Dika dengan telaten membantu Naka membasuh tubuhnya dengan lap kain basah. Sesekali Dika mengusap lembut puncak kepala adik kembarnya dengan sayang.
"Naka, dengerin gue! Lo harus cepet pulih, oke?" ucap Dika yang hanya dibalas senyuman tipis oleh Naka. Dika ikut tersenyum sembari menatap wajah pucat milik sang adik.
"Ka, rasanya pasti sakit banget, ya?" ucap Dika sambil menggenggam tangan Naka yang entah mengapa terasa dingin. "Andai bisa dibagi dua, gue mau kok berbagi sama lo!"
"Kalau ngomong jangan asal, bang! Nggak baik!" tegur Naka.
"Abisnya gue nggak tega lihat lo begini terus!"
"Maafin, hehehe!" ucap Naka membuat Dika mendengus sebal.
"Enteng banget lo hehe hehe mulu!" protes Dika. "Ya udah gue tinggal bentar, ya? Mau bantuin Mama jemur baju!"
"Oke!" balas Naka. "Ntar sini lagi, ya? Temenin gue!"
"Iya, Naka!"
***
Tak beberapa lama dari Dika yang pamit untuk menjemur pakaian, Naka menyadari ada yang makin tak beres dari tubuhnya. Tubunya tiba-tiba saja mengeluarkan banyak keringat.
"ARGGGHHH!" Naka menggeram kesakitan sambil memegangi kepalanya. "Ya Allah, ini Naka kenapa?"
"H—hahh! H—hahhhh!" tangan Naka kemudian beralih mencengkram dada kirinya yang tiba-tiba terserang nyeri yang luar biasa.
"Allah—Allah!" Naka hanya bisa mengucap asma-Nya dengan sisa tenaga yang dimilikinya.
"H—hahh! Aaa—arghh!" Naka menarik nafasnya dengan kasar sebelum telinganya berdenging keras. Naka juga merasakan jantungan berderu sangat cepat. Naka tanpa sadar menggigit bibirnya sampai bibirnya berdarah.
Tak berselang lama, hanya gelap dan sesak yang dapat Naka rasakan.
***
Entah mengapa Dika ingin segera kembali ke kamar Naka. Pemuda itu dengan langkah cepat menuju kamar Naka. Dika terdiam mendapati Naka yang terpejam di ranjangnya. Awalnya, Dika mengira Naka sedang tertidur. Namun, Dika menyadari bahwa deru nafas Naka tak normal.
"Naka?" panggil Dika sambil mendekat ke arah tubuh saudara kembarnya.
"Naka! Lo denger gue?" suara Dika mulai panik. Dika menepuk pipi saudara kembarnya untuk menyadarkannya. Lutut Dika lemas ketika menyadari bibir Naka berdarah. Ia dengan segera menyeka darahnya.
"NAKA, PLEASE! JANGAN BIKIN GUE TAKUT!" ucap Dika dengan suara bergetar. Dika beralih untuk mengecek denyut nadi Naka. Sangat lemah. Sungguh, Dika berharap ini hanya mimpi buruk dimana Dika harus segera bangun.
Kuku-kuku dan bibir Naka mulai membiru. Dika paham benar jika saat ini Naka hampir mengalami hipotermia akibat kekurangan pasokan darah di dalam tubuhnya. Badan Naka juga sangat dingin.
Dika tak bisa berpikir banyak selain menggosokkan tangan Naka ke tangannya sendiri. Berharap suhu tubuh Naka menghangat.
"Please, Naka! Please!" Dika beralih menaruh telinganya di dada Naka berharap ia masih bisa mendengar detak jantung saudara kembarnya. Namun nihil. Saudaranya mengalami henti jantung.
KAMU SEDANG MEMBACA
GERHANA (✔️)
Teen Fiction~Blurb Aku tak mengenal kata berharga. Bahagia adalah sekitarku walaupun aku bukan bagiannya. Semesta terlalu luas bagiku. Ya, benar. Aku terbiasa dengan keramaian. Walaupun ramai adalah kata lain dari menghakimi dalam kamusku. Cara pandang dunia d...