Pagi hari tiba. Semua orang kembali melalukan aktivitas yang sama seperti sebelumnya begitu juga dengan Alina.
Gadis itu sedang duduk di lantai teras sambil mengikat tali sepatunya. Wajahnya sayu, bibirnya terus menerus menguap pertanda ia masih mengantuk.
Selesai dengan ikat mengikatnya, Alina bangun. Berjalan pada pos satpam depan rumahnya, duduk di kursi yang di sediakan oleh pak Kasep beberapa detik yang lalu. Ia tengah menunggu kedatangan Akbar yang katanya sudah on the way dari sepuluh menit yang lalu.
Baru saja ingin mengambil ponselnya, tapi di urung sebab motor hitam dengan Akbar sebagai pengendaranya sudah tiba. Dengan senyum tipisnya Alina mendekat, menyalimi Akbar yang tentu saja hanya diam tanpa ekspresi.
Motor berjalan setelah memastikan Alina sudah duduk dengan aman. Di perjalanan, Alina memilih diam dengan rasa kantuk yang mendominasi, ia juga merasakan ada yang tidak beres dengan perutnya.
Sejak pagi, perutnya sudah memberikan gejala-gejala diare. Namun Alina tidak mempetdulikannya.
Kepalanya ia dekatkan pada telinga Akbar agar suaranya terdengar. "Bar, bisa ngebut dikit ga, perut gue sakit."
Tanpa babibu, Akbar langsung menaiki kecepatan motornya. Alina memberikan tabokan pada pungung Akbar yang hanya diam. Ia hampir saja terhuyun kebelakang.
"Sialan!" makinya tidak terdengar oleh Akbar.
Lima menit lamanya mereka dalam perjalanan, akhirnya tiba. Alina dengan terburu-buru turun dari motor, menyalimi Akbar dengan kasar lalu berlari menjauhi parkiran.
Akbar yang menyaksikan tingkah pacarnya sudah tidak lagi khawatir. Ia sendiri sibuk membenarkan posisi motornya lalu berjalan meninggalkan motor setelah memastikan semuanya aman.
Dalam perjalanan, Akbar bertemu dengan Jovan, teman satu kelas sekaligus satu mejanya. Jovan menawarkan Akbar minuman bersoda yang sedang lelaki itu minum, tapi Akbar menolaknya dengan gelengan.
"Langsung kekelas apa ngantin dulu?" tanya Jovan.
Akbar menoleh pada temannya. "Kelas."
Jovan mengangguk saja.
***
Sampai di kelas mereka yang ada di lantai dua, Akbar langsung masuk dengan Jovan di belakangnya. Sorot mata lelaki itu ada pada kursi Alina yang masih kosong. Bahkan, tasnya saja belum terlihat.
Akbar duduk di susul Jovan. Jovan dengan santainya memilih menaikan kakinya pada meja dan lelaki itu siap untuk bermain game Mobile Legendnya.
Akbar. Lelaki itu belum bisa tenang. Matanya masih terus menatap pintu kelas berharap Alina lekas masuk kedalam kelas. Namun sepertinya gadis itu sedikit lama di dalam toilet.
Tidak lama, Alina masuk dengan Septa dan juga Vivi yang setia di sampingnya. Akbar yang melihat jika pacarnya sudah masuk kedalam kelas merasa tenang. Ia pun memutuskan untuk memainkan ponsel sambil menunggu bel masuk berbunyi.
Di pojok sana, dengan tampang lesuhnya, Alina duduk. Meletakan tas hitamnya di atas meja lalu tanpa memperdulikan dua temannya yang sedang asik bercerita, ia merebahkan kepalanya di atas meja dengan bantalan tas miliknya tadi. Tangan kanannya ia gunakan untuk menekan perut yang sakit agar tidak begitu terasa. Ini adalah cara jitu untuk Alina.
Matanya terpejam.
Tidak ada sepuluh menit, guru berpostur tegap dengan kumis seperti lele itu masuk membuat satu kelas kalang kabut dan dengan cepat duduk di tempat mereka masing-masing.
Pak Gilgo duduk di kursi kebangsaan semua guru. Meletakan tas yang ia bawa di atas meja lalu matanya mulai menyensor setiap kursi yang ada di kelas IPA 2.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tragedi Cinta
Teen FictionTragedi Cinta. Keluar Zona beranak. *** Akbar dan Alina adalah sepasang kekasih yang hubungannya sudah tidak menjadi rahasia. Alina yang banyak tingkah serta memiliki paras yang cukup kuat bertemu dengan Akbar yang cuek dan masa bodo. Sifat Akb...