Dika menghampiri Maya yang tengah mengepel lantai ruang makan. Remaja lelaki itu pun kemudian mengambil alih alat pel yang ada di tangan sang Mama dengan lembut.
"Ma, biar abang aja, Ma!" ucap Dika yang kemudian dibalas anggukan oleh Maya.
"Naka gimana, Bang?" tanya Maya khawatir.
"Aman sama Yasa kok, Ma!"
"Abis ini Mama minta tolong ke abang, ya? Tolong angetin soto yang ada di meja makan abis itu bawa ke kamar adek kamu. Mama mau ngompres Naka dulu!" ucap Maya sambil beranjak menyiapkan air hangat dan kompresan.
"Iya, Ma! Nanti abang angetin!" ucap Dika sambil terus fokus pada kegiatan mengepelnya. "Ma, kenapa sih Papa jahat banget ke Naka?"
Maya terdiam mendengar pertanyaan dari putra pertamanya itu. Sebelumnya Dika tak pernah ingin tahu tentang berbagai hal di rumah ini.
"Padahal kan, Naka anak yang baik!" lanjut Dika membuat Maya masih setia dengan kebisuannya.
"Kalau Mama nggak bisa jawab, nggak masalah! Tapi janji sama Dika, ya? Mama harus janji buat sayang sama Naka, kasihan adek aku, Ma!"
***
Yasa kembali memasuki kamar Naka setelah ia pamit sebentar untuk buang air kecil. Dahinya mengernyit bingung karena tak mendapati sosok Naka yang tadi jelas-jelas berbaring di ranjangnya.
"Bang? Bang Naka!" seru Yasa. "Bang! Abang dimana?"
Yasa yang mulai panik langsung masuk ke kamar mandi. Betapa kagetnya Yasa ketika melihat kakak keduanya terkulai lemas usai memuntahkan isi perutnya untuk kesekian kalinya.
"Abang!" Yasa dengan cepat menghampiri tubuh Naka yang sudah setengah sadar. "Bang Naka denger Yasa?"
Tanpa berpikir panjang, Yasa berlari sambil berteriak menyerukan nama Dika dan Mamanya. Yasa tentu saja ketakukan saat itu. Ingin rasanya Yasa menangis.
"MAMA! BANG DIKA! TOLONGIN BANG NAKA!!" Yasa berteriak kesetanan membuat Dika yang paham situasinya langsung menjatuhkan alat pel di tangannya dengan spontan. Dika langsung berlari menuju kamar Naka diikuti sang Mama yang tak kalah panik.
"Naka!" Dika dengan segera membersihkan mulut Naka dari bekas muntahannya. Dengan cekatan, Dika memapah tubuh saudara kembarnya yang jauh lebih kurus darinya.
Dika dengan perlahan membaringkan tubuh Naka ke ranjangnya. Hati Dika seakan teriris mendengar rintihan kesakitan yang keluar dari bibir Naka.
"Bang? Denger Mama, bang?" Maya menepuk pipi Naka dengan lembut berusaha mengecek tingkat kesadaran sang putra tengah.
"Eungg—s—sakit," lirih Naka dengan mata yang setengah terpejam. Badannya menggigil kedinginan. Maya dengan telaten menyeka keringat dingin yang terus saja keluar dari tubuh Naka.
Pandangan Maya terkunci pada beberapa luka memar yang memang suka tiba-tiba muncul di tubuh penderita hemofilia seperti Naka. Ia usap lembut memar tersebut, berharap rasa nyeri yang dirasakan sang buah hati hilang.
"Bang Dika, bisa minta tolong ambilkan obatnya Naka?" ucap Maya dengan suara bergetar. Dika dengan spontan langsung membuka laci milik Naka dan mengambil obatnya.
Yasa yang sedari tadi terpaku karena syok akhirnya membantu Maya mendudukkan tubuh Naka dan mengambil segelas air putih.
"Abang, minum obat dulu, Bang!" ucap Maya lembut sambil memasukkan obat ke mulut Naka dengan perlahan, kemudian membantu putranya untuk meneguk segelas air.
KAMU SEDANG MEMBACA
GERHANA (✔️)
Teen Fiction~Blurb Aku tak mengenal kata berharga. Bahagia adalah sekitarku walaupun aku bukan bagiannya. Semesta terlalu luas bagiku. Ya, benar. Aku terbiasa dengan keramaian. Walaupun ramai adalah kata lain dari menghakimi dalam kamusku. Cara pandang dunia d...