𓍢ִ໋🏡° ᰔᩚ [8] rumah

12 1 0
                                    

Shilda menundukkan kepalanya lalu menahan senyum melihat Sai menggenggam tangannya tidak pernah dilepas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Shilda menundukkan kepalanya lalu menahan senyum melihat Sai menggenggam tangannya tidak pernah dilepas. Dia lantas mengalihkan pandangan ke sisi jalan, untuk mengalihkan semu yang menghantarkan panas dari pipi hingga ke telinga. Sial, bahkan setelah pacaran bertahun-tahun dengan Sai dia masih tidak bisa mengendalikan diri ya dengan hal kecil kayak begini? Mereka bahkan sudah pernah lebih manis daripada ini. Lantas mengapa hanya digandeng bikin dia kesemsem abis kayak anak remaja baru pacaran sih? Buat malu aja.

"Besok tanggal merah kan," kata Sai.

Mereka memang pergi ke rumah bunda Ti tadi tidak pakai motor, melainkan naik gocar. Jadi, setelah sampai di komplek depan rumah Sai, cowok itu justru mengajak Shilda untuk berjalan, katanya mau sekalian pacaran.

Sekarang pukul 8 malam, dan mereka masih pakai baju seragam. Tapi Sai bilang, nggak usah mikir berlebihan.

"Heem, kenapa? kamu mau begadang?" tanya Shilda.

Sai mengangguk. "kan sama kamu," cowok itu menyengir kecil untuk memegang poninya dengan tangan yang masih menggenggam tangan Shilda. "tadi janji kan mau bantu potongin," ingat Sai.

"Di rumah emang gak ada orang rumah?"

"Harusnya nggak ada," kata Sai ragu. "oh iya tadi kamu jadi kabarin bibi sama pak Guma kan di HP aku? tar malah nyariin," kata Sai.

Shilda menganggukkan kepalanya dan menunduk karena merasa ada usapan di punggung tangan. "Udah aman kok."

Sai masuk setelah dibukakan gerbang. "Jangan bilang-bilang papa aku bawa anak orang ya, pak."

"Waduh, gak macem-macem kan den?"

Sai menarik bibirnya sekilas. "Sekali macem boleh lah, pak?" Namun sedetik kemudian langsung meringis karena mendapat cubitan di pinggang. "Aduh! Liat tuh pak, gimana mau macem-macem anaknya galak," dia lantas melotot ketika Shilda melotot.

Satpam rumah Sai hanya terkekeh, namun dia percaya anak majikannya itu tidak sebandel itu.

Setelah dibiarkan masuk, Shilda meneliti seisi rumah Sai yang minim penerangan, memberikan kesan tidak sehangat ketika di rumah bunda Ti. Namun dia tak banyak komentar, karena dirumahnya pun suasana yang sama dia dapati. Gelap dan dingin, tidak menggambarkan suasana rumah untuk tempat pulang.

"Masih laper nggak?" tanya Sai. "Kamu naik aja dulu ke kamar aku, aku mau bawain minum dulu biar gak susah turun nanti," kata Sai.

Shilda menggeleng justru mengekori Sai ke dapur. "Nunggu kamu aja lah, kamu masih laper ya?"

Sai menggeleng. "Tanya doang, tadi kayak denger bunyi perut kamu," Shilda mendengus, "kamu kalii."

Sai menggeleng ketika Shilda menawarkan bantuan untuk membawa minum. "Kamu bantu bawa snack aja, cil."

"Dimana?" tanya Shilda. "Kulkas."

Bertepatan dengan pintu kamar Sai yang ditutup, pintu dari kamar seberang terbuka. Menampilkan sosok laki-laki dengan celana boxer dan rambut acak-acakan yang terdiam karena sempat melihat kuncir rambut dengan seragam sekolah memasuki kamar saudaranya.

Sai & ShildaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang