Dika dan Yasa berjalan beriringan ke area pemakaman umum. Tangan Dika menenteng kantong kresek berisi kue cookies and cream kesukaan almarhum Naka.
Naka pergi satu minggu sebelum ulang tahunnya yang ketujuh belas. Lebih tepatnya sebelum ulang tahun Dika dan Naka. Mereka sempat merayakannya sebelum Naka dinyatakan drop. Namun dengan kue cokelat.
Dika merasa bahwa Naka harus merayakan ulang tahun dengan kue cookies and cream kesukaannya. Setelah menguatkan hatinya, Dika yang akhir-akhir ini hanya mengurung dirinya di rumah memberanikan diri untuk mengunjungi makam saudara kembarnya.
Yasa dengan senang hati menemani kakak sulungnya itu. Penampilan Dika masih kacau, namun setidaknya Yasa sudah dapat melihat senyuman tipis terbit dari bibir Dika hari ini.
"Bang, itu kayaknya Papa, deh!" ucap Yasa pada Dika ketika melihat sosok Harsa yang datang ke makam Naka. Dika hanya mengangguk dan mengajak Yasa untuk mendekat.
"Dika, Yasa!" Harsa sedikit terkejut, namun senyumnya terangkat melihat kehadiran kedua putranya. "Papa lagi do'ain Naka. Hari ini Naka dan Dika ulang tahun, kan?"
"Dika mau rayain pake kue cookies and cream kesukaan, Naka!" Dika kemudian berjongkok di sebelah Harsa sambil membongkar isi dari plastik kresek yang dibawanya. Yasa dan Harsa hanya membiarkan Dika melakukan kegiatannya.
"Selamat ulang tahun, Naka! Naka hebat! Naka adek abang! Naka keren! Maaf ya, kue cookies and cream-nya kecil!" ucap Dika dengan suara bergetar. "Maaf karena kue kesukaan Naka baru abang beliin sekarang!"
Yasa tak sanggup melihat keadaan Dika saat ini. Anak itu ikut larut dalam tangis. Harsa dengan segera merangkul Dika dan Yasa. Ketiganya menangis bersamaan.
"Naka—, maaf! Mama belum sanggup buat kesini lagi!" lirih Dika. "Baik-baik sama Om Arsen!"
"Dika! Udah, nak! Ikhlas ya, bang!" Harsa mengusap punggung Dika dengan lembut.
"Naka—," Dika kembali kacau membuat Harsa mengusap air mata yang mengalir di pipi putranya.
"Adeknya Abang ada dua—," Dika mulai meracau. "Naka dan Yasa—Naka mana?"
Tangis Yasa mengeras, ia peluk tubuh rapuh Dika sambil mengusap punggung sang Kakak. "Bang Dika, jangan nangis!"
"Bang Naka ada, kok! Bang Naka selalu sama kita!" ucap Yasa. "Bang Naka ada di hati kita semua. Selamanya, Bang Naka bakal ada diantara kita!"
"Selamat ulang tahun buat Bang Dika juga!"
Tak ada yang luka yang lebih sakit daripada luka yang tersayat akibat kepergian orang tersayang. Seberapa pun kuatnya kita menahan agar air mata tak jatuh, bulirannya pasti akan jatuh juga.
But, we should know that life must go on and people comes and go. But our memories about them are never end.
***
Sampai disini kisah tentang Gerhana. Sebuah kisah yang sebenarnya tak rela untuk usai. Tapi tak apa, biarlah Gerhana kita beristirahat. Ia sudah terlampau lelah. Namun jangan lupa, kita masih punya Galaksi yang harus melanjutkan hidupnya walau kini semuanya kian berbeda.
***
Setelah ini masih ada surat dari Gerhana. Tunggu, ya!
***
Oh iya, follow IG author @azzhhsy @lemonulis biar tau update soal work gue di Wattpad 🤍
KAMU SEDANG MEMBACA
GERHANA (✔️)
Fiksi Remaja~Blurb Aku tak mengenal kata berharga. Bahagia adalah sekitarku walaupun aku bukan bagiannya. Semesta terlalu luas bagiku. Ya, benar. Aku terbiasa dengan keramaian. Walaupun ramai adalah kata lain dari menghakimi dalam kamusku. Cara pandang dunia d...