𝐓𝐈𝐆𝐀

147 12 4
                                    

Tap ...

Tap ...

Tap ...

Bunyi itu berasal dari sepatu Pramidita yang baru saja datang. Siswi SMA Sangga Langit itu baru saja datang, padahal bel sudah berbunyi tujuh menit yang lalu. Cewek itu datang dengan mengendap-endap tentunya.

Misinya menyelinap ke kelas hampir berjalan mulus. Namun digagalkan oleh seseorang yang mencekal kerah belakang seragamnya.

"Kenapa baru datang sekarang? Bel sudah bunyi dari tadi." Pramidita tahu jelas siapa pemilik suara ini. Dharma Lakeswara, tentunya!

"Hehe. Boleh lepasin enggak, Pak? Saya langsung masuk kelas kok," pinta sang murid.

Dharma menyeringai. Tidak mungkin ia mau melepaskan Pramidita begitu saja. "Saya lepasin. Tapi nanti jangan pulang kalau kamar mandi sekolah belum bersih."

"Telat tujuh menit doang, Bapak!" dengusnya. Pramidita mencibir pelan, "Lebay banget, sih."

Dharma ganti menjewer telinga Pramidita. "Saya dengar omongan kamu."

Pramidita mengaduh seiring dengan telinganya yang ditarik.

"Iya-iya, Pak. Buruan lepasin, saya jadi makin telat, kan. Gara-gara Bapak, Sih," omel Pramidita.

Guru fisika muda itu melepas jewerannya.

"Ya udah, sana pergi." Jawaban yang keluar dari mulut Dharma membuat Pramidita berdecih.

Sepanjang jalan menuju kelas, Pramidita tak henti-hentinya berceloteh.

"Itu guru ngeselinnya minta ampun! Pengen tarik, jambak, jepit mulutnya. Jutek banget!"

Ocehannya membuat ia tak sadar bahwa sudah sampai di depan kelas. Cewek itu menarik napas dalam-dalam. Mencoba menghilangkan rasa nervous.

Di dalam kelas sudah ada Tenggara—Guru Bahasa Inggris—yang tengah memegang sebuah kertas.

"Maaf, Pak. Saya terlambat." Pramidita mengucapkan itu dengan badan sedikit menunduk.

Ketika kembali berdiri tegak, Pramidita merasa bahwa seisi kelas menatap ke arahnya. Tak terkecuali sahabatnya, Jirena Athayasmara.

Pramidita lantas dibuat bingung dengan ini. Apakah ia melakukan kesalahan yang begitu fatal? Cewek itu langsung merasa menjadi seorang kriminal sekarang.

Tenggara mendekat, Pramidita telah bersiap untuk kemungkinan diberi hukuman lagi.

Di luar perkiraan, Tenggara malah menjabat tangan siswi yang terlambat masuk kelas itu.

"Selamat ya. Nilai ulangan harian Bahasa Inggris kamu kemarin dapat nilai tertinggi." Satu kelas sontak bertepuk tangan.

"Eh?" Pramidita tercengang.

"Keren banget, Dita!" Seru Kiel, si ketua kelas.

Salah satu murid yang bernama Seli menyambar, "Wah! Kalau Pramidita mah udah enggak usah diraguin lagi kalau soal Bahasa Inggris."

Suasana kelas masih riuh ketika Pramidita kembali duduk di bangkunya.

"Selamat ya, Ta," bisik Jirena.

Pramidita tersenyum kecil, merasa bangga atas dirinya sendiri. Setidaknya, hal ini dapat mengembalikan mood Pramidita yang tadi sempat rusak.

Dengan itu, pelajaran pagi ini di mulai.

🏹🌙🏹

Pramidita menyandarkan tubuhnya ke dinding. Lelah, itu lah yang dirasakannya. Membersihkan tiga kamar mandi tentu membuatnya kewalahan.

𝐄𝐭𝐞𝐫𝐧𝐢𝐭𝐲 [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang