, semesta seolah bersekongkol untuk menghajarnya bersama munculnya orang-orang dari masa lalunya tersebut. Bagaimana tidak, dalam rentang waktu 24 jam saja dia bertemu dengan mereka dua kali.

Oh, bukan. Dua kali itu untuk Andaru. Untuk Badai, 3 kali. Di pabrik, di jalan, lalu pagi ini di rumah Bapak. Sama sekali tak terlintas dalam pikirannya bahwa bapaknya memanggilnya hanya karena Badai membawakan makanan kesukaannya. Khususnya, karena makanan itu masakan Mamak Niah kesayangan Sekar. Andai dia tahu maksud bapaknya, tentu ia akan datang sedikit lebih siang agar tidak bertemu dengan Badai.

Namun, bertemu dengan Badai pagi ini sudah cukup membuatnya puas. Setidaknya sakit hatinya kemarin terbalaskan. Bagaimana tidak, ia melihat Badai yang tersedak karena terkejut melihat kehadirannya. Rupanya Tuhan telah membalaskan sakit hatinya dengan tuntas. Untungnya Sekar bukan orang yang terlalu kejam. Karena kasihan, diberikannya botol minum yang awalnya dia siapkan untuk Ami. Dan lihat, betapa Badai berterima kasih atas pertolongan itu. Meskipun ia langsung meninggalkan Badai begitu saja, ia masih mendengar ucapan terima kasih yang keluar dari bibir Badai.

Pintu rumah dalam keadaan terbuka ketika Sekar sampai di teras. Rupanya Agung mendengar suara mobil berhenti sehingga lelaki yang baru saja memasuki masa pensiun itu langsung menyambutnya.

"Syukurlah kamu datang cepat," kata ayah tirinya. "Mamimu dari tadi ribut karena nggak ada yang bantu. Sudah Ayah suruh pesan saja, tapi katanya kurang sreg kalau bukan masakannya yang disuguhkan pada anak-anak."

Sekar tersenyum. "Asal nggak kecapekan saja, Yah. Harusnya Mami tadi panggil Sekar, jadi bisa ke sini lebih awal."

"Itulah Mamimu. Dia tak mau merepotkan anak-anaknya. Ya terpaksa Ayah ini yang jadi asistennya."

"Wah, asyik dong. Berduaan terus," goda Sekar yang disambut dengan tawa Agung.

Agung dan Arini adalah contoh pasangan ideal bagi Sekar. Hubungan mereka hangat dan penuh rasa sayang. Padahal Sekar tahu, sebelum mereka bertemu, mereka sudah mencintai pasangan masing-masing. Namun, waktu telah menunjukkan bahwa cinta mereka bisa kokoh bertahan meskipun ada masa lalu menyertai mereka. Arini tahu bahwa dalam hati Agung masih ada sosok Diana, istri pertama Agung yang meninggal karena kanker. Ia tak pernah ingin menggantikan Diana di hati Agung. Ia hanya ingin sedikit tempat kecil di hati suaminya. Nyatanya, penerimaan seperti inilah yang justru membuat kasih sayang Agung padanya terus bertumbuh sepanjang waktu, meskipun Agung tahu bahwa masa lalu Arini juga tidak terlalu bagus. Arini pernah dianggap sebagai perebut suami orang sekaligus anak durhaka karena rela meninggalkan keluarganya demi lelaki yang dicintainya. Nyatanya, lelaki itulah yang justru membawanya ke jurang nestapa, berpisah dengan anaknya selama hampir 30 tahun.

Sekar bahagia untuk mereka. Namun, berharap menemukan pasangan yang bisa menerima semua kekurangan dan masa lalunya, bukanlah hal yang mudah. Mungkin nyaris mustahil. Melihat kondisinya saat ini, akan sulit sekali menemukan orang yang benar-benar tulus mencintainya. Mereka bisa saja bilang karena mau menerima masa lalu Sekar, tapi siapa tahu mereka justru menerima Sekar karena masa depan mereka? Sekar kaya raya. Warisan ayahnya kelak, sudah dipastikan jatuh ke tangannya karena sudah diamanatkan Suryo. Siapa pun yang menikah dengan Sekar sudah pasti akan menjadi kaya raya pula.

Namun, Sekar adalah seorang perempuan biasa yang menginginkan kasih sayang sebagai mana perempuan lainnya. Akankah suaminya nanti tetap mencintainya jika tak ada harta yang dimilikinya lagi? Sanggupkah ia bersaing dengan hartanya sendiri untuk merebut perhatian suaminya kelak?

Rasanya tidak. Mungkin sebaiknya ia tidak pernah menikah lagi. Toh, ia punya Ami yang kelak akan mewarisi semua asetnya. Tapi, bukankah Ami pun akan jatuh ke dilema yang sama dengan apa yang dihadapi Sekar saat ini? Entahlah.

"Oh, untunglah kamu datang lebih awal, Ndhuk," suara Arini membuyarkan lamunannya. "Yang lain masih dalam perjalanan. Ayo bantu Mami menata lauk-pauk."

Sekar mengibaskan kepalanya untuk mengusir pikiran-pikiran yang terus memenuhi benaknya. Ia tak tahu, mengapa pikiran tentang menikah lagi tiba-tiba masuk dalam radar otaknya. Karena Agung dan Arini? Atau justru karena Andaru yang tadi menatapnya dengan tatapan yang sanggup merontokkan jantungnya?

"Mami mengapa masak sebanyak ini?" tanya Sekar begitu sampai di dapur. Dilihatnya dapur penuh dengan panci berisi makanan yang siap dipindahkan ke piring-piring saji. Ada beragam masakan Jawa yang menggugah selera.

"Ini semua kesukaan anak-anak. Mereka punya selera masing-masing jadi jatuhnya banyak masaknya," kata Mami khas seorang emak yang merindukan anaknya yang setahun tak pulang kampung. Padahal, Sekar tahu sendiri bahwa mereka rutin berkumpul setiap akhir pekan, minimal dua minggu sekali.

Dulu, waktu di Jakarta, Arini yang menyiapkan makanan. Sekarang, anak-anak membawa makanan sendiri. Mungkin itu yang menyebabkan Arini rindu memasakkan anak-anaknya. Melihat ini, tak urung Sekar sedikit iri. Ia tak pernah mendapatkan perhatian yang sama dari Nastiti.

"Hari ini ada tamu istimewa juga. Jadi, Mami tambahkan masakannya."

"Tamu istimewa? Siapa, Mi?"

"Tunggu sajalah. Nanti bisa kenalan sendiri," kata Mami penuh rahasia. "Ayo, sekarang kamu bikin teh. Kata Ami, tehmu enak sekali."

Sekar mengangguk. Tehnya memang enak karena ia punya resep rahasianya. Sembari meracik the, pikirannya terus menerka-nerka. Siapa tamu istimewa Arini? Maminya tak sedang menjodohkannya dengan seseorang, kan? Diliriknya Arini yang sibuk mengatur buah di atas piring. Tidak ada petunjuk sama sekali.

Sekar tak tahu, tamu istimewa Arini malam ini sudah sangat dikenalnya.  

Melukat SekatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang