"Ah, bangsat!"
Abun memasukan ponselnya kasar. Ia memaki dan menyumpah serapahi Alina yang terus menerus menolak ajakan dirinya untuk mengecek lokasi dan orang yang ia temukan di rekaman CCTV tersebut.
Ini sudah kali ke empat Alina menolak. Sejak tadi pagi Abun terus membujuk Alina untuk bercerita ada masalah apa hingga gadis itu kehilangan semangat. Namun, Alina hanya terus menjawab 'gapapa' dan 'gapapa'.
Abun yang sudah malas memutuskan untuk pulang terlebih dahulu. Awalnya, Alina akan ikut dengannya seperti apa yang di rencanakan kemarin. Namun tadi saat Abun memastikannya kembali, Alina kembali menolak dengan alasan mengantuk dan ingin tidur.
Sial.
Abun benar-benar kesal.
Motor metik itu berjalan keluar sekolah dengan mulus berdampingan dengan beberapa motor teman-temannya. Di belakang motor Abun ada Akbar yang memperhatikan Abun dengan mata tajam. Lelaki itu ingin sekali menghampiri Abun dan bertanya yang sebenarnya terjadi. Tapi gengsi mengalahkan semuanya.
Motor Akbar keluar dengan mulus. Di halte bus, Akbar melihat ada Alina yang sedang duduk dengan ponsel di tangannya. Pandangan gadis itu lesuh bagai tidak memiliki energi.
Akbar membutakan mata, ia memilih menancapkaan gasnya tanpa perduli dengan apa dan siapa Alina pulang.
***
Ojek online yang di tumpangi Alina berhenti di depan rumah besar milik kedua orang tuanya. Alina turun, membayar dan tidak lupa mengucapkan terima kasih pada abang onjol yang sudah mengantarkannya dengan selamat.
Alina masuk ke dalam rumah. Berjalan lesuh menuju dapur lalu duduk di kursi makan. Menuang air yang selalu ada di atas meja makan dan meminumnya hingga tandas.
Napasnya di hembuskan dengan kasar secara berulang. Matanya terpejam dengan posisi tubuh yang bersandar pada sandaran kursi.
Hari ini tidak banyak aktifitas yang ia lakukan, tetapi ia merasa tubuhnya amat lelah seperti baru saja melakukan pekerjaan yang berat.
Napasnya kembali berhembus tapi kali ini melalui mulut. Otaknya memutar ucapan Septa yang terus menyuruhnya meminta maaf lebih dulu dan ucapan Vivi yang menentangnya untuk meminta maaf.
Konsekuensi dari setiap perbuatan yang akan ia lakukan adalah konsekuensi yang cukup berat. Menuruti Septa maka ia akan kehilangan harga diri, menuruti Vivi maka ia akan kehilangan Akbar.
Lalu apa yang harus ia lakukan?
Kembali menghela dengan berat.
"Ngehelanya kaya yang punya beban sekintal aja."
Alina spontan membuka mata setelah gendang telinganya menerima suara yang begitu familiar di telinga. Alina menemukan mamanya yang sedang berdiri dengan tangan di silangkan di depan dada.
Pakaian yang di gunakan Sinta membuat Alina gagal fokus. Bukankah Sinta memiliki jadwal malam? Lalu mengapa di jam satuan sudah rapih?
"Mama mau kemana?"
Sinta tersenyum. Meletakan tasnya di atas meja lalu berjalan lebih dulu pada dapur, membuka kulkas untuk mengambil sekaleng minuman ber-ion yang ada di dalam kulkas.
Sinta mendekat lagi dengan membawa minuman tersebut. Duduk di samping Alina yang masih senantiasa menunggu jawaban atas pertanyaannya.
"Abis nganterin Papa." wajah Alina di raup oleh Sinta. "Ngeliatinnya biasa aja kali."
Dengan wajah penasarannya Alina bertanya. "Nganterin Papa kemana? Bandara?" tanyanya asal.
Tanpa di duga, Sinta mengangguk membuat Alina terkaget. Bukankah sore nanti Raka baru berangkat? Mengapa sekarang berubah?
KAMU SEDANG MEMBACA
Tragedi Cinta
أدب المراهقينTragedi Cinta. Keluar Zona beranak. *** Akbar dan Alina adalah sepasang kekasih yang hubungannya sudah tidak menjadi rahasia. Alina yang banyak tingkah serta memiliki paras yang cukup kuat bertemu dengan Akbar yang cuek dan masa bodo. Sifat Akb...