Naka terbangun dan mendapati Papa dan Mamanya tertidur di sampingnya. Gurat lelah jelas terlukis di wajah keduanya. Naka perlahan menyentuh tangan Harsa yang menggenggam tangan kanannya dengan erat. Ternyata, sehangat ini sentuhan dari seorang ayah.
"Papa?" Harsa langsung terbangun ketika mendengar suara lemah Naka memanggilnya.
"Naka? Udah bangun, Nak? Ada yang sakit?" tanya Harsa yang hanya dibalas gelengan oleh Naka. Putranya itu tersenyum ke arahnya.
"Ternyata gini ya rasanya bisa denger suara Papa yang lembut? Papa tambah keren!" puji Naka membuat mata Harsa perih. Mati-matian pria itu menahan air matanya agar tak lolos begitu saja.
"Maafin Papa ya, Naka?" ucap Harsa sambil mengecup kening sang putra dengan lembut.
"Dari dulu Naka selalu maafin Papa, kok!" balasan Naka mampu membuat Harsa tersenyum getir. Dirinya merasa tak pantas menerima perkataan manis dari bibir putranya itu.
"Abang udah bangun?" tanya Maya.
"Mama kebangun tidurnya gara-gara suara abang, ya?" tanya Naka.
"Nggak, bang! Mama nggak kebangun gara-gara abang, kok!" ucap Maya sambil mengusap pipi pucat milik Naka.
"Abang Dika sana Yasa mana, Ma?" tanya Naka.
"Yasa lagi nemenin abang Dika. Tadi abang Dika pingsan gara-gara khawatir sama Naka. Tapi abang Dika baik-baik aja, kok!" ucap Harsa terus terang.
"Hm, Naka mau kita sekarang ngumpul bareng boleh nggak?" pinta Naka. Maya dan Harsa bertatapan satu sama lain sampai akhirnya keduanya menuruti permintaan Naka.
***
"Kok bisa pingsan, sih?" tanya Naka pada Dika yang baru saja datang di kamarnya.
"Nggak papa gue!" elak Dika. "Lo liat diri lo sendiri, kek! Gue khawatir banget, tau!"
"Heleh! Biasa aja kali!" elak Naka membuat Dika makin memandangnya dengan tatapan aneh. Dika merasa ada yang berbeda dari sorot mata saudara kembarnya itu.
"Naka ada minta sesuatu nggak? Nanti Papa bawain buat Naka!" tawar Harsa membuat Naka berpikir sejenak.
"Naka mau ngerayain ulang tahun bareng Bang Dika. Pake kue cokelat kesukaan bang Dika. Boleh, nggak?" tanya Naka penuh harap.
"Tapi ulang tahun Bang Dika sama Bang Naka masih seminggu lagi!" ucap Yasa diikuti anggukan oleh Maya.
"Nggak papa, lah! Naka pengen banget ngerayainnya bareng kalian! Mumpung lagi ngumpul bareng, kan?" ucap Naka. "Boleh kan, Pa?" Harsa tampak berpikir sejenak, namun akhirnya memilih untuk menyetujuinya.
"Boleh, Naka!" kata Harsa membuat mata Naka berbinar senang. "Ulang tahun pakai kue cokelat kesukaan bang Dika, kan? Kue kesukaan Naka yang rasa apa?"
"Cookies and crea—," suara Dika terputus ketika Naka menyuruhnya untuk diam.
"Naka mau makan kue cokelat kesukaannya Bang Dika aja, Pa!" kata Naka yang membuat Dika akhirnya memilih untuk mengalah.
"Ya udah kalau gitu nanti Mama sama Papa siapin semuanya buat kalian, oke?" ucap Maya membuat Naka tersenyum penuh arti.
Sementara Dika kembali merasakan sesuatu yang tak nyaman. Sesak sekali. Ada apa ini? Sungguh, Dika sangat tak menyukai apa yang ia rasakan saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
GERHANA (✔️)
Teen Fiction~Blurb Aku tak mengenal kata berharga. Bahagia adalah sekitarku walaupun aku bukan bagiannya. Semesta terlalu luas bagiku. Ya, benar. Aku terbiasa dengan keramaian. Walaupun ramai adalah kata lain dari menghakimi dalam kamusku. Cara pandang dunia d...