"Perihal kebahagiaan, aku hanya ingin merasakannya, meskipun itu hanya sedikit. Apa boleh, Tuhan?"
****
Di dunia ini, semua manusia memiliki cerita mereka masing-masing. Entah perihal tawa, duka, suka, luka, atau apapun yang tak jarang abu, biru, ungu, dan kelabu. Semuanya berbeda. Maka dari itu, Melody menyadari bahwa hidupnya bukanlah yang terburuk ketika sedang pilu, bukan juga yang terbaik ketika sedang seru.
Pernahkah kamu mendengar tentang semakin malam, maka seseorang akan semakin jujur? Maka mungkin inilah yang terjadi pada Melody saat ini.
Air matanya kembali mengalir. Jujur, ia juga manusia yang kelelahan untuk menunggu waktu itu datang. Waktu dimana dunianya terlihat baik-baik saja.
Ia pernah mencari jawaban atas pertanyaan seperti, apakah ia bisa bahagia dalam hari-harinya yang muram? Apakah ia bisa bahagia dalam harinya yang mengecewakan? Apakah ia bisa bahagia dalam beban sebagai anak tunggal dan pewaris perusahaan, tapi tidak dianggap ada? Dan apakah ia bisa bahagia dalam keadaan keluarganya yang berantakan?
Hidupnya bahkan berjalan seperti mayat yang dipaksa hidup. Karena tak pernah sekalipun Melody merasa hidupnya bahagia.
Namun suatu hari, ia mendengar seseorang berkata, bahwa bahagia itu tidak berpatok pada standar. Bahagia itu bukan hanya tentang seseorang yang hidupnya nyaman, bukan tentang seseorang yang keluarganya tak berantakan. Bukan. Tapi bahagia jauh lebih sederhana dari itu. Seperti se-sederhana melihat matahari di pagi hari, sesederhana melihat orang di sekitarnya tersenyum, atau bahkan sesederhana melihat jarum jam yang berdenting untuk segera menuju pergantian waktu.
Kerja semesta itu nyatanya penuh rahasia yang tak terduga. Satu waktu, kamu mungkin dibuat menderita hingga tak sanggup membuka mata, namun satu waktu setelahnya, bisa jadi kamu sedang dipenuhi bahagia hingga tak ingin menutup mata barang sekejap saja.
Ada banyak pertanyaan di dunia ini yang seringkali jawabannya tak pernah bisa siapa saja temui. Bukan, bukan karena Tuhan tidak menyediakan jawabannya, tapi karena terkadang ada masa dimana manusia diharuskan rela tanpa perlu mempertanyakan alasan terciptanya suatu derita.
Melody menatap hamparan laut di malam hari. Entah mengapa, dirinya bisa kabur dari pengawasa Jun dan Vino di rumah sakit. Dan hatinya tergerak untuk melihat pemandangan hamparan laut yang sangat luas. Ia menutup kedua matanya, tat kala semilir angin malam, menerpa wajah pucatnya. Angin malam, sama sekali tidak membuatnya kedinginan, meskipun angin malam ini cukup kencang.
"Tenang sekali!" seru Melody dalam hati.
Melody duduk di atas pasir putih, kedua lututnya bertekuk satu sama lain. Di sana, Dewa yang memperhatikan Melody, dan segera menghampirinya dengan raut wajah bahagia.
"Hey!" seru Dewa.
Melody dibuat terkejut dengan seruan itu.
"G-gimana bisa tahu?" tanya Melody.
KAMU SEDANG MEMBACA
Touch Your Heart [Tahap Revisi]
Teen FictionMelody, seorang gadis populer di sekolahnya yang sangat dingin, hatinya sulit di tembus. Namun dibalik wajah cantiknya, ia menyimpan kepedihan mendalam. Dirinya dibuang dan dikucilkan oleh kedua orang tuanya, setiap hari ia menerima cacian serta mak...