Di hukum berdua

5 1 0
                                    

Motor besar berwana hitam itu memasuki halaman sekolah yang sudah amat ramai. Akbar membawa motor itu pada parkiran yang sudah di sediakan oleh pihak sekolah dan berhenti.

Alina turun, berdiri di samping motor, menunggu Akbar yang terlihat membenarkan posisi motor miliknya sehingga motornya sejajar dengan motor yang lainnya.

Akbar selesai.

Lelaki dengan pakaian rapih serta wangi itu menatap Alina yang tengah menatapnya juga. Alina menyodorkan jaket hitam milik Akbar yang semula ia pakai untuk menutupi pahanya yang bisa terekspos dengan jelas jika menaiki motor.

"Bawain." katanya menjeda. "Gue mau ke kantin dulu." sambungnya.

Alina mengangguk. Menyalimi Akbar lalu berjalan meninggalkan Akbar tanpa suara.

Di tempat. Akbar masih diam, memperhatikan kekasihnya yang sudah menjauh siap untuk berbelok. Ia tersenyum.

Plak

Lelaki berpakaian rapih itu menoleh ketika merasakan bahunua di tepuk. Ia menemukan Gian yang berdiri di samping dengan wajah nyeleneh yang laki-laki itu miliki.

"Bapak sama Emak gue kalah romantis sama lo berdua, Bar." kata Gian meledek. Akbar hanya tersenyum tipis untuk sekedar menghormati lalu setelahnya Gian pamit masuk kedalam kelas lebih dulu.

Akbar kembali diam. Membahas tentang kebiasaan Alina yang di anggap lebay oleh sebagian temannya tapi justru itu adalah hal yang membahagiakan untuk Akbar.

Ia dan Alina memang sudah memakai kebiasaan itu sejak awal berpacaran atau sekitar satu tahun empat bulan lalu. Hal itu bermula karena papa Alinalah yang menyuruh dengan alasan sopan santun.

Dan, dari situlah kebiasaan itu berlanjut hingga detik ini.

***

Segerombolan siswa siswi berkumpul memenuhi kelas XII IPA 2 yang sedang mengadakan konser gratis. Sia yang berada di posisi paling depan bersama dengan Gracila sibuk dengan ponsel mereka untuk sekedar merekam dan memasukan pada sosial media masing-masing.

Suasana di sini panas. Bisa di katakan sangat panas. Kehadiran seorang siswi dari kelas sebelah membuat satu kelas bahkan luar kelas heboh.

Siswi itu bernama Aurel. Gadis berpakaian tidak rapih itu datang-datang langsung berteriak memanggil nama Vivi. Vivi yang awalnya sedang bermain ponsel jadi berdiri berhadapan dengam gadis itu yang sudah ia tau identitasnya dan apa tujuannya datang kekelas IPA 2.

"Dari tadi diem aja. Jawab ANJING!" teriak Aurel lagi setelah teriakan sebelumnya di abaikan oleh Vivi.

Vivi yang di teriaki itu memilih diam dengan tangan yang di silang dada. Jika ia meladenin orang di depannya saat ini, itu akan sama seperti memberi makan hewan yang sudah mati.

Sia-sia.

Di belakangnya, ada Alina dan Septi yang setia menemani dengan bibir terkunci. Mereka memilih menjadi penonton karena ingin melihat sampai mana tindakan seseorang di hadapan mereka saat ini.

"Ga usah teriak-teriak. Malu." Vivi akhirnya bersuara setelah sekian lama gadis mancung dengan rambut hampir sebokong itu memilih diam.

"Hallah! Ga usah banyak gaya lo!" kembali berteriak dengan nyaringnya. Aurel terlihat amat sangat emosi saat ini. Wajahnya menggambarkan kebencian yang begitu dalam pada Vivi. Berbanding terbalik pada Vivi yang justru menatap Aurel tenang.

"Dia ga banyak gaya, Rel. Lo yang banyak ngomong." Septa buka suara. Ia geram dengan Aurel yang terus menerus meneriaki temannya dengan kalimat kasar.

Aurel maju selangkah begitu juga dengan Septa yang menarik mundur Vivi dan memilih memajukan dirinya sendiri sebagai tameng.

Tragedi Cinta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang