Naka kecil tak menyangka harus mendengar kabar yang sebenarnya tak mau ia dengar selamanya. Seorang tetua kampung berkata pada Naka bahwa Om Arsen dilarikan ke rumah sakit.
Orang tua itu bilang, sebuah mobil dengan kecepatan kencang menabrak tubuh Om Arsen yang tengah menyebrang. Parahnya lagi, pelakunua malah kabur dan tak mau bertanggungjawab. Naka kecil hanya mengikuti langkah bapak-bapak itu untuk pergi ke rumah sakit.
Tak banyak yang Naka ingat selain dirinya yang menangis seorang diri sambil memeluk lututnya sendiri. Sampai akhirnya, seorang pria dengan jas berwarna putih menghampirinya.
"Dek? Adek saudaranya Arsen, ya?" tanya Pria itu membuat Naka mendongak.
"Om dokter, Om Arsen nggak papa, kan?" tanya Naka kecil sambil berurai air mata. Dokter itu menghela nafas panjang, berusaha menata kalimatnya untuk menyampaikan kabar tak mengenakan ini.
"Adek dengerin Om dokter, ya? Om Arsen udah nggak sakit lagi, kok! Om Arsen udah bobo sekarang!" ucap si dokter hati-hati. Naka spontan mengusap air matanya.
"Beneran? Naka mau lihat!" Naka kecil tanpa menunggu jawaban langsung masuk ke kamar rawat Arsen. Dokter dan perawat tak sampai hati untuk menahan bocah itu.
"Om! Om Arsen bobo, ya? Udah nggak sakit ya, Om?" Tangan kecil Naka mengguncang pelan tubuh Arsen yang sudah terbujur kaku.
"Om Arsen kenapa nggak bangun? Biasanya Om Arsen kebangun denger suara Naka!" Naka kecil kemudian memeluk tubuh Arsen berharap pria itu terbangun. Namun tentu saja tak bisa.
"Om!!!" Naka kecil mulai menangis lagi. "Kok Om Arsen cuma cuekin Naka? Naka nakal ya, Om? Maafin Naka!" racau Naka. "Ada yang luka nggak, Om?"
"OM ARSEN! BANGUNNN! NAKA TAKUT!" tangis Naka makin kencang. Nafasnya naik turun karena terisak sampai dokter yang sedari tadi tak sanggup mendekat menghampirinya.
"Dek Naka, Om Arsen udah tenang. Bentar lagi Om Arsen akan pergi ke tempat yang indah banget! Naka jangan khawatir, ya? Om Arsen orang yang baik, jadi Tuhan sayang sama Om Arsen!"
"Tapi, kenapa Naka ditinggal sendirian? Naka takut! Naka takut!"
Untuk pertama kali dalam hidupnya, Naka mengenal yang namanya 'kematian'. Walaupun—lagi-lagi, Naka tak begitu mengerti bagaimana sebenarnya 'kematian' itu sendiri.
"Naka jangan khawatir, nanti Papa Naka bakal jemput Naka. Naka bakal tinggal sama Papa Harsa."
***
Harsa menhampiri Naka yang tengah terduduk seorang diri di sebelah jasad Arsen. Harsa tentu saja juga terpukul mendengar kabar meninggalnya adik satu-satunya. Walaupun ada konflik serius antara keduanya sepuluh tahun belakangan ini.
"Naka!" panggil Harsa dengan suaranya yang datar. Naka kemudian mendongak dan menyadari sosok yang selama ini ingin ia temui dan hanya bisa ia lihat dari foto yang ditunjukkan Arsen.
"Papa?"
"Ikut pulang sama Papa!" ucap Harsa to the point.
"Beneran, Pa? Naka bakal ketemu sama Mama, Dika, sama dek Yasa?" tanya Naka antusias. Setidaknya ada sedikit hal yang membuatnya senang. Harsa hanya tersenyum dengan terpaksa.
"Iya! Jangan banyak tanya! Kita harus melakukan prosesi pemakaman untuk Arsen!" sambung Harsa datar membuat Naka langsung terdiam.
KAMU SEDANG MEMBACA
GERHANA (✔️)
Teen Fiction~Blurb Aku tak mengenal kata berharga. Bahagia adalah sekitarku walaupun aku bukan bagiannya. Semesta terlalu luas bagiku. Ya, benar. Aku terbiasa dengan keramaian. Walaupun ramai adalah kata lain dari menghakimi dalam kamusku. Cara pandang dunia d...