Harsa memandangi tumpukan kotak yang ada di meja kerjanya. Matanya meneliti satu per satu nama pengirimannya. Faktanya Hadiah-hadiah tersebut dari Gerhana Bhayanaka Dharmawangsa, putra keduanya.
"Pak itu kado dari Mas Naka. Mas Naka selalu kirim hadiah buat Bapak ke alamat kantor," jelas asisten pribadi Harsa.
"Baik, terima kasih!" ucap Harsa membuat asistennya pamit undur diri. Pria paruh baya itu membuka beberapa kado itu. Ada yang berisi arloji, kemeja kerja, bahkan mainan lego yang disusun oleh Naka sendiri.
Apa ini? Putranya sendiri takut padanya. Untuk sekedar mengirimkan bingkisan saja, Naka mengirimkan lewat pos alih-alih langsung memberikannya pada Harsa. Naka sangatlah manis. Putra yang dengan teganya Harsa sia-siakan sejak pertama kali Naka mengenal dunia.
Senyum Harsa terangkat ketika membuka kado-kado itu. Rasa bersalah kembali timbul di hatinya. Semenjak kejadian Harsa memukuli Naka ketika Yasa terluka, istri dan anak-anak yang lain seolah mengibarkan bendera perang dingin ke arahnya.
Harsa merasa dirinya memang pantas, namun di sisi lain Harsa merasa sangat pengecut karena ia tak bisa mengucapkan kata maaf itu menggunakan mulutnya. Atensi Harsa beralih pada ponselnya yang bergetar. Satu panggilan masuk dari istrinya.
"Halo, May? Assalamu'alaikum!" ucap Harsa.
"Waalaikumsalam!" Maya menjawab sambil menangis.
"Maya kamu kenapa nangis?" tanya Harsa panik. Feelingnya makin tak enak. "Anak-anak nggak papa, kan?"
"Mas—," ucap Maya dengan susah payah. "Naka—, Naka—,"
"Naka kenapa, May? Ada apa sama anak kita?" desak Harsa.
"Naka—kritis, Mas! Anak kita lagi berjuang di ICU!" jelas Maya yang langsung membuat tubuh Harsa lemas.
"Oke, aku kesana sekarang, May!"
***
Harsa dengan langkahnya yang tergesa menuju ruang ICU. Pria itu sudah tak peduli tentang betapa berantakannya penampilannya. Yang ada dipikirannya hanyalah putra keduanya, Naka.
"Gimana Naka, May?" tanya Harsa sambil mengusap bahu sang istri yang terus saja terisak.
"Dokter bilang keadannya gawat, Mas! Naka putra kita masih berjuang di dalam sana!" jelas Maya.
Dika yang melihat kehadiran Harsa langsung terpancing emosinya. Remaja yang sedari tadi hanya duduk diam bersama Yasa langsung bangkit dan menghampiri pria yang menurutnya tak pantas ia panggil dengan sebutan 'Papa'.
"Ngapain Papa disini?" tanya Dika tajam membuat Maya dan Harsa menoleh ke arahnya.
"Dika tanya, ngapain Papa disini? Masih inget punya anak yang namanya Naka?" sambung Dika dengan suara yang meninggi.
"Bang, jangan gitu sama Papa!" tegur Maya lembut.
"Kenapa emangnya? Yang Dika lakuin ini, nggak sebanding sama kelakuan Papa ke Naka!" ucap Dika nyalah. "Kemana aja Papa selama ini di saat Naka butuh kehadiran Papa?"
"Dika maafin Pa—," omongan Harsa terputus karena kekehan sarkas dari mulut Dika.
"Maaf? Semudah itu Papa bilang maaf?" ucap Dika. "Harus banget ya, Pa? Harus banget nunggu Naka masuk ICU dalam kondisi sekarat dulu? Kemana aja dulu, ha?"
KAMU SEDANG MEMBACA
GERHANA (✔️)
Ficção Adolescente~Blurb Aku tak mengenal kata berharga. Bahagia adalah sekitarku walaupun aku bukan bagiannya. Semesta terlalu luas bagiku. Ya, benar. Aku terbiasa dengan keramaian. Walaupun ramai adalah kata lain dari menghakimi dalam kamusku. Cara pandang dunia d...