𓍢ִ໋✨° ᰔᩚ [6] him

17 1 0
                                    

udah mandi belom? oh belom. enjoyy ya!

.

Shilda keluar dari kamar untuk mengambil air di dapur karena tenggorokannya terasa seret setelah menghabiskan dua jam untuk mengerjakan soal-soal kimia. Ketika melihat jam, ia tidak sadar kalau sudah jam sepuluh malam. Otaknya benar-benar memakan banyak energi untuk membolak-balikan rumus-rumus itu.

Sebentar lagi adalah minggu-minggu ujian semester. Dan Shilda harus mulai memperbanyak latihan soal agar tidak kena marah lagi oleh ayah hanya karena perihal nilai yang turun atau tidak meningkat sekalipun.

Ketika hendak kembali ke kamar, dia berpapasan dengan ayah yang keluar dari kamar sambil menyeret kopernya. Sontak pandangan keduanya bertemu. Melihat ayah yang ingin mengatakan sesuatu, Shilda jadi tak perlu repot-repot bertanya duluan.

Sekarang posisinya Shilda di depan pintu kamarnya, dan ayah di depan pintu kamar miliknya pula. Namun dengan Shilda yang menghadap sang ayah. Benar-benar interaksi antara anak dan ayah yang sangat kaku.

"Dua minggu lagi kamu sudah mulai ujian kan?" Alih-alih menjelaskan maksud kepergiannya, ayah justru bertanya mengenai sekolah Shilda. "Berarti bakal banyak try out di les yang harus kamu ikuti. Dan pastinya, ayah akan tetap pantau nilaimu. Jangan remehin meski itu nilai try out sekalipun, tetap harus jadi peringkat yang pertama."

"Ayah ada urusan di Makassar sekitar sepuluh hari. Dan selama itu, jangan berani-beraninya buat masalah apalagi keluyuran enggak jelas dan bukannya belajar."

Pergi ke luar kota selama 10 hari? Good news anyway.

"Okayy.." Shilda meremas jemari-jemarinya di balik piyama tidurnya sambil menunduk. "..mm tapii, bisa ayah kasih HPku sekarang? Shilda butuh itu untuk ujian, karena kami bakal ujian melalui website sekolah."

Shilda sedikit mengintip guna melihat reaksi ayahnya. Sang ayah hanya terdiam, tampak berpikir sebentar. Sekilas, ayahnya menganggukkan kepala membuat senyum Shilda tertarik sedikit, sebentar.

"Silakan kamu ambil ketika hari pertama ujian. Tapi sebelum itu, jangan coba-coba." tekan ayah.

Dada Shilda mencelos. Harapannya langsung melayang begitu saja.

Setelah mobil sang ayah menjauh dari pelataran rumahnya, yang masih Shilda amati dibalik tirai jendela rumahnya, dia langsung menyandar di balik pintu tampak menatap tajam ke arah depan.

Rasanya masih sama seperti sejak awal ini bermula.
Terasa sangat memuakkan untuk memenuhi ekspektasi orang lain yang tidak bisa dapatkan apa yang dia impikan di masanya.

Miris.

.

Esoknya terasa lebih ringan menurut Shilda.

Ketika jam istirahat pertama berbunyi, tidak seperti biasanya, dimana Sai yang mendatangi kelas Shilda dan mengajak anak itu pergi ke kantin, maka kali ini Shilda menggeleng ketika Tika mengajaknya ke kantin bersama.

"Shil, kantin yuk? Mau beli bacem," ajak Tika yang masih sibuk menata riasannya dari kaca kecil yang selalu di bawa kemana-mana. "Dari kemaren njir gue udah ngebayangin makan bacem eh malah ngga jualan. Pokonya gue musti ngantri paling duluan si!"

Duh, kalau begini kan jadi nggak enak nolaknya.

"Mm, gue mau ke kelas Sai dulu deh kayaknya, Tik. Heheh, sorryy," jurus andalannya adalah menyengir, sirat tanda tidak enak menolak ajakan Tika.

"Ah elah, kalian mah pacaran muluuu," decak Tika. "Yaudin deh gue pergi sendiri nih?" raut wajahnya sengaja dibuat kecewa berat.

Shilda meringis tak enak. "Hehehe, yaa kepaksa deh."

Sai & ShildaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang