𓍢ִ໋🦄 °ᰔᩚ [3] perfect

33 7 32
                                    

mission for this part: vote and drop your comments.
stay cool. drink? 🍷💋

 drink? 🍷💋

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.

Malam itu setelah mengerjakan tugas matematika peminatan yang hampir memakan waktu dua jam bagi Shilda, barulah tubuhnya merasakan pegal luarbiasa.

Jangan mengira deadline tugas tersebut adalah besok pagi, karena Shilda bukan tipe deadliner. Tugas itu baru diberikan hari ini dan dikumpulkan minggu depan bersamaan dengan penilaian harian.

Berhubung minggu-minggu ulangan sudah hampir berlalu, hanya tersisa penilaian matematika minat dan praktek olahraga saja, Shilda akhirnya menelpon Sai duluan.

Sai bilang tadi dia sedang bermain game, jadilah Shilda menunggu sambil mengulang kembali pelajaran tadi pagi. Jujur, daripada matematika wajib dia lebih suka matematika peminatan. Selain gurunya yang lemah lembut, Shilda juga suka cara mengajarnya yang menerangkan dengan bahasa sendiri, bukan bahasa buku yang bikin mumet kepala.

"Udah mau jam dua belas sayang, besok kamu ambil nilai praktek olahraga kan? Kalau begadang tepar besok, katanya ujiannya lari lima kali putaran."

Shilda bersandar di kepala ranjang, beberapa kali melihat ke arah pintu, takut-takut ketahuan ayah. "Prakteknya gabung sama kelas kamu ya?"

"Iya, pas jadwal olahraga kemaren change sama fisika. Gapapa sih. Kapan lagi satu kelas sama pacar, ya nggak, yang?"

Shilda mendengus geli. "Aku masih malu ketemu kamu sama anak kelas abis kejadian bidadari bolot itu."

"Astaga. Bidadari bolot? Nggak terima aku panggilan sayang aku dikata-katain bolot," protes Sai.

"Nggak peduli. Wle."

"Awas aja ya kamu kalau jumpa besok di sekolah. Langsung aku-" ucapan Sai terputus karena Shilda membisukan suara. Sementara Sai terus mengoceh di ujung sana.

Tok. Tok. Tok.

"Iya?" sahut Shilda berusaha menetralkan suaranya.

"Buka pintunya, ayah mau bicara."

Bergegas Shilda turun dari atas kasur. Dihidupkannya lampu yang sempat dia matikan karena Shilda memang sudah berniat mau tidur.

Ceklek. Pintu terbuka dan menampilkan wajah ayah yang sepertinya baru pulang sehabis bekerja.

"Udah mau tidur kamu?"

Shilda mengangguk pelan. "Iya, baru aja siap ngerjain PR matematika minat. Ayah baru pulang?"

"Hm. Gimana hasil ulangan kimia mu kemarin?"

Shilda menautkan jari-jarinya. "Shilda dapat delapan tujuh, yah. Tapi-" Shilda menelan ludah ketika tatapan ayahnya semakin tajam. "Tapi Shilda satu-satunya yang nggak remedial di kelas," cicit Shilda dengan nadanya yang memelan di akhir.

Sai & ShildaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang