𝐄𝐌𝐏𝐀𝐓

137 10 0
                                    

Hari ini sekolah diliburkan. Tidak mau membuang kesempatan di hari yang cerah begini, Pramidita dan Jirena janjian untuk bertemu di taman.

Kini, dua sahabat itu tengah duduk di ayunan sembari memakan es krim.

"Kenapa muka lo kayak baju yang belum disetrika, dah?" Jirena mengajukan pertanyaan kepada Pramidita yang sedang memakan es krim dengan tatapan kosong.

Gadis yang mengenakan dress bercorak bunga sakura itu terjengit. "Hampir gila gue," celetuknya asal seraya mengusap wajah frustasi.

Dahi Jirena berkerut. "Kenapa? Karena mau dinikahin, ya?"

"Kok tau?" Pramidita terkejut. Begitu pula Jirena.

"Wah! Seriusan lo, Ta?! Sama siapa, gila?" Jirena terpekik tak percaya.

Pramidita mengangguk berapi-api. "Ngapain juga gue bohong? Mau tau apa yang lebih gila? Gue dijodohin sama pak galak."

"Lo yang petakilan kayak gini, dijodohin sama pak Dharma?" tanya Jirena. Kepalanya geleng-geleng heran. "Ada aja ya plot twist-nya dunia ini."

"Emang! Lo tau kan gue kalau sama pak Dharma ini kesangkut masalah mulu? Tapi orang tua gue mantep banget pengen jadiin dia suami gue," adu Pramidita terhadal sahabatnya. Masalah perjodohan ini berhasil membuat kepala Pramidita hampir pecah.

"Yee, itu mah lo yang nyari masalah," sorak Jirena. "Tapi terima aja kali, Ta. Pak Dharma galak-galak begitu, aslinya baik kok. Walau sikapnya keras, badan sekuat baja, pasti ada sisi Hello Kitty-nya yang enggak ditunjukin."

Pramidita memikirkan ulang perkataan sang sahabat. Pernyataan Dharma tentang dia yang akan terus mendukungnya di jalan apa pun yang ia pilih, hal itu juga cukup mululuhkan hati Pramidita.

Dalam otak Pramidita mulai muncul pikiran untuk menerima Dharma sebagai calon suaminya. Tapi kembali ia tepis semua pemikiran yang dianggapnya konyol itu.

"Enggak! Gue enggak mau dijodohin sama om-om."

"Udah kali, Ta. Lo terima aja perjodohan yang udah dirancang sama kedua orang tua lo itu. Mereka pasti mikir juga buat milih calon yang cocok buat lo di masa depan."

Mata Pramidita menyipit tajam. Benar-benar tidak setuju dengan usul Jirena. Pramidita menyilangkan kedia tangannya di depan dada.

"Harus banget, ya?"

"Anggap aja, ini harga yang harus lo bayar karena sering kurang ajar sama pak Dharma."

Hati Pramidita langsung tersentil. Dilipatnya bibir rapat-rapat. Gadis satu ini merasa kesal dengan ucapan Jirena barusan.

🏹🌙🏹

Setelah percakapan tadi, Pramidita dan Jirena memutuskan untuk berpindah posisi dari taman ke kafe.

Namun hari telah mulai sore, dan Jirena memutuskan untuk pulang duluan. Jadi, kini tinggal Pramidita seorang diri.

Cewek itu memainkan gawainya seiring dengan dia menyedot susu dari gelasnya.

Tok! Tok!

Mendadak muncul suara ketukan lain di meja Pramidita.

Sejurus kemudian, bariton yang terasa familiar terdengar, "Kenapa masih di sini? Sudah sore, loh."

Brak!

𝐄𝐭𝐞𝐫𝐧𝐢𝐭𝐲 [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang