Faint

952 52 16
                                    

"Bang Nakaaaaa! Ayo bangunnn!!" suara Yasa menjadi hal yang pertama Naka dengar di Senin pagi.

"Eunggg—," Naka bergumam malas. Pemuda yang hampir berumur 17 tahun itu mengucek netranya sambil beranjak duduk di sisi ranjang.

"Yasa udah siap, Bang! Ayo sekolah!" kata Yasa riang.

"Ini masih pagi banget, dek!" ucap Naka membuat Yasa mempoutkan bibirnya. Cemberut. "Lagian mau ngapain sih, Yas? Kok pagi banget berangkatnya? Lo mau bantuin tukang kebun?"

"Kan Yasa excited karena udah jadi anak kelas 9! Tahun depan udah pake putih abu-abu!" ucap Yasa sambil menarik tangan Naka. "Ayolah, Bang!"

"Lo nggak tahu aja SMA itu, behhh!" Naka menggoda Yasa membuat adik bungsunya itu lagi-lagi cemberut.

"Bagus banget masih pagi dah ribut!" itu suara Dika yang sangat tegas. Pemuda yang sudah rapi dengan seragamnya memasuki kamar Naka.

"Nih, bang Naka males mandi!" Yasa mengadu membuat Naka melotot galak. Namun bukanya takut, Dika dan Yasa malah terkekeh gemas.

"Udah-udah!" Lerai Dika akhirnya. "Yasa mending bantu Mama siapin sarapan. Lo juga buruan mandi, Ka!"

"Iya, Bang!" sahut kedua adiknya kompak.

"Oh iya, Ka!" Naka yang hendak beranjak ke kamar mandi langsung berhenti dan menoleh ke arah kakak kembarnya.

"Iya kenapa, bang?"

"Jangan lupa obatnya dibawa. Lo kemarin bersin-bersin soalnya!" peringat Dika membuat Naka menghela nafas malas.

"Bang, gue nggak papa kali! Lo mah over!"

"Pokoknya bawa aja!" Dika kemudian beranjak keluar dari kamar Naka. Begitulah Dika. Ucapannya final dan tak bisa dibantah oleh Naka maupun Yasa.

Naka hanya bisa menghela nafasnya sekali lagi. Ia beranjak membuka laci di kamarnya dan memasukkan beberapa obat ke ransel sekolahnya. Sebelum akhirnya benar-benar masuk ke kamar mandi.

***

Naka turun ke ruang makan dan bergabung ke meja makan bersama keluarganya. Mama tersenyum sekilas ke arahnya membuat Naka ikut melempar senyumnya.

"Pagi, Ma! Pagi, Bang! Pagi, Dek!" sapa Naka riang, namun tatapannya berubah takut ketika netranya bertemu dengan netra tajam milik Harsa—Papanya. "Euggg— pagi, Pa!"

"Pagi!" sahut Harsa cepat. "Buruan sarapan. Nanti Dika sama Yasa telat!"

"Maaf, Pa!" sahut Naka sambil menunduk. Maya yang menyadari kecanggungan itu langsung menyendokkan nasi dan lauk ke piring Naka.

"Sarapan yang banyak, Bang Naka!" ucap Maya lembut membuat Naka mengangguk cepat.

"Makasih, Ma!"

"Obat jangan lupa!" itu suara Dika membuat Naka langsung cemberut. "Ngapain muka lo begitu? Gue bilang bawa!"

"Udah, bang! Cerewet lo!" kata Naka membuat Dika menatapnya tajam.

"Jangan bicara seperti itu sama anak Papa, Naka!" Harsa kembali menegur Naka membuat Maya langsung menatap suaminya nyalang.

"Mas!" tegur Maya. "Udah kalian makan aja, ya! Naka nurut sama abang, oke?"

Naka hanya mengangguk. Sementara itu Dika menatap sebal ke arah sang Papa. Si bungsu Yasa berusaha tak memedulikan hal yang memang sudah biasa terjadi di keluarganya ini.

GERHANA (✔️) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang