Tatapan Dika tak beralih dari gerak-gerik saudara kembarnya. Namun, Dika masih enggan menegur Naka. Tentu saja alasannya karena gengsi. Naka kemudian duduk di sebelah Dika yang memegang kemudi. Sementara Yasa duduk di jok belakang.
"Pasti berantem lagi, ya!" tebak Yasa tepat sasaran, namun Dika dan Naka hanya terdiam. "Weh! Beneran! Udah, jangan berantem!"
Baik Dika maupun Naka tak menyahut ucapan Yasa. Hal itu membuat Yasa hanya berdecak kesal kemudian memilih untuk memainkan ponsel miliknya.
"Jangan ngomong kayak tadi lagi. Gue nggak suka!" ucap Dika dengan nada tajam. Pemuda itu akhirnya membuka suara.
"Nggak usah dibahas lagi. Maafin gue!" jawab Naka singkat.
"Asal lo tahu gue takut, Ka!" ucap Dika.
"Gue juga takut, bang! Gue merasa dunia jahat banget ke gue!" kata Naka dengan nada yang lebih tinggi membuat Dika sedikit tersentak. Yasa pun langsung terdiam mendengar perdebatan itu.
"Lo pernah mikir nggak sih, bang? Apa yang gue rasain? Gue pengen hidup kayak anak lainnya. Kenapa harus gue yang kayak gini?" protes Naka. "Capek, bang! Capek!"
"Gue harus gimana, Naka? Gue juga capek! Bukan cuma lo!" balas Dika.
"Setidaknya Papa perhatian sama lo! Gue apa sih, bang? Gue cuma anak yang nggak diinginkan!" Ucap Naka.
"GUE BILANG CUKUP! JANGAN BANDINGIN LO SAMA GUE!" ucap Dika emosi. Laki-laki itu tanpa sadar mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Yasa yang duduk di jok belakang pun spontan berpegangan erat.
"BANG DIKA! GILA, YA!" teriak Yasa panik.
Sementara Naka terdiam ketakukan sambil mencengkram seat belt-nya.
"Naka takut mobil kenceng, Naka takut mobil kenceng!" bibir Naka bergumam ketakutan. Tangannya kemudian memukul kedua telinganya. "Jangan! Jangan! Nanti jatuh! Nanti nabrak! Jangan!"
Yasa yang menyadari gerak-gerik Naka langsung mengguncangkan bahu Dika, menyadarkan kakak pertamanya itu. P
"Bang! Sadar, bang! Bang Naka takut!" ucap Yasa membuat Dika akhirnya tersentak menyadari kelalaiannya. Pemuda itu langsung memberhentikan mobilnya.
"Naka—Naka! Maafin gue, Ka!" Dika mengguncangkan bahu Naka yang bergetar ketakutan.
"Jangan! Mobil kencang jahat! Jangan!" lirih Naka membuat Dika langsung mengarahkan wajah Naka kepadanya.
"Ssttt! Lihat abang, Ka! Udah berhenti mobilnya! Maafin abang! Abang udah nggak marah, Naka jangan takut!" ucap Dika dengan suara bergetar. Sungguh ia sangat merasa sangat bersalah.
"Janji?" tanya Naka.
"Janji!" usap Dika tegas.
***
Naka berjalan menuju kamarnya, ia ingin segera merebahkan tubuhnya yang sangat lelah. Tanpa sengaja, pemuda itu mendapati pintu kamar orang tuanya yang sedikit terbuka. Keduanya sedang berdebat. Lagi-lagi tentang Naka.
"Mas, jangan terlalu keras sama Naka! Dia juga anak kamu!" ucap Maya pada Harsa.
"Nggak bisa, May! Aku nggak bisa!"
"Kenapa, Mas? Naka juga anak kamu sama kayak Dika dan Yasa!" ucap Maya.
"Terus kenapa, May? Bukannya kamu dulu juga mau buang Naka? Kamu nggak mau rawat dia juga, kan?" Cecar Harsa membuat Maya menatapnya sendu.
KAMU SEDANG MEMBACA
GERHANA (✔️)
Teen Fiction~Blurb Aku tak mengenal kata berharga. Bahagia adalah sekitarku walaupun aku bukan bagiannya. Semesta terlalu luas bagiku. Ya, benar. Aku terbiasa dengan keramaian. Walaupun ramai adalah kata lain dari menghakimi dalam kamusku. Cara pandang dunia d...