𓍢ִ໋🌷͙֒ ᰔᩚ [1] scrapbook

95 11 10
                                    

sweet regards, takeiteasypren

.

Hujan baru saja reda tepat setelah bel berbunyi. Pintu-pintu kelas langsung terbuka lebar disambut anak-anak yang berhamburan keluar. Sementara salah satunya menjadi yang paling terakhir yang masih berada di dalam kelas, sedang memasukkan buku-buku ke totebag dan memastikan tidak ada yang tertinggal.

Sebelum benar-benar meninggalkan kelas, dia mengambil beberapa foto materi di papan tulis lalu menyimpan benda itu di saku.

Tempat les itu sudah sepi. Motor-motor dan beberapa mobil yang terparkir di parkiran sudah lenyap.

Hawa dingin dan aroma aspal yang terkena hujan menyambutnya ketika dia keluar dari gedung. Rintik hujan masih turun membasahi jalan. Getaran di saku menandakan ada panggilan masuk, dia abaikan, dan memilih memasuki kafe yang berada tepat di depan gedung les. Mungkin dia akan menikmati segelas kopi dahulu. Dua jam di ruangan dingin itu membuatnya beku, belum lagi udara luar yang sangat menusuk.

Kling.

Baru selangkah di pintu masuk, leher jenjangnya langsung mencari spot tempat duduk yang pas. Satu syarat; harus di samping jendela. Dan.. gotcha. Senyum tipis di bibirnya tertarik ke atas. Kakinya langsung melangkah ke meja di sebelah kirinya, tepat di samping jendela, dua meja paling belakang yang menarik perhatiannya itu.

Setelah memberi tahu pesanannya, cewek dengan bandana ungu muda itu mengeluarkan buku yang selalu dia bawa, a little sweet scrapbook.

Buku dengan sampul "1010: Love is " itu sudah hampir berada di penghujung halaman.

Tubuhnya sedikit melompat ketika seseorang menutup kedua matanya dengan telapak tangannya yang besar dan sedikit kasar. Jika bukan karena mencium aroma parfum yang dia kenal, mungkin cewek itu sudah berteriak dan menggigit telapak tangan orang ini sekarang.

"SAI!" pekiknya tertahan. "Kaget tauu!"

Sementara si pelaku tertawa kecil dan langsung menjauhkan diri dari sana. "Kaget, ya?" Sai masih belum bisa menahan sisa-sisa tawanya. "Maaf deh, lagian serius amat sampai nggak sadar aku lewat."

"Kebiasaan aku lagi nulis, mana sadar sama yang lain," sahut si cewek menyangkal.

Dia ternyata juga tidak sadar kalau pesanannya sudah tiba. Diraihnya gelas kopi itu, sudah lumayan dingin. Seketika dia terpikir, sudah berapa lama kopi ini dia anggurin sampai mendingin seperti ini?

"Kayaknya aku bakal lebih cemburu sama buku ini deh ketimbang cowok-cowok gym yang ngechat kamu di IG,"  kata Sai. "Selalu kamu pegang, dipeluk-peluk, dibawa kemana-mana, nggak pernah tinggal. Apa aku jadi buku aja ya biar bisa dipeluk-peluk kamu?"

"Ngaco." Sai mengaduh karena kepalanya dipukul dengan buku di tangan cewek purple itu. "Aku nulis juga karena gabut. Kamu seriusan mau kalau aku jadiin kamu bahan gabut?"

"Nggak lah, amit-amit."

"Nah itu, masih mau jadi scrapbook aku?"

"Iya deh, enggak jadi, sayang."

Si cewek menaikkan alis mendengar panggilan itu, lalu mendengus geli. Sementara Sai membuka halaman scrapbook yang baru saja dia tulis.

Sai tiba-tiba tergelak. "Jiakh! Nggak jadi cemburu sama buku, orang isinya gue semua gini."

Sai mengangkat kepalanya hingga bertemu tatap dengan cewek di depannya, lalu menaikkan kedua alisnya, menggoda perempuan itu.

Sai & ShildaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang