Bab 7

167 136 187
                                    

"Broken home, lebih sakit daripada broken heart

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Broken home, lebih sakit daripada broken heart."

****

Ada kalanya, kesepian menemani. Kadang kala, ketika kekesalan itu memuncak, aku ingin melawan.

Kenapa keluargaku hancur?
Kenapa semua orang menertawakan ku?
Kenapa aku tidak bisa merasakan kasih sayang seperti yang mereka rasakan?

Ketika air mata menetes, tidak ada yang bisa mengubah. Keluarga tetap seperti itu.

Hancur, tak bersisa.

Kenapa sesulit itu untuk mendapatkan kasih sayang dari mereka?

Apa salah ku?

Seharusnya rumah adalah tempat terbaik untuk pulang.

Bagi sebagian orang, lebih baik menghabiskan waktu di rumah daripada menghabiskan waktu di luar.

Tapi, bagiku sebaliknya. Alangkah lebih baik, jika aku tidak berada di rumah. Daripada mendapat cacian serta makian dari kedua orang tuaku, bahkan mereka tak segan untuk melayangkan tangannya.

Kalian tau, apa yang paling berat? Bukan rindu. Tapi menjadi anak broken home.

Jangan jadi anak broken home. Broken home itu berat, biar aku aja.

You can change yourself if you want to change.

Jadi anak broken home itu pahit. Pahit banget, sampe rasanya gak pengen rasain. Haha. Lagi pula, siapa yang mau jadi anak broken home?

****


Suara isak tangis menyelimuti kamar tersebut. Tetapi hal itu tidak pernah dihiraukan oleh kedua orang yang sedang ribut di bawah sana.

Keadaan kamar yang berantakan, sudah mewakili segala kesedihan yang dirasakan oleh gadis tersebut. Buku-buku berserakan di lantai, bahkan selimut dan bantal tidak ada pada tempatnya. Satu kata yang bisa menggambarkan semua ini, menyedihkan.

"SELAMA INI AKU BANTING TULANG, KERJA BUAT BANTU KEUANGAN KELUARGA KITA. TAPI KAMU, KAMU SEENAKNYA SELINGKUH DI BELAKANG AKU!"

"OH, KAMU PIKIR CUMA KAMU YANG BANTING TULANG, HAH?!"

"LELAKI MACAM APA KAMU?! DISAAT ISTRINYA IKUT NAFKAHIN, CARI UANG BUAT KELUARGANYA, TAPI KAMU MALAH BERSELINGKUH!"

"BUKAN URUSANMU! KAMU DAN ANAKMU, SAMA SAJA! TIDAK BISA DIATUR!" bentak Bimo.

"OKE JIKA SEPERTI ITU, SAYA AKAN BAWA MELODY. DAN SAYA AKAN TALAK KAMU! LELAKI TIDAK BERGUNA! TIDAK BRENGSEK!" jerit kekesalan sang Ibu.

"SAYA TIDAK AKAN MELEPASKANMU DAN MELODY! INGAT, SELAMANYA KALIAN BERDUA HANYALAH BONEKA BAGIKU!"

Teriakan terus terngiang-ngiang di telinga Melody. Dia lelah, sangat lelah melihat keadaan keluarganya. Rasanya sehari saja tidak pernah ada kedamaian di rumah ini.

Melody bangkit dari tempat tidurnya, mengambil headphone di nakas. Lalu memutar musik dari headphonenya, guna mengusir suara keributan antara suami istri tersebut. Ini kesalahannya. Salahnya karena dirinya hadir di tengah-tengah mereka berdua.

"Yah ... Bu ... kalo udah gak cocok, kenapa masih dipertahankan?"

"Kenapa gak pisah aja?"

"Seenggaknya kalo kalian pisah, Ody gak bakal liat kalian berantem tiap hari."

"Ody tau, Ayah cuma pengen terlihat derajatnya mewah dimata orang, tapi tidak bagiku. Aku hancur."

"Bu, Yah ... kalian sadar gak, setiap kalian lemparin barang dan caci serta makian dari kalian, aku ada di sana dan denger semuanya? Liatin kalian sambil nangis."

"Sadar gak, kalo aku nyalahin diri sendiri atas semua pertengkaran kalian?"

"Ody cape."

"Boleh, Ody nyerah?"

Ia kembali menenggelamkan wajahnya pada boneka kesayangannya sembari menahan tangis. Headphone itu masih terpasang sempurna di telinganya, hingga ia terlelap.

Satu jam kemudian, setelah musik yang diputarnya sudah berhenti. Ia terbangun dari tidurnya. Ternyata pertengkaran kedua orang tuanya belum berakhir. Ia mendengus kesal. Melody mengacak rambutnya, frustasi.

Ponsel miliknya berdering, ternyata itu Jun. Pas sekali. Tanpa menunggu waktu lama, ia mengangkat panggilan tersebut.

Melody pamit pada Jun, dirinya akan segera mandi dan bersih-bersih, tanpa memutuskan sambungannya. Ia akan menyegarkan pikirannya dengan air dingin. Jika dipikir-pikir lagi, Melody bukannya tidak ingin melerai pertengkaran keduanya. Melody tau, jika dirinya ikut campur, pertengkaran mereka semakin menjadi-jadi. Dan bisa dipastikan, dirinya juga akan terkena imbasnya.

Tok ... tok ... tok ....

Terdengar suara ketukan pintu dari arah luar, Melody dengan segera membuka pintu kamar mandinya.

"Non Ody."

Teriakan itu membuat Melody menghentikan kegiatannya.

"Kenapa, Bi?" teriak Melody.

"Ada Den Jun."

"Loh?" Melody melihat panggilan tersebut sudah terputus secara sepihak. "Nanti Ody turun."

Setelah mendengar ucapan dari Melody, sang asisten rumah tangga tersebut langsung pergi.

Setelah selesai mandi, Melody tidak mendengar suara keributan itu lagi. Mungkin sudah selesai? Setelah selesai berpakaian dengan lengkap, ia memutuskan untuk turun. Dan benar saja, kedua orang tuanya sudah pergi. Di sana hanya ada Jun, dengan tangan melambai dan senyum secerah masa depan.

Melody melihat keadaan rumah yang sangat kacau, berantakan seperti kapal pecah. Ia menghela nafas dan memunguti beberapa pecahan vas bunga yang menghalangi jalannya.

Pergelangan tangannya dicekal oleh Jun.

"Biar gue bersiin."

Melody tersenyum sekilas, lalu membiarkan Jun membereskan sisa kekacauan yang dibuat oleh kedua orang tuanya.

"Ibu sama Ayah lo, berantem lagi?" tanya Jun, dengan hati-hati.

"Ya biasalah, tiada hari tanpa berantem."

"Lo gak apa-apa?"

Melody menoleh pada Jun, ia memandang lelaki tersebut dengan tatapan terluka.

"Ck, gue bersyukur lo gak apa-apa. Maksudnya, lo baik-baik aja, tanpa ada luka sedikitpun. Tapi mereka emang gak inget umur, ya," sahut Jun dengan wajah masam.

 Tapi mereka emang gak inget umur, ya," sahut Jun dengan wajah masam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Touch Your Heart [Tahap Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang