Part 10

734 79 4
                                    

Setelah sampai di rumah Zee, Ashel pun turun dan mengucapkan terima kasih pada Gracio. Keduanya berjalan menuju kamar Zee, raut khawatir jelas terlihat di wajah Ashel.

"Zee," panggil Ashel saat sampai di kamar Zee yang terbuka.

"Cel, sini," suruh Zee tersenyum.

"Kenapa? Kok lo bisa kayak gini?"

Zee bingung harus menjelaskan apa, karena ia pun belum menceritakan apapun pada Cicinya. "Tadi Zee telpon Cici, terus dia bilang lagi di rumah sakit. Cici gak tahu kenapa dia bisa di sana, lalu saat Cici lihat ternyata keadaan Zee sudah mengkhawatirkan."

Shani yang duduk di ranajang Zee, menatap Ashel lembut. "Kalau kamu tahu sesuatu tolong beritahu Cici, karena sedari tadi Zee terus bungkam," pinta Shani lembut.

"Tadi kita lagi olahraga Ci, main basket dibagi tim gitu. Terus, gak sengaja Zee buat Christy jatuh. Zee langsung antar dia ke rumah sakit bareng Kak Chika dan Kak Jinan, aku gak tahu apa yang terjadi di rumah sakit," jelas Ashel jujur, walau Zee sudah menatapnya penuh peringatan. Ashel pikir lebih baik jujur daripada menutupinya.

Kali ini Shani menatap Zee, meminta penjelasan. "Aku cuma kecapean Ci," kata Zee.

"Kecapean? Kamu pikir Cici percaya? Gak, Dek. Gak mungkin kamu kecapean terus pegang dada kiri kamu sampai beberapa kali Cici dengar kamu kesakitan, belum lagi keringat dingin yang terus keluar."

"Jujur, Dek, Cici ngerasa gak berguna kalau kamu simpan semua sendiri," sarkas Shani membuat Zee menunduk merasa bersalah.

"Aku gak apa-apa, Ci, trust me, please."

"Tunggu, Ci, keringat dingin? Sakit di dada kiri?"

Shani dan Zee menatap Ashel. Shani mengangguk membenarkan ucapan Ashel. "Zee pernah cerita kalau dia pernah kayak gitu juga, Ci," ungkap Ashel.

Zee panik, memberi kode pada Ashel untuk tidak memberitahu yang sebenarnya pada Ci Shani. Ia tidak ingin menambah bebam Cicinya.

"Cel."

"Gak, Zee, gimana pun Cici harus tahu masalah ini."

"Gak sekarang, Cel."

"Terus kapan? Saat itu tiba? Lo malah buat Ci Shani terpuruk kalau gitu."

Perdebatan itu disaksikan oleh Shani dan Gracio. Lalu, dengan inisiatifnya Gracio menarik Shani dan membawanya ke luar kamar Zee. Memberi mereka ruang untuk diskusi.

"Biarkan mereka berdua dulu, Sayang, kita kasih ruang."

"Tapi, aku gak mau adikku sembunyikan hal penting dari aku."

Gracio menggenggam tangan Shani, mengusapnya lembut. "Aku tahu, Zee pasti bilang. Tunggu aja ya," bujuk Gracio memeluk kekasihnya penuh kasih sayang.

***

"

Gimana keadaan kamu, Dek?" tanya Chika mengusap kepala Christy penuh kasih sayang.

Saat ini Christy sudah dipindahkan ke ruang rawat, ia harus dirawat sebentar. Chika sedih dengan keadaan adiknya, walau tidak terlalu parah tetapi melihat gips di tangan kiri dan perban di tangan kanan adiknya membuat ia sedih dan memaki Zee dalam hati.

"Aku baik, Kak, cuma luka ringan kok. Kakak gak usha khwatir, sebentar juga sembuh," jawab Christy tersenyum.

"Ringan dari mana? Itu sampai diperban gitu, apalagi tangan kirinya untuk sementara harus digips gitu," dumel Chika membuat Christy terkekeh.

About Us : Liebling (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang