Dua Kubu

66 7 32
                                    

Hari ketiga karantina.

Pagi ini, jadwal utama para peserta adalah melakukan kunjungan ke dinas pendidikan. Semuanya kompak mengenakan kebaya model kutu baru berwarna putih dengan bawahan rok batik beraneka motif. Rambut mereka disanggul rapi, memberikan kesan anggun dan elegan bagi siapapun yang melihatnya.

Saat ini semua sedang fokus mendengarkan Grace - perwakilan dari salah satu pemenang yang tengah memberikan sambutan. Pandangan Yunita tak henti terkagum-kagum melihat begitu luwesnya putri bermahkota hijau itu berbicara di depan umum. Tegas dan meyakinkan.

"Aku merasa seperti sedang menyaksikan sidang PBB. Kak Grace benar-benar hebat." Komentar Wina yang duduk tepat di sebelah kanannya.

Yunita mengangguk setuju, mengiyakan. Ia lantas menunduk mengamati kakinya yang mengenakan heels rendah yang tingginya hanya 3 cm. Sedih rasanya karena hari ini ia tidak bisa tampil maksimal akibat kakinya yang terkilir kemarin. Gadis itu merasa iri kepada Wina, juga teman-temannya yang lain karena bisa mengenakan heels setinggi 12 cm seperti biasanya.

Semua ini karena Citra. Kalau saja gadis itu lebih berhati-hati pasti ia tidak akan jatuh seperti kemarin.

Seharusnya Citra saja yang terkilir, bukan aku.

Pemikiran ini berulang-ulang muncul di dalam kepala Yunita. Membuat ia merasa kesal sekaligus memiliki motivasi tinggi untuk melakukan hal yang sama kepada Citra.

Jadi ketika acara selesai dan yang lainnya mulai berjalan keluar ruangan, ia memilih menunggu. Seperti yang sudah ia rencanakan, begitu Citra, Rani, dan Nayra berjalan melewatinya, Yunita pura-pura menoleh ke arah lain. Ketika dirasa posisi Citra tepat berada di sebelahnya, ia langsung menjulurkan kaki kirinya ke samping.

"Apakah kamu sedang menyuruhku untuk mematahkan kaki kirimu?"

Pertanyaan yang diucapkan dengan tenang itu membuatnya mendongak. Di sebelahnya saat ini sudah ada Rani yang tersenyum miring ke arahnya, terkesan mengejek. Sementara Citra masih berada di belakang gadis itu.

Yunita menarik kaki kirinya dengan cepat lalu bangkit dari kursi seraya melemparkan tatapan angkuh.

"Selain Citra, ternyata aku baru tahu kalau kamu juga ingin menjatuhkanku." Desis Yunita dingin, diikuti dengan sorot matanya yang menatap Rani dengan pandangan tak bersahabat. Ia merasakan kursi di sebelahnya ikut bergeser dan kini Wina berdiri tepat di sebelahnya.

"Bahkan tanpa dijatuhkan dengan orang lain pun, kamu akan tetap jatuh dengan sendirinya. Tahu kenapa? Karena isi kepalamu hanya dipenuhi dengan hal negatif!"

Ucapan tajam yang dilayangkan Rani kepadanya membuat hati Yunita merasa dihujam dengan belati. Ia bisa melihat Rani tersenyum sinis sebelum kembali meneruskan langkahnya.

Yunita yang tak terima, refleks berjalan menyusul Rani. Citra yang berada tepat di belakang Rani langsung ia singkirkan terlebih dahulu karena dianggap menghalangi.

Dengan keras, didorongnya tubuh Citra ke samping lalu ditariknya kasar bahu Rani dari arah belakang. Suara pekikan terdengar, disusul dengan kemunculan Nayra yang mendorong tubuhnya ke arah lain.

***

Wina memetik kaget ketika melihat tubuh Citra jatuh ke kursi yang ada di depannya. Ia langsung berjongkok - meskipun merasa kesusahan karena mengenakan kebaya.

YouthifulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang