Sesuai dengan pesan saya kemarin, hari ini saya menunggu Seira di depan indekos. Dia tidak membalas pesan saya, bahkan pesan yang saya kirim tadi pagi. Sudah berangkat atau belum, yang pasti saya tetap ingin menunggunya. Semalam saya berpikir habis-habisan merenungi kesalahanyang sudah saya perbuat. Menyakiti Seira sampai-sampai menyebut kata 'putus' segala.
Saya bukan tipe orang yang akan ngotot jika memang seseorang ingin lepas dari saya. Namun, anehnya saya tidak ingin Seira pergi. Saya tidak ingin hubungan kami berakhir. Bahkan jika memang dia tetap kukuh ingin pergi, saya akan menahannya sebisa mungkin. Apa karena saya benar-benar telah menyukainya sejauh itu?
Rongga dada saya mendadak terasa nyeri tatkala pertanyaan itu terlintas dalam benak. Rasa-rasanya adrenalin saya terpacu membuat degup jantung terasa bekerja lebih cepat. Getaran di saku jaket membuat saya mengenyahkan pikiran tentang itu. Saya merogoh ponsel yang tenggelam di sana. Berharap itu adalah pesan balasan dari Seira, tetapi ternyata bukan.
Illa: Ian, siang ini kalau ada waktu, mampir ke rumah, ya? Ibu ngajakin kamu makan siang di sini.
Mungkin dalam kondisi normal, saya akan langsung mengiakan dan tentu saja senang mendapatkan undangan dari Illa. Namun, kali ini saya mencoba untuk mengabaikan pesan itu. Saya harus fokus pada Seira, sebelum saya benar-benar kehilangan dia. Ah, tidak ... saya tidak akan kehilangan Seira.
Suara gerbang yang dibuka pelan membuat saya menoleh. Syukurlah, wajah kecil Seira terlihat dari celah yang terbuka. Sepersekian detik berikutnya, tubuh gadis itu sudah berhasil keluar dari gerbang indekos. Melihat rambut hitam panjangnya yang tergerai dengan hiasan bando tipis berwarna cokelat, saya memujinya dalam batin. Betapa cantiknya Seira, saya tidak munafik.
Ketika sebuah senyum saya perlihatkan, Seira tidak membalasnya. Dia berjalan cuek membut saya langsung menahan lengannya. Ya, ampun! Sejak kapan dia menjadi sekurus ini?
"Berat badan kamu turun, ya?" tanya saya dengan suara setenang mungkin. Ini sebuah usaha agar saya bisa mendapatkan hatinya kembali. "Mikirin apa, sih, sampai kayak gini? Padahal kamu suka makan, loh. Nggak stres karena UAS lagi, kan?"
Dia memang suka stres setiap UTS atau UAS. Biasanya dia bakal punya gangguan penceraan menjelang ujian. Nafsu makan Seira bakal menurun, apalagi kalau sampai nilainya jelek, Seira pasti akan uring-uringan.
"Stres bukan karena UAS aja. Tapi, karena pembohong yang sampai saat ini nggak pernah mengakui kesalahannya."
Saya mengakui kalimatnya terlalu jujur. "Ayo, naik dulu! Kali ini aku benaran ingin bicara serius, Sei. Ikut aku!"
"Aku harus ke kampus."
"Kita udah selesai UAS, Sei. Ke kampus pun nggak ada kegiatan yang lebih penting lagi."
"Aku ada urusan di Himpunan."
Ucapannya membuat saya menghela napas. "Ya, udah. Aku antar ke Himpunan dulu kalau gitu. Aku tunggu sampai kamu selesai dan setelah itu kita bicara. Aku cuma ... aku mau hubungan kita baik-baik aja, By."
KAMU SEDANG MEMBACA
KATA KITA || TRAVICKY [END]
RomanceMungkin sebuah keberuntungan bagi Seira bisa mendapatkan Harlan setelah lelaki itu putus dari Danilla. Seira pikir, ia istimewa. Namun, ternyata Harlan masih terjebak di sana, di labirin masa lalunya. Memangnya ada yang betah saat pacar sediri mala...