⚠ tw // mentions of death, blood, and violence.
.
.
.Kini Haruto tengah berada di dalam bus yang akan mengantar nya ke halte terdekat dengan rumah. Tadinya dirinya di tawari oleh Junghwan untuk pulang bersama, tapi kali ini dirinya menolak tegas tawaran Junghwan.
Dari kaca bus, terlihat butiran-butiran air yang jatuh meninggalkan jejak di kaca tersebut. Guyuran itu semakin deras, sepertinya bumi sedang bersedih. Sama seperti nya, mood nya kali ini benar-benar menurun karena mengingat dirinya akan pulang ke 'rumah' bukan apartement.
Dirinya harus menyiapkan mental banyak. Ia yakin, saat dirinya masuk ke 'rumah' akan disuguhi cacian serta pukulan dari Ayah nya. Entah itu karena kemarin dia tak pulang ke rumah dan lebih memilih pulang ke apartement bunda nya, atau mungkin orang tua itu akan menyinggung perihal perban yang menempel di dahi nya. Orang itu pasti akan berkata bahwa Haruto tak pulang karena tawuran, belum lagi pipi nya yang masih ada jejak warna ungu itu menambah keyakinan si tua bangka.
Bus sedikit lagi berhenti di halte. Dirinya mulai mengantri untuk turun dari bus, beberapa orang langsung pulang ke rumah mereka. Sedangkan Haruto tengah bersiap untuk berlari menerjang hujan, juga bersiap dengan apa yang akan menghampiri dirinya ketika sampai di sana.
Jarak halte tersebut dengan rumah itu tidak cukup dekat dan tidak juga jauh. Itulah kenapa, saat dirinya sampai di depan rumah itu, seragam nya sudah basah. Walaupun tidak basah kuyup. Lalu dirinya menghela nafas berat.
Hhh, mari lihat apakah si tua bangka itu ada di dalam. Mungkin seperti itulah yang Haruto katakan dalam batin nya.
Saat dirinya membuka pintu, sudah terlihat seorang lelaki berumur itu terduduk di sofa dengan secangkir kopi panas. Lelaki itu menoleh saat mendengar suara pintu terbuka. "Masih ingat jalan rumah kamu?!" Ucap nya dengan nada dingin.
Sedangkan Haruto masih mematung di depan pintu, seraya menundukkan kepala nya. Bukan karena takut tapi karena ingin menutupi wajah nya saja. Kalian tau bukan? Wajah Haruto masih menyimpan beberapa bekas lebam.
Tuan Watanabe itu berdiri lalu berjalan mendekati Haruto. Tangan nya terangkat menjambak surai hitam milik putra bungsu nya, menarik nya ke arah belakang memperlihat kan wajah Haruto. "KALAU SAYA AJAK BICARA ITU TATAP MATA NYA!"
"SUDAH TAK PULANG SEHARIAN! PULANG-PULANG BABAK BELUR BEGINI! BERANTEM SAMA SIAPA KAMU HAH?!"
Haruto memejamkan matanya, lagi dan lagi kepala nya serasa sedang di gerogoti makhluk besar. "M-maaf." Hanya kata itu yang keluar dari mulut nya.
"ENTENG SEKALI KAMU MENGUCAP KAN KATA MAAF!"
Masih dengan jambakan pada surai si bungsu. Kemudian dengan tak berperi kemanusiaan, tuan Watanabe itu menyeret Haruto ke arah sofa. Dirinya itu mengambil cangkir berisikan kopi panas. "Anak sepertimu harus dihukum!" Ujar nya setelah itu menumpahkan kopi panas ke kepala Haruto.
Beruntung, Haruto dapat menutupi kepala nya dengan kedua lengan nya. Sehingga kini, kedua lengan putih itu melepuh.
Lagi-lagi si tua bangka itu menyeret Haruto ke arah kamar si bungsu, membuka pintu itu dengan tak santai lalu mendorong anak nya ke dalam kamar tersebut sampai terjatuh. Dirinya menutup pintu dengan kencang, kemudian terdengar suara pintu terkunci.
Haruto menggeram tertahan. Rambut nya sekarang banyak yang berjatuhan karena tadi dijambak lalu di seret. Sialan, kepala nya terasa mau putus.
Sesaat kemudian isakan kecil mulai terdengar dari kedua belah bibir Haruto. Isakan kecil itu mulai mengeras, untung kamar nya kedap suara.
"MATI! GUE PENGEN MATI! MATI LO!" Haruto berteriak, tangan nya memukul keras kepala nya. Tak peduli dengan rasa sakit yang ia rasakan saat ini.
"H-hiks! Gue pengen mati! Tuhan! Kenapa hik!"
"KENAPA GUE LAHIR SIALAN!"
Haruto bangkit dari lantai setelah selesai dengan tangisnya, lalu berjalan ke arah cermin yang tertempel pada almari nya. "Lo bodoh Haruto! HAHAHA! LO ANAK JALANG BEGO! LO ANAK HARAM!" Dirinya menunjuk pantulan nya sendiri di cermin.
Namun sedetik kemudian dirinya berlari ke arah ransel hitam nya. Membuka serta mengeluarkan isi yang ada di dalamnya, mencari benda yang bisa menenangkan nya dari ke-tidak warasan yang kini menghantui nya.
"Sialan! Obat nya mana anjing! AARHG!" Kesal tak menemukan obat penenang milik nya, dirinya meremat rambut nya sendiri. Menyalurkan kekesalan nya. Lalu kemudian, dengan kesetanan. Haruto mengacak-acak isi laci nya, lalu menemukan benda kecil yang ia cari-cari. cutter.
Tanpa peduli dengan tangan nya yang melepuh, Haruto mulai menggores kan benda itu ke pergelangan nya. Mulai dari garis demi garis, sampai kini berubah menjadi ukiran abstrak. Persetan dengan darahnya yang terus menetes membuat kotor lantai kamar nya sendiri.
Air mata nya kembali keluar, tapi tidak dengan isakan. Masih dengan mata yang memburam itu, Haruto kemudian menekan-nekan luka sayatan yang memenuhi tangan kiri nya. Sesekali dirinya menggunakan kuku nya sendiri, membuat luka sayatan semakin melebar dengan darah yang kembali menetes.
"Kenapa gue lahir? KENAPA GUE LAHIR KALO HIDUP GUE AJA GINI ANJING! Hahaha, miris banget hidup lo Har."
Dengan air mata yang masih keluar, Haruto memulai kegilaan nya yang lain. Haruto mulai menjambak dirinya sendiri, kemudian dirinya membenturkan kepala nya ke dinding dengan keras. Sampai ia merasakan cukup untuk pelampiasan nya, dirinya terduduk menyandarkan punggung sempit itu ke pinggiran ranjang.
Kesadaran sudah penuh, Haruto memejamkan matanya kala merasakan sakit yang amat menyakitkan sampai tertidur dengan posisi yang sama.
▁▁▁▁▁▁▁▁▁▁▁▁▁▁▁▁
Sekarang sudah tengah malam. Terlihat seseorang mengendap-endap ke arah salah satu pintu berwarna hitam. Orang itu mencoba membuka pintu yang terkunci dengan sebelah tangan dan tangan yang lain memegang sebuah wadah yang terisi obat.
Mendorong pelan agar tak membuat suara yang dapat membuat orang tua nya terbangun. Namun saat dirinya menoleh ke dalam kamar tersebut, dirinya mematung.
Orang itu melihat ke arah sang adik yang tampak kacau dengan luka-luka yang mulai mengering. Benda-benda yang tersebar dimana-mana. Bekas tetesan darah yang menempel di lantai juga seragam lecek nya. Serta sebuah cutter kecil yang tak jauh dari tubuh adiknya, masih dengan bercak darah yang menempel di cutter tersebut.
Tujuan awal orang itu hanya ingin mengembalikan wadah berisi pil-pil itu ke pemilik nya setelah dirinya mengetahui riwayat pembelian tersebut, orang itu sama sekali tak menyangka bahwa si pemilik kamar bisa se-kacau dan se-gila ini. Dirinya tak pernah tau bahwa adiknya sendiri dapat melakukan hal gila seperti ini.
TBC
![](https://img.wattpad.com/cover/338024994-288-k36534.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
HOME: The Disappointed [jeongharu]
Fiksi PenggemarIbarat sudah mati setengah, Haruto hanya memiliki setengah nyawa lagi untuk bertahan di tengah kekacauan hidupnya. ©2023, afhrudite