Boom

0 0 0
                                    

"LEWIS!" pekikku membuat dua lelaki berhenti berdebat dan berdiri tegap melindungiku.

Aku memperhatikan detail tubuh si stranger, seperti yang aku deskripsikan sebelumnya. Mataku menyapu dari ujung kaki menjalar naik ke atas sampai bertatap mata dengannya selama lima detik dan aku mengalihkan pandangan.

"HEY!" Lewis menjentikkan jari di depan matanya yang terpaku melihat ke dalam jiwaku.
Stranger hanya melirik Lewis
"Kau ini siapa sih mengikuti dia terus?!" Tanya lewis menunjukku.

"Aku hanya ingin mengembalikan ini" ucapnya sembari menyodorkan jaket hitam milikku.
"LALU KENAPA TAK KAU KEMBALIKAN DARITADI SIH!!" Lewis langsung saja menyerobotnya dan menyodorkan kepadaku.
"Kau dari divisi apa? kenapa memakai bandana? kurasa kau salah seragam-" cerocos Hendy.

"Apa?- oh- aku sedang pilek, aku dari divisi....... ikut dalam parimeter..-" jawabnya agak telat, aku bisa melihat gelagat panik dari matanya.
"Parimeter mana? gerbang utama atau...... KAPAL UTAMA?? HEY MAINMU KEJAUHAN! sekarang jujur kau siapa??" tekan Hendy.

Tangannya yang semula di samping pinggang, perlahan naik ke belakang atas entah merogoh apa. Pergerakannya pelan, namun pasti. Aku baru teringat sesuatu! ia memiliki pistol!.
Baru aja aku berkedip, mereka bertiga sudah saling menodongkan pistol tepat di depan dahi.

Lewis menodong stranger, stranger menodong Lewis, dan Hendy menodong si Stranger.
"Kalian tak tau aku dari divisi mana dan kalian tak mau tau aku dari mana" gumam Stranger
Tubuhku berdiri kaku menatap mereka, bahkan untuk menutup mata pun susah.
"Biarkan aku berbicara dengan si Brooklyn"

Tubuhku bertambah kaku saat dia menyebut akhiran namaku, darah serasa mengalir lebih cepat di dalam tubuhku. Jarang sekali yang menyebutku dengan nama itu.
"Turunkan pistol rover kunomu itu atau ku ledakkan kepalamu" ucap Lewis pelan.

"Siapa yang menodong pertama? dia yang menyerah pertama".

aku melirik kesana kemari tanpa menolehkan kepala.

Sialan tiga orang ini lupa jika masih berada di ruang terbuka!

semua orang dari 2 distrik berbondong bondong datang ke gundukan pasir untuk melihat pertunjukkan kecil.

"Atau ku biarkan peluru kecil ini bersarang di kepala patner kecilmu-"

deg.

Sial sial sial sial sial sial sial!

sekarang si stranger menodongku.

Lewis semakin geram memegang pistol ditangannya, bisa ku dengar dari deru nafasnya.
"KATAKAN SAJA YANG KAU MAU DARIKU DAN PERGI DARI SINI!" teriak Lewis yang tanpa aba-aba membuatku terperanjak kaget.

oh god.

"Dia bukan negosiasi, aku hanya ingin berbicara dengannya" ucap si stranger tenang

"Sudahlah Lewis, biarkan dia berbicara dengan.... gadis itu sebentar saja. Lihatlah sekelilingmu, daripada kita semua masuk pengadilan militer" bisik Hendy.

"Aku tak perduli, aku tak bersalah. Jika kau tidak menurunkan pistolmu dulu, aku tak akan membiarkanmu berbicara dengan-"

Deq.

Stranger langsung menjatuhkan pistolnya, disusun Lewis dan Hendy.

Tubuhku langsung lemas, menghembuskan nafas lega. Namun-
"APA? AKU? TIDAK! AKU TAK MAU DEKAT-DEKAT DENGAN DIA!"
Aku menatap protes Lewis yang ternyata si Stranger sudah di depanku.

Aku mendongak ke atas bertatapan dengan si creepy, kepalaku pun hanya sebatas dadanya. Ia mendorong pundakku agar agak menjauh dari Lewis.
Kami berbincang ya sambil berdiri.

Ia langsung to the point
"Berikan botol kaca berisi kertas milik Cally"

Aku langsung membelalakkan mata ketika ia menyebut nama 'Cally'. Dia tau namaku juga anak yang menghilang itu??.
"ap- apa? aku tid-ak memilikinya.." sialan lidahku tiba-tiba tertahan.

Ia melangkah maju
"Aku tau kau memilikinya. Jika tidak kau berikan, bisa kau pastikan besok pagi tubuh Agatha akan mengambang di pantai"

DIA JUGA TAU AGATHA?? JANGAN JANGAN DIA YANG MENCULIK ANAK YANG SEKARANG MENGHILANG!

"Jangan menanyakan itu, aku tau banyak pertanyaan di otakmu"

"Sekarang berikan kepadaku!"

Sebenarnya aku tak perduli tentang Agatha, ntah dia mau mati atau kelaparan.
Namun jika aku mengatakannya.. bisa saja dia akan menculik orang terdekatku untuk memerasku atau malah menculikku sendiri.

"Aku tidak punya sumpah!" Aku mengacungkan dua jari tanda peace.

Ia mengecek jam tangan
"Aku tak punya banyak waktu. Baiklah jika kau belum mendapatkannya. BESOK! pukul lima pagi dapat atau tidak, kita bertemu disini!"

Ia berlalu tepat di sampingku dan membisikkan "Apapun yang kau dapatkan besok, selalu ada konsekuensi"
Aku membalikkan badan untuk melihatnya pergi.

Aku menyipitkan mataku. Dibagian belakang kaosnya, di bawah leher, aku menemukan satu tanda yang bisa menjadi ciri khasnya.
Lewis berlari kecil menghampiriku.
"Oi Ashley, bagaimana? kau tidak terintimidasi kan??"

Aku menggeleng kecil

dan terduduk di pasir pantai.

Mataku memanas, dan segera ku tutup wajahku dengan kedua telungkup tangan.
Lewis duduk disebelahku, bisa ku dengar dari gesekan pasir.
"Hey, katamu tadi dia tidak mengintimidasi kau. Lalu kenapa menangis?"

"MEMANG TIDAK! tapi dia menyuruhku untuk-"
Aku membentak Lewis tepat di depan wajahnya.

Namun tiba-tiba aku ingat jika aku belum memberitahu Lewis tentang botol itu.
Ku lirik Hendy.
"Apa Shley??"

"Tak jadi, aku lupa.."

"Lupa apanya?? kau aja baru aja ngomong!" Lewis jengkel

"y-ya aku memang lupa!"

Ia berdiri, menendang pasir yang beberapa butir masuk ke dalam mataku.
"Lewis sudahlah!" ucap Hendy.

"Dia meminta perlindungan kepada kita, tapi sekarang tidak mau memberitahu apa?? bahkan setelah dia disituasi genting seperti tadi??. AYOLAH Hendy, lebih baik kita pergi saja tak ada faedahnya melindungi anak seperti dia"

Aku hanya duduk diam memandangi Lewis sedangkan Hendy berusaha menenangkannya. Kurasa akan ada perdebatan lagi.

"Serius Lewis, kau mengatakan itu?? KAU INI LUPA KITA BEKERJA JADI APA?"

"TAPI DIA BUKAN MISI KITA!"

"OH.... JADI MISALKAN ADIKMU YANG-"

Aku berdiri "STOP!"

"APA APAAN SIH BAWA BAWA FIENA! DIA UDAH MATI!!"

Hendy diam.

"UDAH STOP STOP"
Saat lewis berhenti menatap sengit Hendy dan beralih kepadaku. Aku berjalan pergi.

"HEI MAU KEMANA KAU??"

"Tenda"

"LUPA BERTERIMAKASIH? sialan anak menyebalkan, dua kali dia merepotkan hidupku dan tak minta maaf" 
Ocehan Lewis yang masih bisa terdengar olehku.
Hendy hanya melototinya

"Apa hah?!"

Aku merogoh saku jaket sebelah kanan, melirik kesamping agar tak ada yang mengawasiku.  Lalu ku ambil botol milik Cally dan nenamatinya sembari berjalan. Senyum terukir, ingin rasanya tertawa di depan wajahnya.

Hitman bodoh tak melihat sasarannya tepat di depan.

VIOKASETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang