Bab 6

196 162 268
                                    

"Jika memang aku tidak diharapkan, kenapa tidak membuangku saja? Itu lebih baik bagiku, daripada kalian menyiksaku seperti ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jika memang aku tidak diharapkan, kenapa tidak membuangku saja? Itu lebih baik bagiku, daripada kalian menyiksaku seperti ini."

****


"Sshh," Melody menundukkan wajahnya, merasakan setiap sensasi kepedihan yang tiap hari jadi santapannya.

Air matanya luruh tanpa melirik sang Ayah yang masih saja membentak, bahkan memukulnya tiada henti. Ucapan serta pukulan yang sangat menyakitkan itu, sangat menusuk hatinya berkali-kali. Dia berusaha menghapus air matanya, tapi nihil, buliran tersebut tidak bisa berhenti.

Melody hanya meringis menahan rasa sakit yang sering dialaminya. Melawan pun, apa daya? Sang Ayah, malah semakin menyakitinya.

"Aw!"

"Rasain!" sang Ayah semakin menguatkan jambakannya pada rambut anak gadis semata wayangnya tersebut. Satu tangan lainnya, mulai mencekik leher Melody tanpa ampun.

"A-yah, le-lepas," nafas gadis itu mulai tersengal-sengal, akibat cekikan dari sang Ayah.

"Berhenti panggil saya Ayah! Saya bukan Ayah kamu!" nada bicaranya semakin meninggi. Bahkan dirinya tidak melepaskan jambakan serta cekikan itu.

Melihat Melody yang mulai lemas, langsung dilepaskan oleh sang Ayah. Dia mulai terbatuk-batuk dengan mengeluarkan darah segar dari mulutnya yang dengan segera ia tutup menggunakan tangannya. Terlihat jelas tubuhnya yang bergetar hebat akibat menahan kepedihan, baik raga ataupun jiwanya. Melody bisa merasakan bahwa nyawanya akan melayang. Deru nafasnya tak beraturan, menatap nanar sosok Ayahnya yang sedang berada di hadapannya ini.

Di sisi lain, Bimo sebenarnya ingin lebih menyiksanya. Tapi ia takut jika Melody akan meninggal yang ujung-ujungnya berakibat fatal pada keluarganya dan reputasinya juga.

"Untuk kali ini kamu beruntung karna saya tidak langsung menghabisi nyawamu, tapi lain kali ..." ucap Bimo menggantung.

Plak

Tamparan keras mendadak mendarat dengan sempurna di pipi kanan milik Melody, refleks, ia terkejut. Melody meringis sembari memegang pipinya yang sudah dipastikan akan memerah, bak kepiting rebus.

"Ya Tuhan ... kuatkan aku."

Melody berjalan tertatih-tatih untuk sampai pada pintu kamarnya, seluruh tubuhnya sudah hancur. Ia sakit luar dan dalam. Entah dosa apa yang sudah ia perbuat ketika di dalam kandungan, hingga dirinya bisa mendapatkan perlakuan seperti ini. Jika dibandingkan dengan hewan, bahkan hewan saja tidak diperlakukan seperti ini, mereka disayangi. Berbeda dengan dirinya, yang malah disiksa mati-matian.

Haruskah dirinya mati?

Akankah mereka bahagia, jika dirinya tidak ada di dunia ini?

Akankah mereka bahagia, jika dirinya tidak ada di dunia ini?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Touch Your Heart [Tahap Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang