"Lan, bangun! Udah mau jam setengah sembilan ini. Emangnya kamu nggak ada kegiatan di luar?"
Suara Bibi Arum menyapa lembut indra pendengaran saya. Di atas tempat tidur dengan kasur busa yang empuk, saya menggeliat pelan. Mengumpulkan sedikit energi untuk bangkit dari sana. Kedua mata saya menyipit saat celah mentari menerpa lewat kisi jendela yang sedikit terbuka. Astaga, saya bahkan lupa menutupnya semalam.
Tiba-tiba saya merasa malas untuk bangkit. Tidur saja selama mungkin, asal saya bisa melupakan kekacauan yang sudah saya buat. Hubungan kami benar-benar berakhir. Perasaan saya sedikit nyeri akibat keputusan Seira.
Sayangnya, saya tak bisa memprotes. Saya mengakui perempuan itu sudah sangat kecewa. Akibat kebodohan dan kesalahan saya. Rasanya seperti mimpi, menerima fakta bahwa saya dan Seira sudah bukan lagi sepasang kekasih.
"Jam setengah sembilan?" gumam saya seraya merampas ponsel di atas meja. "Kamu nggak ngerepons chat dan panggilanku, Sei."
Tidak ada tanda-tanda Seira akan meladeni pesan dan panggilan suara yang semalam saya lakukan. Mendadak saya merasa khawatir. Tidakkah sekarang Seira merasa sangat kacau? Patah hati yang saya rasakan, pasti tak sebesar patah hati yang Seira alami.
Ponsel menjerit memperdengarkan nada dering yang familiar. Segera saya menjawab panggilan dari Jiddan. Kalau tidak, lelaki itu akan terus menghujani ponsel saya dengan pesan.
"Lan, lagi di mana? Kamu nggak inget hari ini ada briefing buat pendakian ke Sumbawa?"
"Inget, kok. Kan, masih jam 9 nanti. Selo ajalah. Otw, nih."
On the way ke kamar mandi maksud saya. Terpaksa dengan setengah malas, saya bangkit dari kasur. Semalam saya tidak pulang ke indekos. Saya memilih ke rumah Bibi Arum. Sadar kalau Juang pasti bakal memaki saya setelah kejadian ini.
Hah, betapa pengecutnya saya!
"Sekalian aja bareng Juang. Tuh, anak juga aku telpon nggak diangkat."
"Saya nggak di kos. Telpon aja lagi."
"Ya udah, cepetan! Yang lain udah pada nunggu."
Saya hanya mengangguk walaupun Jiddan tak melihat. Lelaki itu memutus sambungan panggilan secara sepihak. Sementara saya bergegas merampas handuk dan ke kamar mandi.
Rasa-rasanya luka saya tak akan cepat mengering. Ini lebih parah dari terakhir kali saya putus. Padahal kalau dibilang dengan siapa saya lebih lama pacaran, tentu saja Illa. Sayangnya, Illa malah kukuh ingin mengakhiri hubungan kami. Ya, sudah, saya pun pasrah.
Bohong kalau saya tidak patah hati. Walaupun sekarang rasanya lebih sakit. Sebab, dibarengi dengan rasa bersalah. Jika dahulu Illa yang bersikeras ingin putus, tetapi saya tak butuh lama mengiakan. Berbeda dengan sekarang, padahal hubungan saya dan Seira belum lama terjalin.
"Ya, kupikir karena kamu udah suka sama Seira. Makanya, jangan terlalu denial dan sok-sokan peduli sama masa lalu. Kamu itu sebenernya udah mau move on, tapi gara-gara Danilla sering dateng, ya gagal."
KAMU SEDANG MEMBACA
KATA KITA || TRAVICKY [END]
Roman d'amourMungkin sebuah keberuntungan bagi Seira bisa mendapatkan Harlan setelah lelaki itu putus dari Danilla. Seira pikir, ia istimewa. Namun, ternyata Harlan masih terjebak di sana, di labirin masa lalunya. Memangnya ada yang betah saat pacar sediri mala...