Datangmu terlalu ramah sehingga aku terburu-buru menjadikanmu rumah.
Sahara A._
~~~
Sahara menyukai perannya. Yah, peran menjadi teman Delvin. Keduanya tidak saling memberi kejelasan atas hubungan yang mereka jalani. Mereka hanya saling menikmati. Sahara merasa mempunyai teman untuk bercerita, begitu pula dengan Delvin.
"Cipung!"
Lelaki yang dipanggil Sahara menoleh, mencari sumber suara. Namanya Rayanzza, teman Sahara sejak di bangku SMA. Namun, mereka tidak satu kelas di SMA-nya.
"Gue bukan anaknya Rafi Ahmad." Kedunya tertawa.
Tas totebag hitam bertengger di lengan lelaki itu. Baju berbahan kaos, tapi berkerah dipadu celana lepis longgar. Sepatu warna hitam putih membalut kaki. Outfit Rayanzza selalu sederhana, namun tak pernah gagal. Rayanza dikenal lelaki baik dan terbuka di kampus.
"Gue tetap enggak nyangka akhirnya kita sekelas setelah tiga tahuan ldr," ujar Sahara.
"Nyeyeye! Udah ngerjain tugas kelompok dari Bu Aisyah?"
"Presentasi kan? Nanti habis kumpul PKM."
"Mana sempat," sindir Rayanza. "Keburu kencan!"
"Matamu!!!"
Rayanza, lelaki manis itu tertawa kegirangan. Dia memainkan ponsel sebentar sebelum melontarkan pertanyaan lagi. "PKM lo dapet tema apa, sih?"
"PKM-RE. Lo pengabdian masyarakat 'kan?"
"Gue mah pengabdi setan!"
"Boleh," jawab Sahara.
"Lima puluh lima puluh," sambung mereka berdua.
Keduanya mengudarakan tawa.
Tawa mereka sontak berhenti kala Delvin masuk dalam obrolan. Lelaki itu mengajak Sahara masuk ke kelas.Perihal Rayanza dan Sahara merupakan teman SMA sudah diketahui oleh Delvin sejak awal. Entahlah, lelaki sukar ditebak. Katanya, "Ya wajar kalau kamu lebih dekat kan dia temen lamamu." Tapi sikapnya seolah menyela kala mereka berdua berbincang.
***
Di bawah pohon besar belakang gedung, dua mahaasiswa dan dua mahasiswi tengah duduk beralas rumput hias. Mereka sibuk berkutat dengan laptop dan ponsel. Jika biasanya Delvin selalu mengajak Sahara setiap kumpul, kali berbanding terbalik.
Mau tidak mau Delvin harus menunggu Sahara berdiskusi dengan teman sekelompok. Berhubung deadline pengumpulan juga dekat, mereka harus sedikit mengebut pengerjaan.
"Vin lo ga pulang?" tanya Naufal yang masih fokus memangku laptop
"Nunggu bocil," jawab Delvin. Dia sibuk bermain ponsel yang di pegang horizontal. Biasa main game.
Gadis yang tengah fokus pada ribuan kata ilmiah itu melirik sinis. Dia menghentikan aktifitas sejenak. Meregangkan otot-otot lalu menguap.
"Gila ngantuk bet. Mending tidur, sih," gerutu Febi--gadis cantik si pemilik suara khas.
"Pulang aja yuk!" tawar Delvin.
Nihil. Atensi Sahara tidak teralihkan dari laptop. Jari-jari mungil itu asik menari di atas keyboard. Telinganya seolah tuli akan rintihan teman sekelompok.
KAMU SEDANG MEMBACA
NARASI DELVIN
Dla nastolatków"Vin, lo bakal ninggalin gue nggak?" "Kenapa?" "Kayak ayah pas pergi." Delvin terdiam sejenak. Pikirannya kembali pada malam hari tadi. Sekarang ia mengerti kenapa semalam Sahara menangis. "Gak janji, tapi gue usahain." *** Bagaimana rasanya jika ka...