Bab 15

349 34 4
                                    


Haloo semuanya nggak nyangka udah 1k pembaca. Makasih banyak yang udah ngevote, komen, dan juga follow akun aku. Nggak bisa berkata-kata lagi saking terharunya.

Btw part ini bakal aku kenang di dalam benak aku. Soalnya di part ini banyak kejadian suka duka aku sebagai author.

Happy reading
°
°
°

Sore menjelang malam, pertarungan terus berseteru di antara dua kubu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sore menjelang malam, pertarungan terus berseteru di antara dua kubu. Luka yang tadinya belum kering kini telah terbuka lagi. Siapa lagi kalau bukan Cavan Ravindra.

Susah-susah dia menyembunyikan luka ini dari Adel. Tetapi lihatlah, luka itu semakin lebar dan mengeluarkan banyak darah.

Dead blood geng motor yang menjadi musuh bebuyutan Seirios kembali menyerang. Apalagi ditambah fakta yang mengejutkan semua orang.

"Hai Adik, kita berjumpa lagi?" Ketua Dead Blood mencoba memancing amarah anggota Seirios.

"Maksud lo Apa?" Siapa yang sudah terpancing emosinya? Tentunya dia adalah Rafandra.

Disaat semua orang masih sibuk untuk melumpuhkan lawan masing-masing, mereka dikejutkan dengan perkataan Keano.

"Bener kan Adik tersayang?" Dia menghiraukan ucapan Rafa dan kembali menatap Cavan dengan tatapan penuh seringaian.

Wajah mereka berdua telah terukir warna lebam kebiruan menyerempet keunguan. Tetapi tak mengindahkan semua luka tersebut. Mata mereka saling menatap tajam seolah perkataan Keano berdampak buruk bagi Cavan.

"Lo bukan Kakak gue, dan satu hal yang perlu lo tahu. Gue di rumah memang lemah karena gue masih ingat siapa Ayah gue. Tapi jangan harap untuk kali ini lo selamat dari gue Ke," jawabnya.

Tidak disangka emosi yang telah terendam kembali meluap ke permukaan. Tahu bukan marahnya orang yang emosi? Kekuatannya berkali-kali lipat lebih besar daripada kekuatan aslinya.

Itu yang dirasakan oleh Keano, dia selalu mengelak pukulan yang diberikan Cavan. Namun, bukan berarti dia menang. Melainkan keadaannya yang jauh dari kata baik.

Dia terkapar tak berdaya di atas tanah, tak terkecuali dengan anggotanya. Banyak dari mereka telah tumbang dari pertempuran ini.

"Bubar!" seru Keano dengan suaranya yang melirih.

"Gue pastikan lo bakal sengsara Adikku." Keano bersuara.

Ia dipapah oleh anggota inti karena untuk berdiri saja serasa tulang yang berada di dalam memberontak untuk keluar agar segera diobati kembali.

Cavan RavindraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang