#11 Logika vs Hati

162 39 2
                                    

Pukul sebelas malam, minimarket seberang jalan belum tutup. Azelyn membeli beberapa kaleng soda non-alcohol dan meminumnya di pelataran minimarket sembari mengamati jalanan yang tidak pernah istirahat.

Jakarta akan selalu seperti itu, begitu juga dengan Azelyn. Mau denial juga Azelyn sama saja.

Namun ditengah dinginnya Jakarta, Azelyn tidak sendirian. Ditemani oleh Neira yang bertemu setelah Azelyn turun dari mobil Jaden yang katanya "cewek nggak boleh pulang sendirian pas malem".

Jadi saat mengikuti alur cerita, mereka sudah disini. Sama-sama diam karena banyaknya beban pikiran yang belum sempat menghilang.

"Gue putus sama Narren."

Vokal suara tandas pertama yang dikeluarkan Neira begitu on point sampai-sampai Azelyn hampir tersedak cola.

Lantas dirinya melirik sekilas. Setahu Azelyn, Narren dan Neira sama-sama cocok karena satu frekuensi. Narren yang bisa menghargai hobi Neira sebagai fangirl, dan Neira yang menghargai Narren sebagai gamers. Namun, seseorang juga memiliki titik jenuh yang tidak bisa dikendalikan oleh siapapun. Mereka menjalani hari-hari dengan long distance relationship, bercakap-cakap melalui media elektronik dan kalau Neira capek selalu mengandalkan Narren dan idolanya. Tetapi semakin kesini Narren bukan tipikal orang yang bisa menerima cerita-cerita omong kosong, harus melewati dengan kata "padahal" dan berakhir Neira yang meminta maaf.

Jadi tidak salah jika hubungan mereka selesai karena sudah beda jalan pikiran. Neira yang suka menggunakan perasaan, dan Narren yang mencintai seseorang menggunakan logika.

"Kenapa?"

Meskipun Azelyn sudah tahu jawabannya, dia tetap bertanya.

"Karena gue dikatain 'norak' sama Narren gara-gara terlalu bahagia di notice Jihoon Treasure di weverse. Padahal gue cuma post ss di story WhatsApp."

Alasan singkat, tapi faktanya Azelyn paham betul bahwa alasan bahagia seseorang ada bermacam-macam. Jadi Azelyn setuju kalau Narren dan Neira putus. Rasanya agak sedikit jahat kalau merusak kebahagiaan orang lain karena dia sendiri tidak bahagia, kemudian orang lain juga tidak boleh bahagia.

"Siapa yang ngajak duluan?" tanya Azelyn kembali, "kali ini lo beneran yakin?"

Pasalnya Neira sudah pernah mencoba, tetapi gagal pada percobaan pertama dan berakhir mereka balikan. Karena Neira sendiri juga kesepian, dan hanya memiliki sosok Narren dalam hidupnya.

"Gue juga nggak tau, Zel. Aneh kalo dipikir, padahal gue bisa lebih bahagia karena bisa dapetin semuanya dari idola gue. Tapi gue selalu nggak bisa merasa cukup, lo pernah ngerasa gitu nggak, sih, Zel ... dimana lo udah punya rumah, tapi pengen nyoba rumah yang lain karena rumah yang dulu fasilitasnya nggak lengkap?"

"Kalo lo nyari rumah lagi, disaat lo udah punya rumah ...," Azelyn tersenyum tipis, "rumah yang pertama nggak cocok buat lo. Artinya, lo nggak jatuh cinta sama rumah pertama. Jadi nggak salah kalo lo ngerasa nggak nyaman, lo bisa keluar dan cari yang baru. Ini bukan berarti nggak setia dan bersikap seenaknya ya, justru sikap realistis dipake biar nggak jadi orang bego waktu lagi jatuh cinta."

Ada jeda cukup singkat membuat Neira tersenyum kecil, menatap Azelyn dengan bola mata hitam cukup ikonik. "Lo pernah jatuh cinta, nggak, Zel?"

Hening.

"Zel?" tanyanya ulang.

Sehingga kesadaran Azelyn sepenuhnya datang, "Gue ... nggak tahu."

"Emangnya selama ini, ada yang bikin lo takut buat menjalani hari-hari tiap keinget nama seseorang, nggak?"

[✓] Hello, Goodbye! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang