Akbar cemburu

2 1 0
                                        

Hampir dua puluh menit Akbar belum juga keluar dari kamar. Alina yang sudah berusaha semaksimal mungkin menahan rasa penasaran itu semakin gelisa.

Ia ingin tau, luka karena apa pelipis pacarnya dan mengapa luka itu bisa ada.

Akbar memang selalu seperti ini jika memiliki masalah. Ia tidak akan pernah mau langsung bercerita membiarkan orang terdekatnya mati penasaran.

"Akbar kenapa lama ya, Bun?"

"Tidur mungkin."

"Aku gemes banget sama pelipisnya, Bun. Di tanya kenapa malah marah." adu Alina berniat mencurahkan perasaannya pada ibu dari pacarnya.

Namira tertawa saja mendengar ucapan Alina. Sejak tadi Alina terus menceritakan sikap Akbar pada dirinya. Mulai dari yang baik sampai yang buruk semua Alina ceritakan.

"Coba, nanti kamu kompres pake es batu-"

"Sekarang, Bun?" potong Alina bersemangat.

Kembali tertawa. "Nanti sayang. Tunggu sebentar lagi."

Alina bersorak kecewa. Gadis itu kembali meminum jus yang Namira siapkan untuknya tadi. Ia juga memakan kue kering buatan Namira yang di sediakan di atas meja makan.

Namira bangun, berjalan pada dapur, mengambil sebuah toples kaca dan juga kantong plastik. Memasukan toples berisi kue kering buatannya pada plastik dan di berikan pada Alina.

"Nanti bawa pulang. Bilang Mama, Bunda sendiri yang buat." amanahnya.

Alina mengangguk, mencari tas dan baru inget jika tasnya tadi di bawa paksa oleh Akbar.

"Ah ellah." gerutunya pelan.

Keduanya diam menikmati makanan yang di sediakan. Alina yang diam karena bingung dengan perubahan sikap Akbar sementara Namira bingung harus bagaimana dengan anaknya.

Di sesi diam mereka, seseorang masuk. Membawa berbagai jenis bahan dapur yang baru saja dirinya beli.

"Assalamualaikum, Bun..."

Mely masuk. Namira spontan bangun, membantu Mely membawa plastik-plastik tersebut.

"Eh, ada Alina," ucapnya ketika menyadari ada Alina.

Alina menoleh, tersenyum cerah pada Mely. Menyalimi Mely yang sudah jelas lebih tua darinya.

"Apa kabar, Mba?" tanya Alina basa-basi.

"Baik dong. Kamu?"

"Sama dong..."

Semua tertawa. Diam-diam, Namira menyiapkan sebuah wadah yang berisi es batu dan juga sebuah kain yang akan di gunakan untuk mengkompres pelipis anaknya.

"Nih, sana di kompres dulu pelipis ayangnya." ledek Namira. Alina menerima dengan senang hati sambil berkata. "Siap laksanakan calon mertua."

***

Di kamar, Akbar yang sudah berganti pakaian nampak diam dengan sesuatu di tangannya. Matanya terus fokus pada benda persegi panjang dengan layar menyala itu sampai tidak sadar jika ada Alina di depan pintu kamarnya.

"Akbar!"

Akbar terkejut. Ia menonggak menemukan Alina yang berdiri dengan sebuah baskom di tangan. Gadis itu berjalan masuk, meletakan baskom berisi air dan juga es batu di atas meja dengan kasar lalu dengan gerakan kilat mengambil ponsel hitam yang di pengang Akbar. Miliknya.

"Lo apa-apa sih!?" tanyanya berteriak.

Akbar memperhatikan gerak gerik Alina yang sedikit beda. Gadis itu panik, tidak seperti biasanya. Alina seakan menyimpan sesuatu di dalam ponsel tersebut.

Tragedi Cinta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang