Kamu indah, sebagaimana Tuhan menciptakan pelangi. Kamu baik, sebagaimana Tuhan menyayangi umatnya.
Sahara A._
~~~
Langit terik mulai meredup. Warna jingga kemerahan yang mulai menyebar, memenuhi isi langit. Jika kebanyakan orang menyukai senja, namun bagi gadis itu justru sebaliknya.
Sahara menatap kedua sejoli yang fokus pada layar laptop, sementara dia hanya duduk diam termenung. Kesekian kalinya ia membuka lalu menutup ponsel. Tidak satu pun aplikasi di ponsel yang menarik hatinya untuk singgah.
"Ini udah bener kan?" tanya Animalia kepada Delvin sembari menggeser laptop.
Lelaki itu langsung mengulas senyum manis. Kedua pasang sorot mata mereka saling menatap sejenak, kemudian Delvin melirik Sahara di sebelahnya. Matanya membaca singkat, kemudian mengngguk.
"Benar. Ayo pulang sudah sore!"
"Tapi, bagian desainnya ada yang perlu revisi."
"Nanti gue desain ulang di rumah atau besok saja bareng anak-anak biar ada kesepakatan."
Sosok Sahara berhasil mengalihkan fokus Delvin. Terbukti dari gelagat Delvin yang terus mencuri perhatian Sahara. Namun, gadisnya tidak merespon apapun selain fokus pada ponsel.
Delvin tahu Sahara sedang mencari posisi ternyaman supaya tidak menganggunya. Lelaki itu terlalu peka terhadap sekitar, terutama gadis yang mencuri atensinya semenjak masuk kampus.
Animalia mengakhiri diskusi. Jari jemarinya yang lentik sibuk menari-nari di atas keyboard. Sekon berikutnya layar laptop meredup dan mati.
Tangan gadis itu menarik ransel kemudian menggendongnya di pundak. Kakinya mengayun pelan keluar warung. Dia berjalan melewati Sahara, tapi tidak berniat menyapa atau sejenisnya.
"Sudah selesai?"
Kalimat tanya Sahara sukses menghentikan langkah Animalia bahkan membuat gadis itu berbalik badan.
"Belum, tapi sepertinya ada yang lebih penting dari tugas ini bagi Delvin." Manik mata cantik itu menyorot ke arah Delvin sebentar.
Kepala Sahara tertunduk, mengalihkan fokus ke arah sepasang sepatu yang ia kenakan. Terus begitu hingga ia merasakan tangan kekar menyentuh lembut bahunya. Kala ia mendongak, hanya terlihat punggung Animalia yang mulai mengecil dari kejauhan.
"Ayo pulang!" ajak Delvin.
Jalanan kota dua kali lebih ramai daripada saat mereka berangkat ke kampus. Kendaraan bermotor berlomba-lomba melintasi jalanan, menciptakan aliran lalu lintas yang terus bergerak. Mobil-mobil mewah berkecepatan tinggi meluncur dengan gesit. Bunyi klakson yang terdengar terus-menerus memberikan ritme kehidupan di jalanan yang ramai ini.
Sahara menatap setiap sudut jalan yang penuh oleh warung-warung. Perlahan atensinya beralih kepada kaca spion, menatap lelaki di hadapanya. Dia melingkarkan tangan di perut Delvin, menaruh dagunya ke pundak lelaki itu.
"Kenapa?" tanya Delvin.
"Gapapa."
"Animalia?"

KAMU SEDANG MEMBACA
NARASI DELVIN
Teen Fiction"Vin, lo bakal ninggalin gue nggak?" "Kenapa?" "Kayak ayah pas pergi." Delvin terdiam sejenak. Pikirannya kembali pada malam hari tadi. Sekarang ia mengerti kenapa semalam Sahara menangis. "Gak janji, tapi gue usahain." *** Bagaimana rasanya jika ka...