Hampir setengah jam lamanya mereka di dalam ruangan dengan buku yang mendominasi dan kini akhirnya mereka selesai.
Alina memilih duduk di sisi pintu perpustakaan. Tubuhnya di sandarkan pada dinding perpustakaan yang cukup bersih. Matanya sesekali melirik Akbar yang tengah sibuk memainkan ponsel miliknya.
Napasnya terhela.
Akbar menoleh pada Alina ketika mendengar suara helaan napas pacarnya. Lelaki itu ikut duduk di samping Alina dengan tangan memegang ponsel.
"Ayo, kekelas," ajak Akbar tapi Alina menolak. "Nanti." katanya.
"Ayo-"
"Sebentar, gue capek." potong Alina. Akbar berdecih. "Lo ga ngapa-ngapain, ya, Lin."
Alina memberikan senyum malunya. Benar. Di dalam ia hanya duduk membiarkan Akbar yang membersihkan debu yang ada di sela-sela buku.
Alina diam. Memejamkan matanya sambil memikirkan bagaimana caranya ia bisa bolos. Sejujurnya, hari ini Alina sangat malas untuk belajar.
"Lo kekelas duluan aja, Bar. Gue mau ke toilet dulu bentar."
Akbar menggeleng. "Ga usah ngibul. Gue tau lo mau bolos."
"Dih!" decak Alina tidak suka. "So tau banget. Gue pengen berak, anjir, Bar."
Jemari Akbar melayang dan berhenti tepat di kening Alina, memberikan sentilan pada kening itu dengan wajah tanpa ekspresi. "Lo pikir gue ga tau. Gelagat lo dari di dalem udah ngetarain banget."
Alina mendekatkan diri pada Akbar. Memberikan senyum terbaiknya dengan maksud terselubung yang sudah direncanakan.
Akbar mendorong kening Alina dengan telunjuknya, "Jauh-jauh lo. Gue ga akan terpengaruh sama senyuman jelek lo!"
Gadis itu berdecak kesal. Membuang wajahnya dari Akbar. Beginilah kalo punya pacar yang sudah mengerti dengan segala taktik dan gerak-geriknya. Sulit untuk di bohongi.
"Liat aja. Nanti gue nyari cowo lain yang bisa di ajak bolos. Ga kaya lo-"
"Berisik. Ga ada yang tahan sama mulut kasar lo selain gue. Jadi, ga usah banyak gaya." Akbar memotong ucapan Alina dengan santai tanpa beban.
Gadis itu kembali berdecih. Akbar berbicara seakan-akan dirinya tidak pantas di miliki orang lain. Sial.
Keduanya diam.
Diam-diam, Akbar melirik Alina yang seratus persen hanya diam melamun. Wajah tenang Alina adalah wajah yang paling Akbar suka. Ketenangan Alina adalah hal yang langkah. Sebab gadis itu akan selalu menunjukan sisi ceria, jutek dan jangan sampai tertinggal, ucapan kasar serta tingkah laku kurang ajar yang siap sedia keluar kapanpun dan di manapun.
"Kemarin lo kemana?"
Pertanyaan dadakan itu membuat Alina bingung. "Kapan?"
Tanpa menoleh Akbar menjawab. "Kemarin. Septa sama Vivi masuk kelas terus kalian langsung keluar kelas sampai masuk kelas telat."
"Jangan bilang dari perpus. Gue ga yakin cewe kaya lo masuk perpus."
Baru saja mulut Alina ingin mengatakan hal yang serupa. Namun di urung karena apa yang di katakan Akbar benar. Mereka tidak pergi ke perpus.
"Gudang." jawabnya begitu saja.
Alis Akbar bersatu, untuk apa ketiga gadis itu memasuki gudang sekolah yang sepi dan kotor. "Nyebat lagi lo?" tuduhnya.
Alina menatap Akbar dengan senyum senis. Sedetik kemudian gadis itu menggeleng. "Nemenin Septa ketemuan sama Wijaya."
"Ngapain?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Tragedi Cinta
أدب المراهقينTragedi Cinta. Keluar Zona beranak. *** Akbar dan Alina adalah sepasang kekasih yang hubungannya sudah tidak menjadi rahasia. Alina yang banyak tingkah serta memiliki paras yang cukup kuat bertemu dengan Akbar yang cuek dan masa bodo. Sifat Akb...