"Huh! Finally tangan gue bener lagi!" ucap Yasa sambil menggerakkan tangan kanannya dengan asal. Naka hanya menggeleng pelan melihat kelakuan adik semata wayangnya itu.
"Nggak usah banyak tingkah lo! Ntar sakit lagi tau rasa!" semprot Dika galak membuat Yasa langsung merengut.
"Jahat amat doanya!" Protes Yasa. Sementara Kenzie dan Naka hanya menyimak perdebatan antara Dika dan Yasa. Zie tak sengaja melihat ke arah segerombolan anak yang mengganggu Naka dan membuat Yasa terluka tempo hari.
Gerombolan anak itu sampai masuk BK karena laporan dari Naka yang tak terima adiknya terluka gara-gara tingkah bodoh mereka. Bahkan, guru BK sampai memberikan mereka hukuman berupa skorsing selama tiga hari.
"Heh! Itu buldoser kenapa liatin lo mulu deh, Ka!" ucap Kenzie sambil menepuk punggung Naka.
"Bodo amat gue, Zie! Orang kayak gitu mah susah kapoknya!" ucap Naka. "Ya udahlah nggak usah diladenin! Ngehabisin waktu!"
Naka berjalan mendahului Dika, Yasa, dan Kenzie. Laki-laki itu ingin segera sampai di kelas saja. Rasanya malas berjumpa dengan puluhan pasang mata yang seolah menghakimi dirinya.
BUGGHHH!
Sebuah bola basket melayang dan tepat mengenai kepala bagian belakang Naka. Naka langsung mengaduh kesakitan dan merasakan pusing yang luar biasa.
"MAKSUD LO APAAN, HA? BELUM PUAS JUGA LO GANGGUIN ABANG GUE DAN BIKIN TANGAN GUE RETAK?" teriak Yasa tak terima, lelaki itu pasti sudah menghajar pelakunya apabila Kenzie tak menahan tubuhnya.
Dika segera menghampiri Naka. Tubuh Dika langsung lemas ketika mendapati Naka mengalami mimisan parah. Pemuda itu berusaha membantu Naka menghentikan mimisannya, namun nihil.
"B—bang! Kepala gue pusing!" keluh Naka membuat Dika langsung berjongkok di hadapannya.
"Naik!" titah Dika menyuruh Naka naik ke punggungnya. Dika akhirnya segera beranjak menuju UKS. Sebelumnya, Dika menatap tajam ke segerombolan anak yang membuat Naka celaka. "Kalau ada apa-apa sama adek gue, abis lo pada!"
"BANGSAT LO SEMUA!" teriak Yasa dengan mata memerah menahan tangis sekaligus penuh amarah.
"Yas, udah! Kita harus pastiin Naka baik-baik aja!" Kenzie berusaha menenangkan Yasa dan membawanya menjauh.
"Gu—gue takut, Kak! Demi Tuhan gue takut!" tangis Yasa akhirnya pecah di hadapan Kenzie.
***
"Naka, kita ke rumah sakit aja, ya?" bujuk Dika namun Naka menggeleng tegas sambil tersenyum. Bagaimana Dika nggak khawatir? Mereka sudah hampir satu jam di UKS tapi Naka masih terus saja mengalami mimisan.
"Bang, please! Ke rumah sakit ya, bang? Yasa takut!" Yasa memohon sambil membantu mengelap hidung Naka dengan tisu.
"Bener kata Dika sama Yasa, Ka! Atau gue telepon Papa gue?" tawar Kenzie.
"Lo bertiga kenapa, sih? Gue bilang nggak mau!" tolak Naka sekali lagi. "Bang, gue mau pulang aja!"
"Hah?" Dika berujar bingung.
"Naka mau pulang. Naka mau sama Mama!" ucap Naka sambil menatap penuh harap ke kakak kembarnya. Dika tampak berpikir sejenak.
"Oke. Ayo pulang!" ucap Dika akhirnya.
"Lo bertiga balik aja! Biar gue yang izinin, sekalian ngelaporin kasus ini ke BK!" ucap Kenzie.
KAMU SEDANG MEMBACA
GERHANA (✔️)
Teen Fiction~Blurb Aku tak mengenal kata berharga. Bahagia adalah sekitarku walaupun aku bukan bagiannya. Semesta terlalu luas bagiku. Ya, benar. Aku terbiasa dengan keramaian. Walaupun ramai adalah kata lain dari menghakimi dalam kamusku. Cara pandang dunia d...