all this Wi-Fi but we still couldn't connect yaa
>>><<<.
Hari pembagian rapor semester pertama di kelas 12.
Hari-hari setelah hari ini adalah hari yang melegakan. Dua minggu yang sebenarnya sangat tidak cukup jika disuruh untuk menikmati liburan. Karena setelah itu mereka akan dipusingkan dengan bimbel nonstop, try out setiap hari, sibuk mencari rekomendasi PTN dan PTLN terbaik yang pada akhirnya Shilda yakin hanya akan menguras waktu, tenaga, dan air mata.
Beberapa wali murid datang memenuhi sekolah. Kebanyakan adalah wali murid dari anak kelas sepuluh, kalau anak kelas dua belas malu katanya kalau udah SMA tapi rapor masih diambilin sama Bunda.
Tapi, justru itu yang tidak pernah Shilda rasakan sejak terakhir kali diambilkan rapor ketika berada di sekolah dasar. Tepat setelah wanita yang melahirkannya pergi meninggalkan mereka, tidak ada lagi yang datang ke sekolah, sekadar menjemput hasil pembelajaran akhir semester anaknya, yang padahal menurut Shilda akan membuat kedua orangtuanya bangga karena sudah menorehkan prestasi di tiap semesternya.
Sekali lagi, harapanmu hanya akan membunuhmu.
"Selamat ya, Shilda. Kamu masih pemuncak di kelas ini, tetap semangat dan pertahankan prestasinya ya."
Shilda menerima rapor hitam dengan tinta emas sebagai warna tulisannya itu dengan senyum tipis merekah. "Siap, terimakasih banyak, Bu Dina."
"Jangan lupa komunikasikan kepada orang tua tentang homestay di akhir bulan sebelum semester baru ini ke orang tua ya, Shilda. Nanti pihak sekolah juga akan share informasinya secepatnya kok."
Ah iya, homestay akhir tahun..
Shilda berdiri di dekat parkiran. Sekadar menunggu Sai yang sepertinya masih belum selesai dengan kelasnya. Jujur dia kelihatan kayak orang bego cuma berdiri gitu aja di samping motor, ngelihatin para orangtua yang berjalan dengan anak mereka sambil membicarakan isi rapor tak ada habisnya.
Yah, hari-hari seperti ini sudah Shilda lalui setiap semesternya. Jadi, sudah biasa. Semua itu juga berkat Pak Guma dan Bibi yang membantu aksi bolos-membolos Shilda dan Sai.
"Sayang," panggil Sai yang datang-datang langsung menyengir, seperti kebiasaannya. "Sorry, nungguin ya?" Rambutnya berantakan sekali dengan kaos oblong warna hitam, satu-satunya yang tidak berseragam sekolah saat ini. "Abis main sama adeknya Rangga tadi, cerewet banget sampai ngga ngebolehin aku pulang. Hehehe, sorry ya, yang."
Shilda mendengus geli. Tangannya bergerak merapikan anak-anak rambut Sai yang mengganggu matanya. Sekarang dia benar-benar percaya kalau sudah berpacaran dengan berandal sekolah, persis.
"Bukannya adeknya Rangga cowok ya?"
"Emang."
"Terus, kok cerewet kata kamu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sai & Shilda
Teen Fictionsai & shilda | soulmate Mau tau potret 'boy in love' itu gimana nggak? Coba aja tanya sama Sai Jaruga, dia ahlinya. Mau satu dunia bilang preman sekolah seperti Sai tidak akan bisa bersama dengan kesayangan guru seperti Shilda, Sai tidak akan mundu...