4. H: Cool Outside, Sweet Inside

358 52 22
                                    

Pagi ini pun masih sama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pagi ini pun masih sama. Persis seperti hari yang telah lewat selama hampir dua bulan lamanya. Saya menyempatkan diri untuk selalu bisa menjemput Seira. Berangkat ke kampus, berdua. Masa-masa yang selalu mengantarkan keping ingatan saya tentang Illa. Serasa mengulang kembali hal yang telah lewat, tetapi dengan orang yang berbeda. Betapa brengsek saat saya masih terjebak di sana. Menyakiti perasaan Seira andai ia tahu apa yang saya pikirkan setiap kali bersamanya.

Motor berhenti tepat di depan gedung fakultas sastra. Seira segera turun dan menyerahkan helm. Bertepatan sekali dengan kedatangan Illa. Gadis itu mengendari motor matic-nya. Menghadirkan sepercik kekhawatiran dalam diri saya. Dia berkendara sendiri, saya yang selalu merasa waswas. Tiada sapa, seulas senyum pun nihil. Illa melewati kami begitu saja, seakan-akan tidak menyadari kehadiran saya dan Seira. Padahal saya tahu, Illa bukan orang yang cocok terlihat cuek.

"By?" Panggilan itu menyadarkan saya dari lamunan. Raut wajah kecil yang mengulas senyuman membuat hati saya meringis. Bisa-bisanya saya tertegun melihat Illa, di saat kekasih saya ada di sini. "Ayo, nanti telat."

Saya hanya mengangguk takzim dan berjalan bersisian dengan Seira. Pikiran saya berkelana kembali. Setiap melangkah dengan Seira, selalu mengingatkan akan tiap detik yang saya lewati bersama Illa. Sadarkah, Lan? Illa dan Seira adalah orang berbeda. Saya terus memperingati diri sendiri.

Akan tetapi, setiap melihat wajah gadis berbibir tipis itu, saya selalu melihat Illa. Menemukan setitik kenangan yang pernah kami lewati. Seira memang ada di sini, bersama saya, tetapi brengseknya ... pikiran saya berkelana mengingat Illa.

Mata kuliah kali ini membuat saya harus satu kelompok dengan Seira. Bersama Juang juga, tetapi yang ada Tukang Konter itu malah tertidur karena semalam begadang sampai subuh menemani Arwan bermain gim.

"Ju, nanti kamu yang bikin power point-nya, ya. Tugas drama juga, jangan lupa naskahnya dibaca. Pelajari bagianmu," kata Seira memperingatkan lelaki itu.

"Ah, gampang. Nanti aja."

"Nggak semua hal bisa kamu gampangkan. Pokoknya aku nggak mau tau, ya. Saat presentasi tugas drama nanti, kamu nggak boleh gelagapan."

Juang berdecih membuat saya sedikit sebal. Sudah untung Seira mengingatkan dan memperingatinya. Namun, dia tampak tidak acuh. Malah anggukan kecil menyapa netra kami dan kini Juang benar-benar sudah menjatuhkan kepalanya kembali ke meja. Dia bisa sesantai itu karena Bu Kat-dosen kami-tidak datang. Hanya menitipkan tugas diskusi pada Kak Abi, salah satu pengurus prodi.

Ketika sepasang mata saya mengedar ke penjuru kelas, saya menemukan Illa di pojok ruangan. Tawa gadis itu terlihat lepas. Padahal siapa yang tahu kalau Illa sedang bersedih atas kondisi Tante Rara. Dia memang Illa yang selalu bisa terlihat kuat. Saya mengulas senyum tipis saat mata kami bersitatap. Perempuan itu menunduk dan kembali sibuk dengan teman kelompoknya.

"Kalau udah kelar, aku balik duluan, ya. Asli, ngantuk banget," ucap Juang seraya membuat peregangan kecil.

Ucapan Juang menyadarkan saya dari lamunan. Menarik atensi dari Illa yang sudah kembali sibuk dengan urusannya. Sepasang mata saya menangkap sorot Seira yang entah sejak kapan-mungkin-memperhatikan gerak-gerik saya. Namun, saya segera berdeham dan kembali fokus pada Juang. Mengabaikan tatapan Seira.

KATA KITA || TRAVICKY [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang